13 Sakakala Darma

 

01 Prasasti Batutulis di kota Bogor  02 Sejarah Batutulis di kota Bogor  03 Amanat Batutulis di kota Bogor

 

***************************************************************************************************************************

   

   

   

   

   

   

 

 

01 Prasasti Batutulis di kota Bogor:

 

Pada mandala di Batutulis terdapat tiga buah batu utama, yaitu batu lingga, batu gilang, dan batu sakakala, atau batu prasasti itu sendiri. Batu lingga menjadi tanda bahwa mandala ini adalah pusat bumi-praja atau kerajaan. Selanjutnya batu gilang adalah takhta batu penobatan para raja Pajajaran. Sedangkan batu prasasti adalah tanda peringatan atas salah-satu raja terbesar dalam sejarah kerajaan Pajajaran. Sekarang ini batu gilang tersebut berada di Banten, sedangkan kedua batu lainnya masih berada di Bogor dalam keadaan yang terawat baik.

 

Sebagaimana umumnya prasasti-prasasti yang berasal dari wilayah Jawa Barat, isi tulisan pada prasasti Batutulis sangat singkat, sederhana, dan jelas. Merupakan salah-satu berita sejarah yag penting, prasasti Batutulis memuat sebuah peringatan tentang seorang raja agung dan beberapa karyanya yang besar.

 

Prasasti Batutulis didirikan oleh Prabu Surawisesa, raja Pajajaran yang sebelumnya berkedudukan di dekat Jatinegara (Sangiang), dan menjabat sebagai putra mahkota yang bergelar Ratu Sanghyang. Prasasti bertarikh 1455 itu dibuat oleh beliau dalam rangka pelaksanaan upacara Srada, pada peringatan 12 tahun mangkatnya ayahanda Prabu yang bergelar Sri Baduga Maharaja. Tokoh agung ini mangkat pada tahun 1521 masehi, sedangkan prasasti yang memperingatinya diresmikan oleh putranya pada tahun 1533 masehi.

[Back]

 

 

02 Sejarah Batutulis di kota Bogor:

 

pun ini sakakala prabu ratu purana pun. diwastu diya wingaran prabu guru dewata     prana. diwastu diya dingaran sri baduga ratu haji di pakwan pajajaran. ya siya nu nyusuk na pakwan. diya anak rahiyang dewa niskala sasida mokta di gunatiga. incu rahiyang niskala wastu kancana sasida mokta ka nusa larang. ya siya nu nyiyan sakakala, gugunungan, ngabalay, nyiyan samida, nyiyan sanghyang talaga rena mahawijaya.  ya siya pun. i saka panca pandawa  ngemban bumi.

 

Pada prasasti ini diberitakan bahwa raja Pajajaran yang ternama ini dinobatkan atau direstui sebanyak dua kali. Pertama di Galuh Pakuan dengan gelar Prabu Guru Dewata Prana, dan selanjutnya di Pakuan Pajajaran dengan gelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji. Beliau disebutkan sebagai tokoh yang datang untuk menetap dan membuat saluran air (nyusuk) di Pakuan Pajajaran. Adapun keterangan yang kedua itu menunjuk kepada salah-satu bagian dalam upacara penobatan raja-raja Pasundan. Sebagai pelengkap berita berita tradisi sejarah melaporkan pula bahwa Sri Baduga Maharaja dinobatkan pada malam hari purnamasidi yang merupakan puncak acara Seren Taun Pajajaran. Dengan berpegang pada tahun-tahun masa pemerintahan beliau maka dapat ditetapkan bahwa hari bersejarah itu jatuh pada tanggal 3 Juni 1482, yaitu tanggal yang kemudian dijadikan sebagai hari jadinya kota Bogor. Diberitakan pula bahwa peristiwa penobatan tersebut dilaksanakan di atas batu-gilang, yang telah dibuat khusus oleh mertua beliau, Prabu Susuk Tunggal. Adapun mertua beliau itu adalah juga saudara tiri ayahanda beliau, Rahiyang Dewa Niskala yang berkedudukan di Galuh Pakuan. Maka melalui peristiwa penobatan ini  pula Sri Baduga Maharaja menjadi penguasa Prahajyan Sunda, yang telah mewarisi Galuh Pakuan dari ayahnya dan Pakuan Pajajaran dari mertuanya.

 

Selanjutnya prasasti Batutulis juga memberitakan mengenai asal-usul Sri Baduga Maharaja, dengan menerangkna bahwa ayah beliau adalah Rahiyang Dewa Niskala, yang mangkat di Nusa Tiga, dan cucu Rahiyang Niskala Wastu Kancana, yang mangkat di Nusa Larang. Carita Parahyangan menerangkan pula bahwa Rahiyang Dewa Niskala hanya memerintah selama tujuh tahun, oleh karena kemudian terpasa mengundurkan diri karena telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang kerajaan. Sebaliknya Rahiyang Niskala Wastu Kancana, putra Prabu Maharaja yang gugur di Pasunda Bubat, memerintah kerajaannya selama 104 tahun. Di ibu-kotanya yang berada di Kawali beliau berkedudukan dan memancarkan kewibawaannya yang tak tertandingi. Beliau dikenal sebagai seorang raja yang tekun menjalankan tapa, mengikuti agama, dan mematuhi darmasiksa kerajaannya. Sehingga seluruh rakyatnya hidup dalam keadaan aman dan tenteram, oleh karena keadilan raja, serta seluruh negeri berada dalam keadaan subur dan makmur (kertajaga). Adapun  salah-satu istri beliau adalah seorang putri dari kerajaan Lampung yang menurunkan Prabu Susuk Tunggal.

