Bowo Yonatan Parmono

01 Bayang - bayang  02 Mahkamah  03 Gema Natal  04 Wijaya Kusuma  05 Kepahitan  06 Jejak Langkah  07 Kaki Tertatih  08 Bunga Cinta  09 Tabur Harapan  10 Penat Asa  11 Aku Adalah Aku  12 Di Pusaramu, Yudha Satya

 

   ***************************************************************************************************************************

 

01 Bayang - bayang

Duhai bayang-bayang di rimba misteri

Pesonamu bercahaya bagai emas didulang

Kugapai engkau,

Di sini, di kenyataan hidup, kehidupan dan penghidupan

Hadirlah suka cita bersamaku,

Oleh karunia yang melampaui segala akal,

Meretas sirna belenggu kegersangan

Kejaksan, Kejaksan, Cirebon, H7/07/11/1992

 [Back]

 

 

02 Mahkamah 

Wahai debu tanah liat,

Tak terhingga satu nafas dalam bejana

Apakah yang telah engkau persembahkan?

Dalam rentang sejarah para keturunan Adam dan Hawa

Nan tiada dusta dari catatannya

Di Mahkamah, sidang tak terhindari,

Bertuturlah kalbu di hadiratKu

 

Belum ada apa-apa                                                       

Keberadaan hidupku hanya jejak-jejak kosong     

Ketulusan teraniaya di belantara imitasi menggelembung

Tak berdaya memberi makan Imamat yang Rajani

Gersang dan sepi-sesepinya, bukan hening yang agung

Roh dibungkam, di kalut jiwa kegentaran

Oh YHVH, tolonglah anakMu

 

Daku rindu haribaanMu

Lembah ngarai dan gunung pendakian ini

Menggoreskan luka terlalu pedih

Aku ingin berjuang mengemban gemilang amanatMu

Renjana meronta bagai ombak laut selatan

Derai air mata tertumpah karena curahan cinta

Hatiku bersimbah darah dan aku ingin pulang

Bapa, aku menyeruMu                                                              

 

TanganNya mendekapku, menyongsong kepulangan anakNya

Dia berduka karena hatiku bertabur luka

Bapa tidak mau murka walau kuasa

Bapa mau tak berdaya menemani

Yang dihinakan dan tiada arti

Tersentuh dalam nestapa

 

Kusaksikan segenap pasukan bersiaga

Pedang-pedang terhunus menanti sabda

Kemilau ungu, cahaya kencana gemilang

Kurasakan taman bunga wangi merebak

Air jernih elok berpancaran

Di gema cinta yang dijagaiNya

Yang lebih ajaib dari cinta perempuan

Di teduh pangkuanNya                                                 

 

Kasih sayang membelai degup-degup jiwaku

Bapa adalah Bunda, yang Awal dan Akhir

Mengasuh dari Betlehem hingga Golgota

Menyembuhkan, memberiku DAYA dalam kesucianNya

Mengemban anugerah talenta di alam fana

Sampai nanti di langit baru dan bumi baru

Kuatkan hatimu, anakku

 

Buluh yang terkulai tidak akan dipatahkan

Lutut yang goyah akan diteguhkan

Tiada akan sia-sia pengharapan dan penantian

Mempelai akan dimuliakan di atas mahligai

Bersekutu tinggal sertamu selamanya

Kini, esok hingga kesudahan lakon

Cirebon, H7/14/11/1992

 [Back]

 

 

03 Gema Natal

Pelangi anggun merona mega-mega

Mendung menggelantung menyusul di awan gemawan

Wilayah pingit menjelma taman keindahan

Kembang-kembang jelita, bunga-bunga ayu tersemai

Perjalanan panjang di ngarai dan bukit kerinduan

Ada yang hilang dan ada yang didamba berulang

Digaung tembang keabadian langit perubahan

Cibubur, Cimanggis, Bogor, H7/21/11/1992

 [Back]

 

 

04 Wijaya Kusuma

Cakra menembus batas-batas waktu

Menghujam sukma ruang-ruang prahara

Punah wajah-wajah drama kepalsuan

Wijaya sakti kusuma merebak nafas wangi

Kembang elok tulusku, duhai kekasih

Di panggung diam suci membisu

Daya Illahi menjejaki titian menuju Ibu pengasuhan

Kejaksan, Kejaksan, Cirebon, H7/28/11/1992

 [Back]

 

 

05 Kepahitan

Mengapa ketulusan ini mesti dianiaya?

Betapa sakitnya punggung terluka

Dihela khidmat hati temeram dan bibir durjana

Akankah bunga-Mu gugur terlalu pagi?

Duh, YHVH, sedemikian getir kubertanya

Namun, adakah yang terberkati?

