1999

 

***************************************************************************************************************************   

   

   

   

   

    

PATRIOTISME KERAKYATAN INDONESIA

 

Amanat Perjuangan Rakyat

Perbincangan mengenai hubungan antara negara dan masyarakat, yang berlangsung  di sepanjang jalan, antara Sumpiuh dan Kutoarjo, dalam perjalanan menuju Yogyakarta, akhirnya disimpulkan dalam sebuah pernyataan umum tentang Amanat Perjuangan Rakyat. Pada hakekatnya amanat tersebut merupakan rangkuman dari ketiga amanat yang mendasari tujuan dan usaha mewujudkan negara, sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Amanat yang pertama adalah Amanat Penderitaan Rakyat, yang secara historis telah bertumbuh dari rasa keprihatinan para pejuang tanah-air akan nasib rakyatnya, yang terjajah di bawah sistem kolonial Belanda dan tatanan feodal masyarakat pribumi. Dalam rangka mengemban amanat inilah para pejuang dari berbagai kalangan pergerakan telah berusaha untuk menggalang kekuatan-kekuatan di dalam masyarakat dan membina kesadaran rakyat untuk berjuang bagi nasibnya sendiri. Sehingga seluruh komponen bangsa akhirnya dapat dihimpun dalam satu ikatan kebangsaan, dan dengan bersatu-padu berhasil untuk mengusir kaum penjajah dari seluruh wilayah negeri. Walaupun harus disadari pula bahwa belum tentu tercapainya kemerdekaan sebuah negara itu juga berarti telah bebasnya rakyat, khususnya dari praktek-praktek utilisasi, eksploitasi, dan manipulasi yang bertentangan dengan keadilan. Oleh sebab itu negara sebagai pengemban Amanat Penderitaan Rakyat itu sendiri adalah sebuah amanat, terutama bagi mereka yang terpilih menjadi para penyelenggara negara. Sehingga pemerintah sebagai pengelola negara memang mengemban kewajiban untuk mewujudkan amanat yang kedua, yaitu Amanat Pemberdayaan Rakyat. Karena itulah setiap penyelenggara negara harus menyadari pula bahwa pada hakekatnya keberadaan negara adalah untuk rakyat, dan bukan sebaliknya rakyat untuk negara. Dalam pengertian itulah para penyelenggara negara berjuang sebagai abdi rakyat, bukan semata-mata sebagai abdi negara. Supaya dengan demikian pembangunan dapat diupayakan untuk kepentingan rakyat, pemerataan dapat dilaksanakan untuk kesejahteraan rakyat, dan pertumbuhan dapat dicapai dengan hasil yang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat. Maka dengan kemakmuran dan tingkat keterdidikan yang terus meningkat rakyat akan menjadi semakin sadar akan hak dan kewajiban politiknya. Sebagai akibatnya, pada akhirnya seluruh rakyat akan siap untuk melaksanakan Amanat Perjuangan Rakyat yang ketiga, yaitu Amanat Pemerintahan Rakyat. Dalam hal ini apa yang dimaksud adalah pembentukan sebuah pemerintahan nasional kerakyatan yang berasal dari rakyat, diwujudkan oleh rakyat, berlangsung untuk kepentingan rakyat, dan bertanggung-jawab kepada rakyat. Melalui pemilihan umum, dan bila perlu referendum atas berbagai masalah yang menyangkut kepentingan rakyat banyak, serta pembentukan fungsi-fungsi pemerintahan yang transparan, dengan pembagian, perimbangan, dan pengawasan atas kekuasaannya, Amanat Pemerintahan Rakyat tersebut akan dapat diwujudkan. Khususnya dengan tujuan untuk menegakkan tatanan kenegaraan dan kemasyarakatan yang berlandaskan kedaulatan rakyat, dengan tatanan sosial, ekonomi, dan politik yang adil berdasarkan hukum. Maka dalam pengertian ini pula dapat dikatakan bahwa tidak ada suatu halpun yang secara politis perlu dianggap sakral, kecuali kedaulatan rakyat itu sendiri. Konstitusi, dan perundangan-undangan negara apapun, hanyalah layak untuk dipertahankan dalam  konteks pelaksanaan  kedaulatan rakyat tersebut (03/12/1999, ditulis 11/12/1999).