 

Beberapa hasil karya Sri Baduga Maharaja yang besar diterangkan pula dalam Prasasti Batutulis. Pertama disebut adalah sakakala gugunungan, yang merupakan salah-satu pusat upacara yang penting dan dalam tradisi pantun Bogor digambarkan terdiri dari tujuh batu dengan tiga undakan, yang terletak di bawah pohon Kiarahiang. Selanjutnya disebutkan pula bahwa beliau telah membuat jalan batu, atau ngabalay, baik di ibu-kota kerajaan maupun di seluruh wilayah negeri. Beliau diberitakan pula telah membuat Samida (hutan lindung) dan Sanghyang Talaga Rena Mahawijaya (danau buatan dari bendungan sungai). Tradisi sejarah Sunda melaporkan pula bahwa pada masa pemerintahan beliau telah disusun naskah Siksakanda ng Karesian yang merupakan buku petunjuk tentang berbagai jenis pengetahuan dan akhli-akhlinya yang berada di wilayah kerajaan Pajajaran. Akhirnya dalam berita yang berasal dari naskah Carita Parahyangan disebutkan pula bahwa beliau, yang juga disebut dengan gelar Prabu Nalendra Puja Permana dan Sang Ratu Jaya Dewata itu, telah memerintah kerajaannya selama 39 tahun dan mangkat di Rancamaya (sanghyang ri rancamaya).

 

Kebesaran Sri Baduga Maharaja dan kedaaman pengetahuannya dalam banyak hal melanjutkan keagungan masa pemerintahan Rahiyang Niskala Wastu Kancana. Dalam cerita pantun dan berbagai tradisi sejarah Sunda keluhuran para raja Pajajaran itu diabadikan sebagai tokoh agung yang bernama Prabu Siliwangi. Melalui nama itu wrisan budaya dan sejarah Prahjyan Sunda tertanam di dalam hati sanubari angkatan-angkatan selanjutnya. Nama Rahiyang Prabu Siliwangi hidup dalam keabadian alam rasa dan memancarkan sinar kewibawaan yang terang benderang. Di alam rasa suara dari masa silam berkumandang di masa kini untuk mengarahkan pandangan jiwa ke masa depan yang penuh harapan.

[Back]

 

03 Amanat Batutulis di kota Bogor:

 

Pemahaman atas makna yang tertera pada prasasti Batutulis mengarahkan kesadarn diri ke alam rasa sejati, di mana yang pernah ada tidak menjadi sirna, dan yang akan ada mulai disingkapkan. Ternyata apa yang dituliskan di masa lalu mempunyai dampak dan pengaruh, oleh karena di dalamnya terkandung makna-makna yang abadi. Dari prasasti bersejarah ini memancar kekuatan sejarah yang menyentuh dan menggerakkan rasa di dalam raga untuk menuju kepada tujuan-tujuan yang bersifat luhur, agung, dan suci. Dengan sangat ajaib dan amat gaib tindakan menuliskan berita dan isi berita yang dituliskan menanamkan pancaran keabadian dalam batasan kesementaraan waktu. Oleh karena getaran semangat daya-prana, yang memancarkan daya-cahaya, melalui pelaksanaan jalan Samadhi Chakra Yoga telah mempersatukan sinar-sinar daya insani, alami, dan ilahi dalam sebuah tindakan agung. Pada prasasti Batutulis tersurat darma raga mulia dan tersirat wahyu rasa sejati.

 

Bertanya di alam rasa dan mendengar dalam bahasa rasa, membawa rasa di dalam raga  melintasi gerbang-gerbang pengetahuan. Adalah guru di alam rasa yang menuntun seorang siswa untuk menemukan guru di dalam dirinya sendiri. Supaya dia yang telah berguru kepada rasa batin yang sejati kemudian dapat menuntun mereka yang sedang berguru dan selanjutnya mengarahkan mereka yang telah berguru untuk menjalankan darmanya sebagai guru. Karena guru yang terutama adalah rasa sejati, yaitu sumber dan sekaligus pancaran hidup di alam kehidupan.

