RENUNGAN DI TEPI PANTAI & DI KAKI GUNUNG

 

***************************************************************************************************************************

   

   

   

   

   

    

 

Bentuk mandala yang berupa lingkaran ini menggambarkan keadaan, dan pendekatan atas, kehidupan yang bersifat menyeluruh dan utuh. Menyeluruh dalam pengertian mencakup seluruh aspek, atau unsur, kehidupan maupun kepribadian manusia. Utuh dalam pengertian telah terintegrasi dari fragmen-fragmen yang terpisah-pisah kepada kesatuan keadaan yang sempurna.

 

Pada tingkat manusia pribadi, sebagai sebuah mikrokosmos, keadaan yang bersifat menyeluruh dan utuh itu dapat diterangkan sebagai berikut :

(a).    Kesatuan olah-diri dari manusia tubuh, manusia jiwa, dan manusia roh.

(b).    Kesatuan olah-diri dari unsur-unsur cipta, rasa, dan karsa pada jiwa

          manusia.

(c).    Kesatuan, dan penyatuan, dari ’ego’ dan ’arketipe-arketipe’nya, dalam

          proses transformasi ’ego’ menjadi ’imago dei’ (gambar dan rupa Allah).

(d).    Kesatuan, dan penyatuan, dari tingkat-tingkat kesadaran ’nabati, khewani,

          insani, jagati, dan illahi’ pada manusia.

 

Pada tingkat makrokosmis, atau bahkan suprakosmos, keadaan yang bersifat menyeluruh dan untuk itu menerangkan keadaan yang tunggal dan tak terbagi dari ketiga sakaguru kehidupan, yaitu :

(a).  Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu Tuhan sebagai Sumber dan Pencipta segala sesuatu, Tuhan sebagai Asal dan Tujuan, Tuhan sebagai Pribadi dan Dzat, Tuhan sebagai Kebenaran dan Pengamalan, Tuhan sebagai sumber Terang dan Gelap. Sesuatu yang Ada dan sekaligus Tidak Ada ... Tuhan yang hanya satu dan juga ada di mana-mana. Tuhan yang berada di atas segala-sesuatu, tetapi juga di dalam segala-sesuatu, dan khususnya bersemayam di hati manusia. Tuhan yang Esa dan Ada, yang dikenal melalui FirmanNya sebagai Tuhan, dan melalui RohNya sebagai Tuhan pula.

(b).   Kesatuan Alam Semesta, yaitu Alam Semesta yang terdiri dari dimensi-dimensi yang tak terhitung jumlahnya. Yang terdiri dari alam nyata, alam luhur, dan alam gaib. Satu Alam yang bergerak dan berjalan secara terpadu dan serasi. Satu Alam yang bagian-bagiannya saling berkaitan, saling mempengaruhi dan saling melengkapi.

(c).   Kemanusiaan yang Sejati, kemanusiaan yang dimiliki oleh citra dan wujud kepribadian yang bersifat menyeluruh dan sebagaimana telah diterangkan di atas.

 

Dengan demikian mandala tersebut adalah sebuah lambang yang penuh dengan konsep-konsep pemikiran yang berpola integralis, secara utuh lambang tersebut tidak dapat dianggap sebagai sebuah lambang yang bersifat ’religius’ semata-mata, karena pada akhirnya semangat ’religiositas’ itupun tetap akan diterjemahkan ke dalam masalah-masalah yang bersifat ’sekular.’ Akan tetapi tentunya sebagai ungkapan diri pribadi, bukan sebagai ’program’ yang diterapkan dengan dukungan sarana-sarana yang bercorak ’sekular.’

 

Selanjutnya sebagaimana dapat dilihat pada gambaran Mandala tersebut, ada lima titik atau arah mata angin, yang masing-masingnya mengandung makna tertentu pula. Makna-makna itulah yang menerangkan filsafat ’mandala’ yang telah diuraikan di atas ke dalam bentuk-bentuk pengamalannya secara terperinci, yaitu sebagai berikut:

 

(a).    Titik/Arah Pusat:

         Mangesti, yaitu cita-cita atau maksud atau tujuan yang bersifat luhur, mulia, dan agung, yaitu untuk memperoleh, memahami, dan mengamalkan segala sesuatu yang benar, baik, dan berguna. Bukan hanya demi diri pribadi, akan tetapi juga bagi sesama manusia, dan lebih daripada itu kepada ’kehidupan semesta.’ Kata ’Mangesti Olah Sampurna’ menunjuk kepada semua kegiatan ’Olah Diri’ untuk mencapai kepribadian diri sebagaimana telah diterangkan di atas. Perlu pula dijelaskan bahwa kata ’Olah Sampurna’ di sini menunjuk kepada suatu olah diri untuk mencapai suatu tujuan yang bersifat sempurna. Tidak dan bukan sama sekali untuk mencapai ’kesempurnaan diri.’ Karena di seluruh alam semesta ini tidak ada satupun yang benar dan sempurna kecuali Tuhan.