 

Dimensi Spiritual Dalam Perjuangan Rakyat

Maka usaha apapun yang harus dilakukan, dalam rangka mengemban Amanat Perjuangan Rakyat, tentunya membutuhkan keteguhan lahir dan batin. Karena pengabdian yang sejati kepada rakyat itu pada dasarnya merupakan suatu kebaktian atau ibadah yang luhur. Oleh sebab itu para penyelenggara negara dan masyarakat perlu untuk selalu mengalami kebangkitan rasa dan kebangunan rokhani di dalam dirinya, supaya tidak akan pernah menjadi jemu ataupun jenuh dalam menjalankan tugas pengabdiannya. Bila tidak demikian maka akan mudah merasa hilang semangat dan putus-asa, khususnya dalam berjuang mewujudkan Keadilan Ratu (Tuhan) dan Kedaulatan Rakyat, yaitu pemerintahan rakyat yang menjadi harapan seluruh bangsa. Oleh sebab itulah kekuatan batin yang teguh harus senantiasa ditumbuhkan, agar mampu untuk berjuang demi kesejahteraan rakyat. Baik dengan menggunakan tata-cara keagamaan yang dianut maupun dengan menggunakan tata-cara kepercayaan/kerokhanian lainnya. Karena setiap usaha untuk mewujudkan negara, bangsa, dan masyarakat yang sungguh-sungguh merdeka dan mandiri adalah sebuah usaha yang harus dilaksanakan dengan seluruh  kemampuan berdoa, berpikir, dan bekerja (04/12/1999:7/1:25/08/1932).

 

Negara Kerakyatan & Pancasila

Oleh sebab itu apakah bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia akan tetap ada, atau barangkali di suatu saat nanti berubah bentuk menjadi sebuah negara serikat, bukanlah merupakan persoalan yang utama. Karena apabila cita-cita para pendirinya hendak dipertahankan, maka Republik Indonesia harus menjadi sebuah negara kerakyatan yang berdasarkan Pancasila. Maka sebagai sebuah negara kebangsaan, politik kenegaraannya bersifat sosial, sekular, dan spiritual. Sehingga negara  tersebut akan selalu  mempunyai  tujuan  sosial-politik yang  bermuara pada terwujudnya sebuah masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Selanjutnya disebut pula sekular oleh karena pembentukannya dahulu bukanlah dalam rangka memenuhi amanat salah-satu agama tertentu, dan penyelenggaraannya sekarangpun tidaklah didasarkan atas hukum-hukum keagamaan tertentu pula. Akan tetapi juga dikatakan berciri spiritual oleh karena di dalam memperjuangkan terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera itu para penyelenggara negara juga terpanggil untuk memperhatikan berbagai sumber nilai-nilai etika dan moral yang bersifat religius. Berdasarkan hal itulah negara perlu bersikap menghargai dan mendukung kepada berbagai agama dan kepercayaan yang ada, serta berfungsi  di atas nilai-nilai luhur yang berasal daripadanya. Di dalam konteks Negara Republik Indonesia nilai-nilai luhur yang dimaksud adalah terutama dan khususnya  nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan, yang juga telah  dikukuhkan  sebagai dasar negara Pancasila (06/12/1999).

[Back]

 

