09 Kejayaan Mataram

Bait 01 Bait 02 Bait 03 Bait 04 Bait 05  Bait 06 Bait 07 Bait 08 Bait 09 Bait 10  Bait 11 Bait 12 Bait 13 Bait 14 Bait 15 Bait 16 Bait 17 Bait 18 Bait 19 Bait 20

***************************************************************************************************************************

   

   

   

   

   

   

 

Bait 01

Tertulis dalam babad tanah Jawi, dalam ingatan orangtua

tentang Prabu Brawijaya Sang Kertabumi, raja di Majapahit

bahwa ia memperistri Putri Wandan, dan memperoleh putra

tampan berwibawa rupanya, ia disebut Raden Bondan Kejawan

Saat ia dilahirkan Majapahit telah mendekati kehancurannya

karena itu dititipkanlah ia kepada Ki Juru Sabin

apalagi karena ibundanyapun meninggal sewaktu melahirkan

Setelah mencapai usia remaja Bondan Kejawan dibawa ke Tarub

untuk dibina jiwa dan raganya oleh Ki Ageng Tarub

ketika disanalah ia berganti nama menjadi Raden Lembu Peteng

 

Bait 02

Adapun Ki Ageng Tarub itu sebenarnya putra Dewi Rasawulan

yaitu putri tumenggung Tuban Wilatikta yang perkasa

ia pun adik Raden Said, yang disebut juga Sunan Kalijaga

Ki Ageng itu menikah dengan Dewi Nawang Wulan

dan menurunkan seorang anak wanita bernama Dewi Nawangsih

maka dengan Dewi Nawangsihlah Bondan Kejawan menikah

dan berputra Raden Getas Pandawa, yang lalu menurunkan

Ki Ageng Sela, abdi setia, prajurit di kesultanan Demak

Ia cakap mengabdi, bahkan turut perang melawan Majapahit

tetapi setelah tua kembalilah ia ke desanya

di sana menulis sebuah serat pepali untuk anak cucu

[Back]

 

Bait 03

Dari putri Sumedang Ki Ageng sela menurunkan dua orang anak

yaitu Nyi Ageng Saba dan Ki Ageng Ngenis ing Nglawean

Ki Ageng Ngenis adalah pengabdi dan pendukung Mas Karebet

bahkan hingga naik takhta dengan gelar Sultan Hadiwijaya

Karena jasa-jasanya dari raja Pajang itu memperoleh dukuh Perdikan

yaitu Nglaweyan di mana ia kemudian menetap hingga mangkatnya

Putra Ki Ageng, yang bernama  Ki Gede Pemanahan

menjadi abdi Sultan Pajang, dan diangkat menjadi kakak

Karena kasihnya ia selalu membela junjungannya

hingga berani menghadapi Arya Penangsang dari Jipang

seorang musuh Pajang yang sombong dan angkuh sikapnya

karena dukungan Ki Juru Mertani, Ki Penjawi dan Sutawijaya

berhasillah Ki Gede Pemanahan membinasakan Arya Penangsang

yang gugur dalam kemarahan di aliran Bengawan Sore 

Karena jasanya itu maka Sultan Pajang menghadiahkan

Alas Mentaok dan daerah Kadipaten Pati

kepada Pemanahan dan kepada Penjawi.

 

Bait 04

Demikianlah maka pada suatu hari yang penuh berkat

berangkatlah rombongan Ki Gede ke Alas Mataram

di situ ada di antaranya: Nyi Ageng Ngenis, Nyi Gede Pemanahan

Ki Juru Mertani, Sutawijaya, Putri Kalinyamat, dan pengikut dari Sesela

Ketika itu adalah hari Kamis Pon, tanggal Tiga Rabiulakir

yaitu pada tahun Jemawal yang penuh mengandung makna

Setibanya di Pengging rombongan berhenti selama dua minggu

Sementara Ki Gede bertirakat di makam Ki Ageng Pengging

Lalu meneruskan perjalanan hingga ke tepi sungai Opak

Di mana rombongan dijamu oleh Ki gede Karang Lo

Setelah itu berjalan lagi demi memenuhi panggilan takdir

hingga tiba di suatu tempat, disana mendirikan Kota Gede

[Back]

