Wieke S. Thayeb

1. Tuhan Sahabat Sejati 2. Senandung Kasih Sayang Cinta - Putera Pertama bin Nusantara binti Indonesia3. Sajak Untuk Mammy Terkasih4. Bapak Panduwinata Dalam Kenangan 5. Amanat Wieke Thayeb Panduwinata

   ***************************************************************************************************************************

  

01. TUHAN SAHABAT SEJATI 

 

Dalam perjalanan hidup……….

Suatu keputusan menyebabkan hidup yang lain

Kau bawa aku dalam kejadian

            …… yang tak pernah terbayang

                        ……. Akan pernah menjadi pengalaman

 

Hanya Kau yang tahu

Kemana arah panah kehidupan……..…… berjalan melaju…..

Karena kemelut dan prahara…………..… seakan tiba-tiba menyergap

 

Satu demi satu ………

Dalam setiap kejadian

Kau jauhkan aku …….

            Dari sahabat …….yang biasa datang mencekal

                        …. Menopang aku dalam keraguan

 

Setetes demi setetes

Air mata kepedihan……..

            Mencuci lubuk hatiku

            Yang menjerit dan mengaduh

            Hingga tiada lagi daya

                        Untuk mengasihani diri

 

Hingga datang kekuatanMu

            Menggerakan hati dan pikiran

                        Yang berubah menjadi upaya

                                    Mengatasi segala problema

 

Kau tambah lagi tambah lagi

Kejadian yang merubah kepribadian

Hingga aku tiba

            Pada suatu pemikiran

            Bahwa hanya Engkau saja

            Sahabat yang ada selalu

                                   

                                    Engkau sahabat sejati 

 

                                                             Bandung, 15 Januari 1991                                                   

 

 [Back]

 

02. Senandung Kasih Sayang Cinta

Putera Pertama bin Nusantara binti Indonesia

 

Disenandungkan kepada kedua saudara kandungku:

Rakyat bin Nusantara binti Indonesia

Pemerintah bin Nusantara binti Indonesia.

 

Senandung Putera Pertama

“Aku Mencari Kedua Adikku”

 

 

Nama Papa ku Nusantara, nama Mama ku Indonesia

Aku mempunyai dua adik;

 

Yang nomor dua namanya :

Rakyat bin Nusantara binti Indonesia

 

Menurut cerita Papa dan Mama……….

Sekarang si Rakyat menikah dengan istrinya

yang bernama Suku bin Bahasa binti Bangsa

Dan memiliki anak yang sangat banyak

Sekarang si Rakyat dan anak-cucunya menderita

………sebab mereka tidak saling kenal dan tolong-menolong.

 

Sedangkan adikku yang bontot namanya :

Pemerintah bin Nusantara binti Indonesia

 

Menurut cerita Papa dan Mama………..

Si Bontot mempunyai istri yang sangat banyak.

Dia juga mempunyai anak angkat yang sangat banyak.

Tapi mereka hidupnya tidak pernah rukun,

……….karena tidak saling tolong-menolong dan bersatu.

 

Kadang kedua adikku dan keturunan mereka bertikai

Saling berperang merebut harta, jabatan dan wanita

Tapi mereka tidak menemukan sesuatu yang dicari

……….hanya kenikmatan sementara

Mereka hanya mendapatkan pertumpahan darah dan kematian

Kadang anak-cucu mereka yang tidak berdosa

            ……….menjadi tumbal pertengkaran mereka

 

Sebagai seorang Kakak…………..

Aku menangis dan serentak menghentikan cerita Papa dan Mama.

Aku tersadar dari mimpi bahwa aku bukan sendiri,

……….tapi mempunyai dua adik yang memiliki keturunan.

 

Aku diam sejenak………. menatap Papa dan Mama ku

Menengadah ke langit dan ke bumi

………sambil menarik napas yang dalam

Dan berteriak dengan suara yang sangat keras:

            “Mereka dan keturunannya adalah kedua adikku, saudara sekandungku!