Selain mengenakan kepahitan dengan kebesaran jiwa

Cibubur, Cimanggis, Bogor, H7/05/12/1992

 [Back]

 

 

06 Jejak Langkah

Jejak kaki kemana melangkah

Tiada terhindari menyelusuri garis sang kodrat

Simpul waktu dari yang awal dan yang akhir

Adalah lembaran catatan tak teringkari

Titah taman hati, untuk ditebari bunga surgawi kembang kemuliaan

Di antara ilalang pergumulan betapapun tak terperi

Menuju, keabadian sang Asali

Kejaksan, Kejaksan, Cirebon, H6/11/12/1992

  [Back]

 

 

07 Kaki Tertatih

Kaki tertatih kubawa berjalan

Menyelusuri lorong-lorong jiwa sarat pengakuan

Tatapan ke depan menerawang bening

Berkaca debu kekinian, bersimpuh di altar keabadian

Sukma berbisik lirih, kuseru namaMu Sang Mempelai

Bersekutu dengan sang ciptaan di ngarai dan bukit pendakian

Terhunus dari belenggu bias-bias kemapanan

Cibubur, Cimanggis, Bogor, H7/19/12/1992

 [Back]

 

 

08 Bunga Cinta

Tembang kosmis bertutur nada suci

Menjamah sosok-sosok korban ketidak-adilan

Kidung nurani berparas jelita bersyair puja

Peduli yang dianiaya, dihempas bencana

Setangkup hati menghaturkan sembah kepadaMu

Bunga cinta surgawi di dusun senyap

Engkau dekat, ya TUHAN, beserta kami, YHVH Shalom

Kejaksan, Kejaksan, Cirebon, H7/19/12/1992

 

Engkau dekat, ya TUHAN dan segala perintahMu adalah benar

( Mazmur 119 : 151 )

 [Back]

 

 

09 Tabur Harapan

Musim yang lalu adalah catatan

Mata sering melihat, namun sering pula buta

Telinga sering mendengar, namun sering pula tuli

Mulut sering bicara, namun sering pula bisu

Kutabur harapan, kutanam di lahan semai

Biarlah mati, dan karenanya boleh tumbuh

Nuansa dendam dan daya damba disirami, disucikan

Tegal Kemuning, Yogyakarta, H7/02/01/1993

 [Back]

 

 

10 Penat Asa

Penat asa didera ketidak-menentuan

Tawa dan tangis sesaat demi sesaat

Lekat jarak antara suka dan nestapa

Kenaifan tapak-tapak mencoba menjejaki jaman

Diterpa riak-riak kenisbian nilai

Terhuyung ke tepian oleh pencederaan

Tahu diri daku, di kesementaraan jagad yang kian renta

Kejaksan, Kejaksan, Cirebon, H7/09/01/1993

 [Back]

 

 

11 Aku Adalah Aku

Aku, adalah aku kuntum bunga yang rawan

Aku, adalah aku cakra yang menghujam

Aku, adalah si jelita yang santun

Aku, adalah si jalang yang meradang

Aku, sang jelata nestapa yang setia

Aku, sang bara yang meronta menerjang

Damba pengasihan, rindu tuntunan di degup hayatku

Cibubur, Cimanggis, Bogor, H7/16/01/1993

 [Back]

 

 

12 Di Pusaramu, Yudha Satya

Ketika papah-mamah melihatmu Yudha Satya anakku,

Terasa pedih dan tercekam pekat jiwa ini.

Bila kamu menderita di kandungan mamah,

Dan papah-mamah kurang memahami dan memperhatikanmu,

Maafkan papah-mamah, anakku.

Sungguh, mbak Cintya, mbak Saras,

Mamah dan papah sangat mencintaimu.

Lebih dari itu, … Allah yang kita sembah sangat mencintaimu.

Yudha Satya anakku,

Sabtu Legi, 18 Agustus 2001 kamu terlahir dan meninggalkan kami,

Ketika papah tidak berada di sisimu.

Kini, kamu telah berada di haribaanNya,

Dalam kesukacitaan nan tiada pernah pudar.

Meski sang waktu terus menyusuri ruang-ruangnya,

Dengan membawa serta perubahan yang tiada henti,

Kamu berada dalam Keabadian

Dan Kasih yang tiada berkesudahan.

Yudha Satya anakku,

Di peristirahatan terakhir jasadmu ini,

Kami semua bersaksi,

Siapapun yang terlibat dalam pergumulan atas kepergianmu,

Sungguh sangat mengasihimu.

Bila ada ratap tangis, dan air mata bersimbah,

Sesungguhnya kami bersuka cita,

Atas kepergianmu kembali kepada Allah kita,

Allah Sumber Kebahagiaan,

Allah Yang Abadi, yang kepadaNya kita tetap setia.

Kami iklas mengiringimu,

Selamat jalan Yudha Satya, kekasih Allah.

Lebak Bulus, Jakarta, H1/19/08/2001

 [Back]

 

                                                                               

[Soneta Indonesia][Puisi Parakanca]

 Copyright©soneta.org 2004  
 For problems or questions regarding this web contact
[admin@soneta.org] 
Last updated: 15/06/2015