004 Sanusi Pane (1905)
01 Sajak 02 Teratai 03 Taj Mahal 04 Kepada Krisyna 05 Wijaya Kesuma 06 Arjuna 07 Kembang Melati 08 Melati 09 Tanah Bahagia 10 Majapahit 11 Candra 12 Candi Mendut 13 Kesadaran 14 Pagi******************************************************************************************************
01 SajakDi mana harga karangan sajak, Bukanlah dalam maksud isinya, Dalam bentuk, kata nan rancak Dicari timbang dengan pilihnya. Tanya pertama ke luar di hati, Setelah sajak dibaca tamat, Sehingga mana tersebut sakti, Mengingat diri di dalam hikmat. Rasa bujangga waktu menyusun, Kata yang datang berduyun-duyun Dari dalam, bukan nan dicari Harus kembali dalam pembaca, Sebagai bayang di muka kaca, Harus bergoncang hati nurani
02 TerataiDalam kebun di tanah airku Tumbuh sekuntum bunga teratai; Tersembunyi kembang indah permai, Tidak terlihat orang yang lalu. Akarnya tumbuh di hati dunia, Daun berseri Laksmi mengarang; Biarpun ia diabaikan orang, Seroja kembang gemilang mulia. Teruslah, O Teratai Bahagia Berseri di kebun Indonesia, Biar sedikit penjaga taman. Biarpun engkau tidak dilihat, Kepada Biarpun engkau tidak diminat, Ki Hajar Dewantoro Engkau turut menjaga Zaman [Back]
03 Taj MahalDalam Taj Mahal, ratu astana, Putih dan permai: pantun pualam Termenung diam di tepi Janma Di atas makam Arjumand Begam Yang beradu di sisi Syah Jahan, Pengasih, bernyanyi megah mulia Dalam nalam tiada berpadam, Menerangkan cinta akan dunia. Di sana, dalam duka nestapa, Aku merasa seorang peminta Di depan gapura kasih cinta Jiwa menjerit, dicakra duka Akh, Kekasihku, memanggil tuan. Kepada Hanya Jamna membalas seruan. Andjasmara [Back]
04 Kepada KrisynaAku berdiri sebatang kara, Tidak berteman, tidak berkawan, Tangan tertadah k’atas udara, Jiwa menjerit disayat rawan. Hatiku kosong, tanganku hampa, Tidak ada yang sudah tercapai Aku bermimpi di dalam tapa Mengingat untung termenung lalai O Krisyna tiadakanlah kembali Meniup suling di tanah airku. Biarkan daku sekali lagi Jatuh ke dalam jurang gulita, Supaya lupa, tidak bercita.
Di balik gunung, jauh di sana, Terletak taman dewata raya, Tempat tumbuh kesuma wijaya, Bunga yang indah, penawar fana. Hanya sedikit yang tahu jalan Dari negeri sampai ke sana. Lebih sedikit lagi orangnya, Yang dapat mencapai gerbang taman. Turut suara seruling Krisyna, Berbunyi merdu di dalam hutan, Memanggil engkau dengan sih trisna. Engkau dipanggil senantiasa Mengikuti sidang orang pungutan: Engkau menurut orang biasa.
06 ArjunaAku merasa tenaga baru Memenuhi jiwa dan tubuhku; Hatiku rindu ke padang Kuru, Tempat berjuang, perang selalu. Aku merasa bagai Pamadi, Setelah mendengar sabda Guru, Narendra Krisyna, di Ksetra Kuru: Bernyala ke dewan dalam hati. Tidak ada yang dapat melintang Pada jalan menuju maksudku: Menang berjuang bagi Ratuku. Mahkota nanti di balik bintang Kepada Laksmi letakkan d’atas kepala, R.P. Mr. Singgih Sedang bernyanyi segala dewa.
Aku menyusun kembang melati Di bawah bintang tengah malam, Buat menunjukkan betapa dalam Cinta kasih memasuki hati. Aku tidur menantikan pagi Dan mimpi dalam bah’gia Duduk bersanding dengan Dia Di atas pelaminan dari pelangi Aku bangun, tetapi mentari Sudah tinggi di cakrawala Dan pujaan sudah selesai O Jiwa, yang menanti hari, Sudah Hari datang bernyala, Engkau bermimpi, termenung lalai.