              Mengapa tidak baku sayang dan menjadi satu?

              Kenapa tidak ikut amanat orang tua: Bhineka Tunggal Ika”

 

Aku diam sejenak dan mulai bertanya

………pada diriku sendiri dan istri serta anak-cucu ku:

“Bagaimana caranya aku menolong kedua saudaraku dan keturunannya?”

Istriku menjawab: “ Mereka masih diberikan pelajaran

Pengenalan tentang Kerajaan kita.

        Biarkan saja. Nanti ‘kan tahu juga dan sadar diri”

 

Anakku yang pertama memberikan dan pendapatnya begini:

Sebagai wakil dari keempat adik dan anak-cucu Papa dan Mama,

Aku usul pada Papa dan Mama agar pergi

            Untuk mengajarkan kedua adik Papa dan keturunannya

            ………dengan cara menegur dan menasehatkan mereka

            Untuk menjadi manusia yang bertanggung jawab

            ………terhadap diri sendiri, jabatan dan kedudukan

                                    ……………serta istri-istri dan anak-anaknya.

 

Aku kagum dengan pendapat anakku.

Di pihak lain cucu-cucuku ngotot, menantang pandangan oomnya.

 

Untuk itulah aku menulis surat ini dan memperkenalkan diri:

 

Namaku Agung Sentosa Alam Jagad Raya Wilayah bin Nusantara binti Indonesia.

Istriku bernama

Cinta Damai Putri Negara Sentosa Adil Makmur bin Langit binti Bumi

Nama kelima anakku :

1. Tanah, 2. Air Laut, 3. Sungai-Mata Air, 4. Udara, 5. Fosil Bawah Tanah.

Cucuku sangat banyak.

 

Aku menulis pendapat dan pertanyaan cucu-cucuku

……..kepada kedua saudaraku dan keturunannya

(Inilah hasil ngotot mereka) :

bullet

Setiap hari kami memberi, kenapa tidak membagi……..?

bullet

Setiap hari bertemu, kenapa tidak kenal……..?

bullet

Apa yang menutupi dadamu, saudaraku…….?

bullet

Yang aku tidak mengerti, kenapa tidak pernah puas……?

bullet

Kerajaanku dan keturunanku dirusak, tapi kami sabar lawan terima……

Bahwa untuk kedua saudaraku lah aku ada

………dan selalu ada bersama mereka!.

 

Itu keputusanku, mengakhiri perdebatan keturunanku.

Aku dan keturunanku boleh bertemu

dengan kedua adikku dan keturunannya,

Tapi harus dibawah janji “SUMPAH PALAPA”,

Baru semua milik kerajaan kami, kami “BUKA”

……untuk kedua adikku dan keturunannya.

Kami dikagetkan dengan teriakan ………

“MERDEKA” suara teriakan Mama dan Papa.

Dan kami semua stop bicara. 

  

17 Maret 2005

  

No Name/Tanpa Nama

Ini cap jari Istriku dan Aku

 

 [Back]

 

03. Sajak Untuk Mammy Terkasih

 

Mammy………

                Ketika Tuhan memutuskan

                Menitipkan seorang anak kepadamu

                                Sembilan bulan aku dalam kandunganmu

 

Selama itu pula………

                Makan dan minummu

                Kau peruntukan bagi pertumbuhanku

                Darah dan napasmu

                Kau bagikan untuk hidupku

 

Manakala aku hendak menghirup udara dunia

                Kau kerahkan kekuatan mendorongku

                                                ………….kau belah nyawamu

 

Mammy……….

                Berpuluh, beratus, beribu malam matamu terkantuk lelah

                Menjaga merawat menyayangi si balita rewel

                Kau kesakitan manakala aku terjatuh

                Kau menangis manakala aku bersedih

Kau tertawa manakala aku bahagia

Dan entah berapa banyak sudah………..

                Kasih sayang yang kau guyurkan dalam kehidupanku

 

Kau sebarkan kasih sayang terus….dan….. terus

Seakan tak ‘kan habis keluar dari lubuk hatimu

Seringkali aku bertanya pada diriku……..