 

Bait 05

Semakin lama negeripun semakin berkembang jua

malah dilengkapi keraton yang selesai dibangun tahun 1578

Di sanalah Ki Gede Pemanahan memerintah, sebagai bawahan Pajang

Hingga akhirnya mangkat dipanggil ke hadirat Sang Pencipta

serta dimakamkan di halaman mesjid Agung di Kuto Gede

pada tahun ber-candrasengkala "Lunga trus rumpaking bala"

Maka Ki Gede Pemanahan meninggalkan tujuh orang anak:

Pertama Mas Danang, yang disebut pula Sutawijaya

dan sering dipanggil Raden Ngabehi Lor ing Pasar

kedua Raden Jambu, ketiga Raden Santri

keempat Raden Kedawung, kelima Raden Tompe

keenam istri Arya Dadap Tulis, ketujuh istri Tumenggung Mayang

 

Bait 06

Tersebutlah Sutawijaya ditunjuk Sultan Pajang

menjadi pengganti ayahnya, dengan gelar Senopati Ing Alaga

Ia adalah pemimpin yang cakap, dan prajurit yang gagah perkasa

tegasnya pantas ia menjadi raja, sebagaimana yang dicita-citakannya

Sewaktu bertirakat di batu besar Lipura ia mendapat wahyu

bahwa akan menjadi raja, yang menurunkan Wangsa Agung

diperingati oleh paman Ki Martani, ia menyusuri kali Opak ke arah timur

lalu bertapa di laut selatan, yaitu di tepi ombak yang menderu

di tempat bernama Sawangan, di wilayah Kanjeng Ratu Kidul

Sementara itu Ki Juru Martanipun memberinya dukungan

dengan menjalankan prihatin tapa, di lereng gunung Merapi

[Back]

 

Bait 07

Setelah itu bersiaplah mereka mempersiapkan kebangunan Mataram

menjawab panggilan sejarah, memenuhi amanat leluhur

Segala adipati, penguasa, dan tokoh di sekitar Mataram

ditundukannya untuk menjadi pendukung usahanya

Ki Ageng Mangir, adipati Kulon Progo, yang ingin merdeka

dibinasakannya, walau ia adalah seorang menantu

yaitu suami Kanjeng Ratu Pembayun, putri Senopati

yang suka supaya ayahandanyadan suaminya mau bersatu

Seterusnya Senopatipun memperkuat semua pasukannya

juga membangun parit dan benteng, seakan menantang Pajang

Setelah itu ditemukannya berpuluh dan beratus halaman

tempat dituliskannya seribu satu malam alasan

untuk tidak datang ke Pajang, dan bersembah kepada raja

Marahlah Adiwijaya, Pajang menyerbu, pertempuran pecah di Prambanan

gagah orang Mataram berjuang, maka Pajangpun mengundurkan diri

Pada perjalanan pulang Sultan Adiwijaya jatuh sakit

dan sangat parah keadaannya sewaktu tiba di kota

penuh hormat dan kasih Senopati mengiringkan perjalanannya

malah menyuruh letakkan serumpun kembalian cinta

berupa kembang selasih, yang diletakkan di gerbang istana

akhirnya mangkatlah Sri Sultan, terbukalah jalan bagi Mataram

Maka kemenangan Mataram itu terjadi pada tahun Saka 1508

dan diperingati dengan Candrasengkala pada gerbang mesjid Agung

 

Bait 08

Setelah itu mulailah Sang Panembahan Senopati berperang

untuk menaklukkan daerah-daerah di tanah Jawa

ia pergi bertempur melawan adipati-adipati di timur

bahkan pernah pula berlaga melawan Pati

berperang melawan Pragola Pertama, putra Ki Penjawi

demikianlah hidupnya penuh perjuangan, hingga ia mangkat

pada tahun 1601 di Bale Kajenar yang disebut juga Gedhong Kuning

seperti ayahandanya iapun dimakamkan di halaman mesjid Agung

di ibukota praja Mataram, negeri para perwira

[Back]

 