 

Prasasti Batutulis menggambarkan kepada manusia di masa kini tentang seorang tokoh yang berbudi luhur. Ia telah menjalani hidupnya secara sempurna-paripurna sehingga perjalanan hidupnya kini merupakan sebuah riwayat suci (purana). Tokoh ini telah datang untuk berdiam menetap, sesuai dengan panggilan darma kehidupannya, dan mengalirkan air yang menyejukkan hati mereka yang menjadi tanggung-jawabnya (nyusuk na pakwan). Sebelum peresmian dirinya sebagai seorang maharaja agung, ia telah ditahbiskan untuk menjadi guru, yang telah mampu untuk membangkitkan daya-prananya, melalui pemusatan pikiran, pada perjalanan napas yang teratur (Guru Dewata Prana). Sebagai seorang raja ia menjalankan puja-bakti, yang memberikan kepada dirinya pandangan yang terang, melalui mata ketiga yang dimilikinya (Nalendra Puja Permana). Dipengaruhi oleh kewibawaan dirinya, maka peristiwa penobatannya sebagai maharaja merupakan bagian dari upacara pengucapan syukur (seren taun), dan mewujudkan persatuan yang tulus dan terpuji (Galuh Pakuan-Pakuan Pajajaran). Di dalam pribadi tokoh ii terdapat kegaiban suci (Dewa Niskala), yang diungkapkan dengan sempurna sebagai kekuatan darma yang mendatangkan tiga  manfaat atau kegunaan. Di dalam pembawaan dirinya terpancar sinar terang yang merupakan karunia pentahbisan alam kegaiban (Niskala Wastu Kancana), sehingga ia mampu untuk memasuki alam rasa sejati, yang terlarang bagi mereka yang belum dianggap layak(nusa larang). Dia adalah saka-guru bagi kehidupan di alam sekitarnya  (Susuk Tunggal).

 

Pada prasast Batutulis diberitakan pula tentang beberapa hasil karya agungnya. Didirikannya pemujaan berupa batu bersusun tujuh dengan tiga undakan sebagai tanda peringatan (sakakala-gugunungan). Maka itulah gambaran Samadhi Chakra Yoga, di mana rasa di dalam raga yang menjalin dan mengalir dari susunan sukma-jiwa-raga bergerak, dan menggerakkan kesadaran, melintasi ketujuh chakra pada diri manusia. Dibanngunnya pula jalan- jalan, yaitu jalan perhubungan budi, jalan penyelesaian masalah, dan jalan penyempurnaan batin (ngabalay). Lalu dibuatnya hutan lindung cagar alam, karena tanggaung-jawab seorang raja adalah untuk melindungi kehidupan,meneduhi jiwa-jiwa yang letih-lesu, dan menumbuhkan benih-benih kebaikan (samida). Akhirnya, dibendungnya sungai dan diciptkannya telaga sebagai sumber pengairan negeri (sanghyang talaga rena mahawijaya). Ketika derasnya arus pikiran terhenti dan perasaan tidak lagi terombang-ambing, dan jiwapun menjadi tenang, tampaklah di lubuk hati yang terdalam sumber kehidupan yang indah (Leuwi Sipatahunan). Sesungguhnya jiwa yang telah dibaharui adalah jiwa yang kii siap untuk memulai hidup yang baru.

 

Di dalam sseluruh karya dan kehidupan tokoh agung ini sungguh terpancar kebenaran (darma) dan keteraturan (siksa). Dari istana Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati  di Pakuan Pajajaran memancar keluhuran budi, yang telah menemukan pada dirinya guru kehidupan di alam rasa sejati. Sinarnya menerangi seluruh negeri di masa itu dan menjangkau hingga ke masa kini. Supaya para putra di masa sekarang bersujud kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, berpikir mengkaji alam, dan bekerja memacu diri untuk masa depan yang lebih baik. Demi kesejahteraan umat manusia, dalam rangka menjalankan ibadah yang sejati.

 

Prasasti Batutulis berakhir dengan candarasengkala penanda waktu yang berbunyi … I Saka Panca Pandawa Ngemban Bumi ..., yang berarti tahun Saka 1455 atau sama dengan tahun masehi 1533. Tarikh Saka menyatakan awal sejarah Nusantara, ketika Pangeran Aji Saka tampil dalam panggung sejarah untuk mewujudkan ketiga amanat yang diembannya, yaitu amanat kehidupan, amanat kebudayaan, dan amanat kesejahteraan. Di masa sekarang  ketiga amanat tersebut telah menyatu sebagai amanat penderitaan rakyat. Sesungguhnya di situlah pula letak keagungan tokoh yang diberitakan dalam prasasti Batutulis, yaitu bahwa selama hidupnya ia telah mengusahakan dengan segenap jiwa-raganya untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat yang menjadi tanggung-jawabnya. Maka dengan berpegang kepada kelima keadaan yang bersifat mutlak (Panca), dan dengan mengamalkan kelima sila kehidupan yang luhur (Pandawa), para ksatria pembela darma mengabdi dalam ketulusan hati (Ngemban), di atas persada yang dipijaknya (Bumi).

 

Karang Ambu, Bogor, Kamis Pon,04/01/1996, disalin di Jayakarta, 27/11/1999, Sabtu Legi, 18/08/1932   

 

[Back]

 

 

[Ben Poetica] - [Karya Carita]

 


 

 Copyright©soneta.org 2004  
 For problems or questions regarding this web contact
[admin@soneta.org] 
Last updated: 04/06/2015