                Berapa besarkah wadah hatimu……..

                                Sehingga cinta dan kehangatanmu

                                                Mampu menyelubungi seluruh hidupku

 

Mammy………

                Kasih sayangmu adalah cahaya dalam hidupku

                Ku ingat kau pernah bilang :

                                “Nak, kalau kau kelak dewasa menjadi orang ternama

                                  Orang akan bertanya siapakah Bapaknya?

                                  Tapi bila kau kelak menjadi sampah

                                  Ibumulah yang salah !”

 

Tapi mammy

                Tahukah mammy?

                Bahwa aku sungguh beterima kasih pada Tuhan

                Bahwa Dia menitipkan kepadaku…….

                                Seorang ibu yang penuh kasih

                                Yang penuh kecintaan tanpa tahu apakah ada imbalan

 

Mammy……..

                Kau memang bukan manusia sempurna

                Namun kau adalah ibu yang sempurna bagiku

                                Dan bagi orang-orang yang merasakan kasih sayangmu

 

                                                                                Hamburg, 22 Desember 1990

                                                                    

 

 [Back]

 

 

04. Bapak Panduwinata Dalam Kenangan

 

Bapak Pandu……….

Jauh mata memandang

            ……menyiratkan misteri kehidupan

Tawamu berderai

            ……namun matamu tetap bertanya

Tak terbaca kata hatimu

            ……namun kata mulutmu mencambuk prilaku

                        ……………….mematok arah kebahagiaan

Kasih dan budi kau sebarkan………..kau tanamkan!

            ……walau cinta kasih bagimu

                        …….adalah sebentuk tanda tanya

 

Bapak………

Inikah makna kehidupan

            ……yang terbungkus dalam diammu?

Bahwa hidup adalah ketidak-abadian

            ……yang sering hanya menyangga apa yang diberiNya

                        ……yang harus dihidupi dalam kehidupan

                                    …….yang harus dijuangi dalam penerimaan?

Adakah engkau turut bersaksi…….

            Akan kami yang tertinggal

                        Merangkak dan menata kembali

                                    Segala apa yang menjadi poranda

                                                Karena kehancuran jiwa tak tertara

 

Bapak Pandu……..

Seribu hari telah berlalu

Sepanjang itu………kehilangan tetap terasa

Memang pedih……

            Memang sakit…….

                        Memang…..memang….memang….

 

Tapi Bapak……..

Kau kami ikhlaskan

Engkau kami relakan

            Dengan segala doa……..

                        Semoga…….semoga…….

Dan namamu abadi

            Dalam sanubari kami

                        Dan bagi semua orang yang mengasihimu. 

 

                                                Jakarta, 6 Januari 1991                                       

 

 [Back]

 

 

05. Amanat Wieke Thayeb Panduwinata

 

Untuk Anak-anakku tersayang:

Lardo Surya Dharma

Starina Suryakirana Dewi

Pandu Surya Winata

dan

Anak-cucunya

 

Anak-anakku yang Mama cintai,

 

Hidup itu sementara dan adalah himpunan dari sejumlah kejadian

Yang setiap hirupan napasmu harus kau syukuri

Yang perlu diisi dengan cipta dan karya nan nyata

Sehingga hidupmu menjadi terang bagimu dan sekelilingmu

Terang yang memancarkan kasih sayangNya

 

Kematian adalah hal pasti, yang tidak perlu ditakuti

Karena tiada satupun yang mampu menghindari

Manakala tiba saatnya, maka segala pahit dan getir lepaslah sudah

Semua akan menjadi ringan………..melayang…..melayang…….

Semua jadi terlihat gamblang, tidak ada batas cakrawala

Semua jadi jelas terdengar, bahkan yang terucap didalam hati

Pun ketika belum terangkai menjadi kata-kata

Lebih ringan dari kapas, lebih lembut dari sutra, lebih mengalir dari air

Lebih wangi dari bunga setaman. lebih indah dari pelangi

Itulah keindahan hidup abadi………..terlalu abstrak untuk digambarkan…..…..