Bait 09

Lalu naiklah raja baru, yaitu Mas Jolang, anak Kanjeng Ratu Pati

ia mengenakan gelar Sunan Hadi Prabu Anyakrawati

Walaupun sebentar memerintah iapun sering bertempur

melawan para adipati di timur dan di pesisir utara

serta terus berusaha menanam pengaruh, di Sumatra dan Sukadana

Di bidang pembangunan ia rajin memperindah istana

juga tekun mendorong perkembangan sastra

Sebagai contoh adalah menjadi majunya ilmu pewayangan

sebagai buah-tangan hasil karya Ki Dalang Panjang Mas

Adapun Sunan Hadi Prabu Anyakrawati mangkat

ketika celaka sewaktu melakukan perburuan di Krapyak

maka iapun disebut orang Panembahan Seda Krapyak

ia dimakamkan di Kota Gede bersama dengan seluruh keluarga istana

 

Bait 10

Lalu naik takhtalah Mas Rangsang, putra prabu

dari Kanjeng Ratu Pajang

pembawaannya sungguh seperti Senopati Ing Alaga

dan  sebagai imam disebut pula Sayidin Panatagama Khalifatullah

sedangkan gelarnya adalah Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma

Ia adalah negarawan yang berkemauan dan bercita-cita keras

bijaksana, jujur, adil, menyukai sastra, dan bertakwa

Sejak mulai memerintah tekun membina roda pemerintahan

memperkuat tentara dan mengukuhkan kehormatan Mataram

kesiagaan kerajaan agung ditingkatkan dan kewaspadaan dijaga

sebab dimana-mana timbul tantangan dan perlawanan

Tahun 1614 Mataram menyerbu kota-kota Pasuruan dan Lumajang

tetapi lalu mundur di kejar gabungan tentara Wetan

pecah pertempuran di tepi sungai Andaka dan Matarampun jaya

Tahun 1615 di bawah pimpinan Prabu Agung Mataram menyerbu

Wirasaba, kota benteng di Maja Agung, diporak-porandakan

Tetapi telah berkumpul di Lasem para adipati Wetan

dipimpin dipati Surabaya yang ingin menahan kemajuan Mataram

Tentara Mataram yang sedang kembali dikejar mundur

hingga di Pajang dimana tentara Wetan dipukul mundul

Tidak menyerah pada tahun 1616 gabungan adipati Wetan ganti menyerbu

di Siwalan-Pajang pecah pertempuran yang dimenangkan Mataram

terus Mataram maju menyerang dan merebut Lasem

dan pada tahun berikutnya menaklukkan Pasuruan

hingga adipatinya terpaksa lari ke Surabaya

[Back]

 

Bait 11

Seterusnya pada tahun 1618 Pajang memberontak maka dijarah habis

kotanya dihancurkan dan penduduknya digiring ke Mataram

Tahun 1619 pelabuhan Tuban di kepung selama berbulan-bulan

hingga rakyatnya menyerah karena tak tahan derita

Tahun 1620 dan 1621 Mataram menyerbu Surabaya, tetapi gagal

sebab selat Madura belum dikuasai, dan bantuan pangan tetap datang

dari para sekutu di Madura dan di Sukadana

Tahun 1623 Mataram menyerbu lagi dengan ganasnya

habis rusak Jortan, Gresik dan seluruh kitaran Surabaya

Adipati Kendalpun dikirim untuk merebut Sukadana

Tetapi tetap saja Surabaya tangguh bertahan dalam serbuan itu

akhirnya gelombang prajurit Mataram menyapu Madura

Sumenep, Bangkalan dan Sampang semua tunduk tanpa kecuali

banyak para ningrat terbunuh, banyak pula yang lari ke Giri dan Banten

Setelah itu dikepunglah Surabaya dan dibendunglah sungai Mas

ditaburkan racun dan bisa pada airnya yang menggenang di kota

ribuan rakyatnya mati karena penyakit dan kelaparan

maka setelah bertempur dengan penuh keberanian dan kegagahan

akhirnya Surabaya tunduk dan menyerah kalah

Pada tahun 1625 yaitu di puncak kejayaan Mataram

dibuatlah meriam Pancawura sebagai lambang kekuasaan

Tetapi perang penaklukkan oleh Mataram belum selesai

sebab tanah Jawa belumlah semuanya tunduk

 