(b).   Titik/Arah Barat:

        Mangastuti, yaitu memuji atau menghaturkan pujian dalam rangka meluhurkan dan memuliakan ketiga ”sakaguru” kehidupan semesta ... Tuhan, Alam, dan Manusia. Secara pengamalannya ’mangastuti’ itu adalah sikap menghormati dan menghargai segala sesuatu.

(c).    Tirik/Arah Utara:

Manembah, yaitu menyembah dengan segala ketulusan hati dan penyerahan diri kepada Tuhan yang Maha Esa ... Tuhan yang berada di atas segala sesuatu dan tidak terjangkau oleh pengertian manusia (transendens), Tuhan yang berada di dalam segala sesuatu (immanen), dan Tuhan yang bersemayam di dalam hati manusia (epiphania).

(d).   Titik (Arah) Timur:

        Makarti, yaitu setiap budi-pekerti dan budi-luhur di dalam manusia menjalankan hidupnya sebagai akibat dari laku ’mangastuti’ dan ’manembah’ yang dianutnya. Secara pengamalannya sikap budi-pekerti dan budi-luhur yang nyata itu membawa manusia kepada pola-hidup dan cara pergaulan yang memenuhi tuntutan moral, etika, dan etiket umum. Akan tetapi lebih lagi daripada itu, karena pada akhirnya inti-sari dari sikap ’makarti’ itu adalah ’kasih’, yaitu kasih kepada seisi dunia (masih i samasta bhuwana).

(e).   Titik (Arah) selatan:

         Makarya, yaitu sikap berkarya untuk membangun, membawa keselamatan, dan mewujudkan kesejahteraan diri dan sesama di segala tempat dan waktu, pada bidang dan tanggung-jawabnya masing-masing. Perlu dicatat di sini bahwa sikap ’makarya’ berdasarkan ’makarti’ itu haruslah didasarkan atas pola pendekatan ’keadilan’ dan ’belas kasihan’ yang seimbang. Sebab bila hanya didasarkan atas keadilan semata-mata maka akan bersifat keras dan kaku. Sebaliknya, bila hanya didasarkan atas rasa belas-kasihan semata-mata maka akan melahirkan kemanjaan dan ketidak-tertiban, baik bagi diri pribadi maupun bagi sesama manusia.

 

Demikianlah kelima makna dan sikap hidup, yang tertera pada gambar mandala ’mangesti olah sampurna.’ Akan tetapi masih ada dua titik (arah) yang melengkapi pedoman ’malima’ di atas menjadi ’mapitu,’ yaitu:

(a).    Titik (Arah) Bawah:

         Maguru, yaitu sikap berguru kepada segala-sesuatu yang ada, dijumpai, dan dialami di dalam hidup. Bahkan lebih lagi daripada itu ’maguru’ menunjuk kepada usaha untuk berguru dan belajar tanpa putus selama hidup, dan dalam kehidupan-kehidupan seterusnya. Maka sikap ’maguru’ ini akan membawa seseorang untuk menggali, mempelajari, dan mengkaji ketiga sumber ilmu yang utama.

 

Sikap ’momong,’ ’momot,’ dan ’mangkat’ ini ~ sebagai buah dari pohon (ajaran) ’ma-lima’ dan ’ma-pitu’ itu ~ dapat diungkapkan secara sempurna melalui kalimat luhur:

                        ’Mamayu Hayuning (Bagya) Buwana’

Artinya, ’Mengusahakan (untuk) membahagiakan (kebahagiaan) dunia.’ Kalimat inilah yang menjadi pedoman untuk seluruh usaha dan pekerjaan luhur para pemimpin, pengasuh, dan pemelihara umat manusia. Mereka yang berjuang dengan mengikuti suara hati-nurani dan petunjuk budi-ilahi tanpa rasa ragu. Maka dari kehidupan persekutuan (koinonia), pengabdian pelayanan (diakonia), dan tanggung-jawab kesaksian (marturia) mereka itulah pokok-pokok pengkajian ’Mangesti Olah Sampurna’ (MOS) telah digali dan dipelajari, agar dapat dijadikan teladan kehidupan kerja dan doa serta pujian dalam pengamalan kebajikan sehari-hari. 

Putri duyung Cottage: Sabtu Malam, 21 April 1990 & Minggu, 29 April 1990     

[Back]

 

 

[Ben Poetica]

COLDA Air Minum Sehat               COLDA Mineral Spring Water              Sumber Air Pegunungan diproses secara Higienis      *** COLDA ***

 

Air Minum_C O L D A_ Air Minum 

Mineral Drinking Water

Hubungi Customer Service :

Jl. Palmarah Barat No. 353 / Blok B2 Jakarta Selatan

Phone: (62-21) 530 4843, 7062 1108

 Copyright©soneta.org 2004  
 For problems or questions regarding this web contact
[admin@soneta.org] 
Last updated: 11/28/2007