 

Janganlah keindahan itu terusik oleh isak tangis kesedihan

Keikhlasan mengantar dengan doa

Akan menjadikannya bagai lagu surgawi

Yang mengalun indah, mengiringi tarian para bidadari

Yang menyambut dengan suka cita

 

Ingatlah saat kalian masih kecil, ketika dikelilingi peri-peri mungil melayang

Cantik bersayap warna pelangi, membisikan harapan manakala gundah gulana,

Melagukan angan dan cita disaat terjaga, menitipkan dongeng indah dalam mimpi

Keindahan itu jangan terhapus oleh usia, itulah juga hidup yang abadi

Penuh kepolosan tawa dan canda, kebahagiaan dalam kejujuran

Keceriaan berkawan dengan alam

Tiada batas cakrawala

………..itulah makna sebenarnya dekat denganNya

 

Tahun 1991 usia Lardo 9 tahun, bertanya:

‘Mama bilang, pergi haji seperti siap mati. Apa yang Mama wariskan kalau mati?’

Mama terkesiap dan menjawab: ‘Mama wariskan Dunia, nak!’

Bocah itu terpana dan bertanya: ‘Kok dunia Ma?’

Dijawab:

‘ Nak, kalau Mama wariskan mobil, rumah dan hektaran tanah;

Sekarang punya besok entah masih ada.

Tapi dunia ini, yang juga warisan para orang tua.

Tersimpan didalamnya kekayaan yang tidak terhingga

Hutan, gunung, sungai dan lautan. Manfaatkan dan nikmatilah dengan semua saudara

Untuk itu, carilah ilmu Nak. Itulah gunanya kau belajar dan sekolah,

Supaya kau tahu, bagaimana cara menggali dan memanfaatkannya

Dan pagarilah sikapmu dengan moral serta iman

Agar kau adil berbagi dengan saudara, menjaga alam agar tak murka.

Serta mampu mewariskannya kepada anak-cucumu!’

 

Tiada apapun memasung celotehmu. Tiada rintangan mengungkapkan tanya

Lepas keluar bertanya semata : Apa? Kenapa? Bagaimana? santun dan tanpa prasangka

 

Tahun 1993 Starina 8 tahun usianya.

Saat Mama Papa masa berjaya, berkata gadis sederhana kepadanya:

‘Enak ya, Teteh ‘kan orang kaya?’

Sambil nyot-nyot bocah itu berkata:

‘Tante, kita semua ‘kan orang kaya.

Punya mulut, telinga dan mata.Tangan dan kaki juga masing-masing dua’

Gadis itupun terpana dan bahagia.

Terpana ucapan kata bocah bijak. Bahagia karena diingatkan pada keadilanNya.

 

Polos, lugu  tapi bijak terucap, tanpa dibatasi pandangan orang banyak

Melukiskan rasa cinta yang nyata, memberikan arti sedalam lautan

 

Tahun 1997 Pandu usia 9 tahun,

Dengan sifatnya yang sangat perasa, menentukan patokan sendiri bagi dirinya

Menulis di sehelai kertas satu catatan:

‘ Kalau aku pintar semua bahagia

Kalau aku bodoh Ibuku yang akan dihina’

 

Itulah amanat untuk anak-anakku, yang keluar dari mulutmu sendiri

Mulut  bocah lugu dan suci, celoteh ringan, tetapi indah dan dalam

Karena keluar dari hati jernih, yang selalu dijaga bidadari dan malaikat

Yang akan selalu mengenali Sang Pencipta

Yang mengerti dan merasakan Rohmaan dan RohimNya.

 

Jagalah agar kepolosan hati bocah selalu ada dalam jiwamu!

 

Jakarta, 28 Maret 2005

Mama

[Back]

 

 

[Soneta Indonesia][Puisi Parakanca]

 Copyright©soneta.org 2004  
 For problems or questions regarding this web contact
[admin@soneta.org] 
Last updated: 16/06/2015