Bait 12

Pada tahun 1627 Prabu Agung memimpin pasukan menyerbu Pati

karena Pragola kedua terlihat akan memberontak

kota Pati dijarah habis dan rakyatnya dijadikan tawanan

sedangkan keluarga Pragolapun sirna dari sejarah Jawa

Setelah itu bersama tentara Sunda dari Ukur dan Sumedang

pasukan Mataram menyerbu kedudukan Belanda di Betawi

dalam penyerbuan pertama di tahun 1625

dan dalam penyerbuan kedua di tahun 1626

Walaupun gagah dalam menyerbu Mataram terpaksa mundur

karena kuatnya pertahanan kota Belanda di Betawi

dan jayanya armada laut serta mutakhirnya persenjataan

Beberapa saat setelah itu bergolak pula daerah Kulon

karena Ukur dan Sumedang memberontak kepada raja

maka dengan dukungan Panembahan Cirebon dan para umbul Sunda

menyerbulah Mataram dan memadamkan pemberontakan

sedangkan adipati Ukurpun dihukum mati

[Back]

 

Bait 13

Tetapi Sultan Agung bukanlah hanya pemenang dalam perang

sebab ia juga menjadi pelopor pembangunan dan kebudayaan

Kraton didirikan, mesjid diperindah, dan gerbang Tembayat dipugar

Ia menulis surat sastra Gending, tentang hal kebatinan

yaitu persatuan antara sastra aksara dan gending marifat

Ia juga menyatukan tarikh saka dan tarikh hijrah

dan memadu perayaan garebeg dengan puasa dan maulud

maka di masa itu ia memerintahkan penulisan babad kejayaan

Walaupun semua berjalan dengan lancar dan baik

terjadi pula beberapa keresahan di Mataram

Pada tahun 1630 beberapa pengikut Tembayat

dengan dukungan Tepasana dan Kajoran memberontak

tetapi kemudian tunduk kepada kewibawaan Prabu Agung

Selanjutnya pada tahun 1636 Panembahan Kawis Guwa

yaitu keturunan Sunan Giri, menolak kekuasaan Mataram

akibatnya Giri diserbu dan Panembahan dikalahkan

Pada tahun 1635 Matarampun telah menyerbu Balambangan dan Panatukan

yang kukuh bertahan karena bantuan Dewa Agung dari Gelgel

Lalu pada tahun 1639 sekali lagi Mataram menyerbu ke timur

Setelah menang ingin terus menyerbu ke pulau Bali

tetapi rencana dibatalkan karena banyak perwira telah gugur

Demikianlah Mataram itu pada puncak kekuasaannya

besar, megah dan sangat unggul di sebagian besar Jawa

serta dihormati oleh Jambi, Palembang, Banjar dan Makasar

yang sering mengirimkan utusan dengan hadiah ke ibu kota

Akhirnya pada bulan Februari tahun masehi 1646

mangkatlah Sultan Agung dan dimakamkan di Imogiri

yaitu bukit pemakaman keramat keluarga istana

yang menjadi lambang dan tanda keagungan Mataram

 

Bait 14

Lalu naik takhtalah Pangeran Adipati Anom,

putra prabu dari Kanjeng Ratu Kulon

yang memerintah dengan gelar Susuhunan Amangkurat pertama 

Pada dirinya itulah terhimpun riwayat dan sejarah keluarga

dari pihak ayahandanya berdarah Senopati dan Pamanahan

dari pihak ibundanya ia mewarisi darah para pemuka Sunda

Sebab ibunda Kanjeng Ratu Kulon bukan saja memiliki Batang,

sebagai tanah gaduhan

tetapi ia juga putri Panembahan Cirebon, yaitu Panembahan Ratu

Sedangkan Panembahan Ratu adalah turunan darah Syarif Hidayatullah

yaitu wali yang disebut Susuhunan Gunung Jati, dan

Ibunda Gunung Jati adalah Nyi Rara Santang yang saleh

adik Panembahan Cakrabuwana,

yaitu Raden Arya Santang atau Haji Abdul Iman

dan kakak Sunan Rakhmat Suci,

yaitu Raden Kian Santang atau Prabu Sagara

Maka mereka bertiga itu adalah anak Nyi Ratu Subang Karancang

yaitu santri wanita, putri patih Mangkubumi dari Jayasingapura

yang dijadikan istri oleh Prabu Siliwangi Ratu Jayadewata

penguasa Prahajyan Sunda yang agung dan luhur

disebut juga Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakwan Pajajaran

Karena itu pada diri sang Adipati Anomlah bersatu

darah Brawijaya, darah Mataram dan darah Siliwangi

[Back]