Kau datang dengan menari, tersenyum simpul, Seperti dewi, putih-kuning, ramping-halus, Menunjukkan diri, seperti bunga yang bagus. Dalam sinar matahari, membuat timbul Di dalam hati berahi yang suci-permai. Jiwa termenung, terlena dalam samadi, O Melati, memandang kau seperti Pamadi, Kebakaan kurasa, luas, tenang dan damai Engkau tinggal sebagai bunga dalam taman Kenang-kenangan: dipetik tidak ‘kan dapat, Biar warna dan wangi engkau berikan. Engkau seperti bintang di balik awan, Terkadang-kadang sejurus berkilat-kilat Tapi jauh, ta’ ‘kan pernah tercapai tangan [Back]
09 Tanah BahagiaBawa daku ke negara sana, tempat bah’gia, Ketanah yang subur, dipanasi kasih cinta. Dilangiti biru yang suci, harapan cinta, Dikelilingi pegunungan damai mulia. Bawa daku kebenua termenung berangan, Ke tanah tasik kesucian memerak silau, Tersilang sungai kekuatan kilau kemilau, Dibujuk angin membisikkan kenang-kenangan Ingin jiwa pergi ke sana tidak terkata: Hatiku dibelah sengsara setiap hari, Keluh kesah tidak berhenti sebentar jua. O tanah bah’gia, bersinar emas permata, Dalam duka cita engkau mematahari, Pabila gerang tiba waktu bersua?
Aku memandang tersenyum arah ke bawah: Bandung mewajah di dalam kabut. Jauh di sana bermimpi Gede-Pangrango, Seperti pulau dalam lautan awan. Langit kelabu, Alam muram. Dan ke dalam hatiku, Masuk perlahan Rindu dendam. Jiwaku meratap bersama jiwa Gembala yang bernyanyi dalam lembah. Ratap melayang bersama suara Kedalam kemuraman Kehilangan.
11 CandraBadan yang kuning-muda sebagai kencana, Berdiri lurus di atas reta bercaya, Dewa Candra keluar dari istananya Termenung menuju Barat jauh di sana. Panji berkibar di tangan kanan, tangan kiri Memimpin kuda yang bernapaskan nyala; Begitu dewa melalui cakrawala, Menabur-naburkan perak ke bawah sini. Bisikan malam bertiup seluruh bumi, Sebagai lagu-merawan buluh perindu, Gemetar-beralun rasa meninggikan sunyi. Bumi bermimpi dan ia mengeluh di dalam Mimpinya, karena ingin bertambah rindu, Karena rindu dipeluk sang Ratu Malam
Di dalam ruang yang kelam terang Berhala Budha di atas takhta, Wajahnya damai dan tenung tenang, Di kiri dan kanan Bodhisatwa. Waktu berhenti di tempat ini Tidak berombak, diam semata; Azas berlawan bersatu diri, Alam sunyi, kehidupan rata. Diam hatiku, jangan bercita, Jangan kau lagi mengandung rasa, Mengharap bahagia dunia Maya Terbang termenung, ayuhai, jiwa, Menuju kebiruan angkasa, Kedamaian Petala Nirwana. [Back]13 KesadaranPada kepalaku sudah direka, Mahkota bunga kekal belaka, Aku sudah jadi merdeka, Sudah mendapat bahagia baka. Aku melayang kelangit bintang, Dengan mata yang bercaya-caya, Punah sudah apa melintang, Apa yang dulu mengikat saya. Mari kekasih, jangan ragu Mencari jalan; aku mendahului, Adinda kini Mari, kekasih, turut daku Terbang kesana, dengan melalui, Hati sendiri
Pagi telah tiba, sinar matari Memancar dari belakang gunung, Menerangi bumi, yang tadi dirundung Malam, yang sekarang sudahlah lari. Alam bersuka ria, gelak tersenyum, Berseri-seri, dipeluk si raja siang. Duka nestapa sudah diganti riang, Sebab Sinar Bahagia datang mencium. Mari, O Jiwa, yang meratap selalu Dalam rumahmu, turutlah daku. Apa guna menangisi waktu yang silam? Mari, bersuka ria, bercengkerema Dengan alam, dengan sinar bersama-sama, Di bawah langit yang seperti nilam.
[Soneta Nusantara] - [Nusantara Sonnets] |
Copyright©soneta.org 2004
|