 

Bait 15

Adapun masa pemerintahan Susuhunan Amangkurat Ingalaga Mataram itu

penuh dengan kemelut, bencana, dan gejolak musuhnya

banyak baik di luar maupun di dalam istana

baik di kalangan sentana raja, ulama, maupun penguasa daerah

dan sering pula mengalami pecahnya pemberontakan

Pada tahun 1647 Balambangan mengangkat senjata

dipimpin Tawang Alun yang ingin merdeka dari Mataram

maka terjadilah penyerbuan ke timur dan pertempuranpun pecah

banyaklah pejabat Mataram yang gugur dalam memadamkan pemberontakan

Demikian pula di Mataram Pangeran Alit dibinasakan para pengawal raja

karena dengan keris terhunus ingin membunuh kakanda prabu

Seterusnya Amangkurat bersilang jalan pula dengan Pamanda Purbaya

dan bahkan di kemudian hari dengan anak kandungnya, Adipati Anom

yang lahir dari Kanjeng Ratu Surabaya, putri Pangeran Pekik

yaitu Adipati Surabaya yang dihukum mati Amangkurat

Maka dalam suasana kemelut dan pecah-belah itu

kekuatan lawan perlahan-lahan mulai tersusun

Trunojoyo, turunan Sampang dan Bangkalan membangkang

dibantu Kraeng Galesung, pemimpin pelarian Makasar di Demang-Basuki

didukung oleh keluarga besar Kajoran di Klaten

yang di pimpin oleh Raden Kajoran Ambalik, yaitu Panembahan Rama 

bahkan putra mahkota Adipati Anom mulanya bersahabat dengan Trunojoyo

 

Bait 16

Pada tahun 1675 serangan Madura dan Makasar datang melanda

dan secara singkat wilayah dari Gresik hingga Pajarakan jatuh

di Madura Trunojoyo mengambil gelar Panembahan Maduretna

dan dengan restu Sunan Giri menundukkan kota Surabaya

Akhirnya bergeraklah tentara Mataram dengan dukungan pasukan Sunda

di bawah pimpinan Pangeran Purbaya

dan Adipati Anom yang bersetengah hati

pertempuran pecah di Gegodog, di sebelah timur Tuban

Mataram dikalahkan, Purbaya gugur dan Anom melarikan diri

Tentara Trunojoyo terus menyerbu dengan penuh semangat

hingga jatuh seluruh pantai utara, kecuali kota Jepara

Sementara itu Belanda ingin melihat Mataram berkuasa terus

maka pada tahun 1677 menyerbu Madura dan merusak Maduretna

Tetapi tentara Trunojoyo dan Kajoran telah memasuki Mataram

tanpa tertahan oleh para pangeran yang terpecah belah

maka kraton di Pleredpun jatuh serta dibakar habis

seluruh harta kekayaannya diangkut ke Jawa Timur

[Back]

 

Bait 17

Dalam keadaan sakit Susuhunan mengundurkan diri ke barat

untuk meminta bantuan keluarga ibunya merebut Mataram

dengan diiringi keluarga dan para pengawal yang setia

dilintasinya Bagelen, pegunungan Kendeng, wilayah Banyumas

kemudian terus ke utara menujun ke daerah Batang

Sementara itu Adipati Anom bertobat dan menggabungkan diri

lalu dari tangan ayahnya menerima semua pusaka kraton

Sebelum mencapai Tegal Susuhunan Amangkurat meninggal dunia

dan disemayamkan di sebuah bukit kecil di Tegal Arum

dan sejak saat itu disebut Panembahan Seda Tegal Arum

 

Bait 18

Maka hilanglah segala kebingungan dan kelesuan dari putra sang Prabu

bangkitlah semangatnya dan bercahaya wajahnya karena wahyu keratuan

disebutnya dirinya dengan gelar Susuhunan Amangkurat kedua

dan diterimanya pengakuan dari para pangeran dan penguasa

Pasir luhur, Batang, Cirebon, Semarang dan Jepara mendukungnya

juga diterimanya janji untuk membantu dari Belanda

Bersama pasukannya ia maju kearah timur untuk merebut hak

tetapi tertahan di batas Mataram, karena ulah kakanda Puger

yang dalam keadaan kacau telah mengangkat dirinya menjadi raja

maka Amangkurat Amral berbelok ke utara menuju Jepara

di sana menandatangani perjanjian dengan Belanda

dilepasnya seluruh hak atas Jawa Barat, dan ditanggungnya biaya perang

kemudian Belanda merebut seluruh wilayah Pantai utara

untuk diserahkan kembali sebagai milik Susuhunan

Raja Mataram sendiri merebut Kediri, dimana Trunojoyo ditangkap

dengan kerisnya sendiri Susuhunan menghukumnya mati

Lalu pada tahun1680 Amangkurat mendirikan istana di Pajang-Wanakerta

dan pada tahun 1681 menerima penyerahan diri kakanda Puger

tetapi keluarga Kertasana dari Brantas dan Kajoran dari Klaten

begitu pula orang-orang Wanakusuma dari Gunung Kidul

dengan teguh meneruskan perjuangan mereka

hingga kelak bergabung dengan Untung Surapati di tahun 1686

[Back]

 

Bait 19

Susuhunan Amangkurat ke dua memerintah hingga tahun 1703

yaitu tahun dimana sang prabu meninggal dunia dan dimakamkan

Lalu naik takhtalah putra sang prabu, yaitu Susuhunan Amangkurat ketiga

dibantu oleh Patih Nerang Kusuma, Panembahan Cakraningrat

dan Untung Surapati

raja muda itu ingin mengikis habis pengaruh Belanda di Mataram

Pamanda Puger yang ingin menjadi raja merasa dicurigai

maka larilah ia ke Semarang untuk meminta bantuan Belanda

kembali bersama Belanda ke Mataram ia mengangkat dirinya menjadi raja

dan disebut dengan gelar Sinuwun Pakubuwono pertama

sedangkan Amangkurat ke tiga dan para pengikutnya lari ke timur

untuk meneruskan perjuangan melawan Belanda bersama Surapati

Setelah Surapati gugur pada tahun 1706

Susuhunan terus melawan hingga tahun 1708

yaitu ketika ia menyerah kepada Belanda

Seterusnya ia diasingkan ke negeri Sailan,

hingga mangkat disana pada tahun 1737.

 

Bait 20

Di negeri Mataram Pakubuwana pertama diikuti oleh yang kedua dan ketiga

maka pada masa Pakubuwana ketigalah Pangeran Mangkubumi memberontak

Karena ia tak terkalahkan diadakanlah perjanjian Giyanti pada tahun 1755

Mataram dibagi menjadi dua, yaitu Surakarta dan Yogyakarta

di Surakarta berkuasa wangsa Pakubuwana

dan di Yogyakarta wangsa Hamengkubuwana

Selanjutnya terjadi lagi pemberontakan oleh Raden Mas Said,

putra Mangkunegara,

yang selama masa peperangan disebut Pangeran Samber Nyawa

Iapun tak terkalahkan, sepak terjangnya benar-benar perkasa

Pada tahun 1757 diadakanlah perjanjian Salatiga

antara Raden Mas Said, Kasunanan dan Kompeni Belanda

di mana di sepakati bersama pembentukan wilayah Mangkunegaran

Terakhir adalah pembentukan wilayah Paku Alaman

Sewaktu Inggris menguasai Jawa dari tahun 1814 hingga 1818

ketika itu Pangeran Natakusuma dianggap berjasa

dan diangkat Gubernur Jendral menjadi Sri Paku Alam Kesatu

Demikianlah berlalu kebesaran dan kejayaan Mataram

untuk dikenang oleh semua orang yang menjadi pewarisnya

Jakarta, 1987 

[Back]

 

 

[Ben Poetica] - [Karya Carita]

 


 

 Copyright©soneta.org 2004  
 For problems or questions regarding this web contact
[admin@soneta.org] 
Last updated: 04/06/2015