Perjuangan Indonesia & PKI

Pada hakekatnya perjuangan untuk mewujudkan Negara Kerakyatan Republik Indonesia adalah sebuah proses politik sejarah yang hingga saat ini belum berakhir. Sejak Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, dan Negara Republik Indonesia dibentuk pada tanggal 18 Agustus 1945, serta  Kedaulatan Negara Indonesia diperoleh pada tanggal 27 Desember 1952, berbagai prahara sosial-politik telah dilalui oleh seluruh bangsa Indonesia. Pergolakan kedaerahan, pertentangan ideologis, dan pertarungan berdarah telah berkali-kali  melanda negara yang baru berdiri selama 59 tahun ini. Di antara berbagai peristiwa tragis yang pernah terjadi di Indonesia, pertumpahan darah yang terjadi di sekitar apa yang disebut sebagai Gerakan 30 September (G-30-S) adalah salah-satu  peristiwa  yang  paling dahsyat  dan mengerikan. Dalam seluruh peristiwa ini Partai Komunis Indonesia (PKI), dan organisasi-organisasi massa pendukungnya, telah dijadikan pihak tertuduh yang utama. Entah seberapa jauh kebenaran yang berada di balik tuduhan ini, namun apabila para pimpinan PKI memang terbukti terlibat, sesungguhnya apa yang telah diganjarkan kepada para pendukungnya amat jauh melampaui kesalahan yang dituduhkan itu. Penangkapan, penahanan, pembuangan, perampasan, pemerasan, penyitaan, perusakan, penghinaan, pemaksaan, perundungan, pelecehan, pemerkosaan, pembunuhan, dan pembantaian telah terjadi secara meluas di berbagai wilayah tanah-air atas para pendukung PKI dan organisasi-organisasi massanya, bahkan juga atas orang-orang yang tidak bersalah, yaitu mereka yang hanya sekedar ikut-ikutan atau kebetulan terkena fitnah. Dalam hampir semua kasus dijatuhkannya berbagai bentuk hukuman, sebagaimana telah disebut di atas, telah berlangsung di luar proses dan prosedur peradilan yang semestinya. Perpaduan antara apa yang nampaknya merupakan tindakan terencana dari kalangan militer, dengan spontanitas massa penentang PKI, telah berhasil menumpas partai politik itu secara tuntas. Bersama dengan ditumpasnya PKI telah ikut tertumpas pula organisasi-organisasi massa pendukungnya, di antaranya Barisan Tani Indonesia (BTI), Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), Serikat Buruh Kereta Api (SBKA), Persatuan Pamong Desa Indonesia (PPDI), Gerakan Wanita  Indonesia (Gerwani),  Pemuda Rakyat (PR), Angkatan Muda Pembangunan Indonesia (AMPI), Himpunan Sarjana Indonesia (HSI), Persatuan Guru Republik Indonesia Non Vak Sentral (PGRI-NVS), Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI), Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra), dan lain-lain. Dalam tempo yang tidak terlalu lama, yaitu antara tahun 1965 dan 1966, hampir seluruh kekuatan politik Partai Komunis Indonesia telah dilumpuhkan. Bahkan melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat  (Sementara) Republik Indonesia ajaran Marxisme, Leninisme, dan Komunisme, berikut organisasi-organisasi yang menganutnya, kemudian dilarang di seluruh wilayah Indonesia. Adapun korban yang telah terbunuh dalam seluruh episode sejarah ini berkisar antara ratusan ribu hingga jutaan jiwa, tergantung versi dan estimasi mana yang digunakan. Menurut keterangan bapak A.M. Hanafi, mantan duta besar RI di Kuba, dalam majalah Tempo edisi 13-19 Desember 1999, masih dalam bulan Desember 1965  ketua Tim Pencari Fakta Korban G-30-S, Mayor Jenderal Soemarno, dengan didampingi Menteri Negara Oei Tjoe Tat, telah melapor kepada Presiden Soekarno bahwa korban yang tewas mencapai kurang-lebih satu juta orang.  Akan tetapi sebeanrnya di samping itu banyak di antara mereka yang selamat kemudian harus meliwati tahun-tahun penderitaan, baik di dalam penjara maupun di tempat pengasingan seperti Pulau Buru. Di samping itu seringkali pula anggota keluarga yang tidak terlibat, seperti misalnya anak-anak dari kalangan tokoh PKI, juga ikut menanggung akibat yang memberatkan dari kebijaksanaan bersih lingkungan, yang biasanya diterapkan secara sporadis pada periode-periode tertentu. Khususnya pada saat-saat di mana pihak yang berwajib merasa perlu untuk kembali mengingatkan masyarakat tentang apa yang disebut bahaya laten PKI. Dalam suasana yang penuh tekanan yang mencekam itu suara yang memperjuangkan keadilan bagi rakyat praktis menjadi terbungkam. Baru dengan bangkitnya Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat pada dekade 1980an, tuntutan bagi keadilan dan kesejahteraan rakyat mulai terdengar kembali. Kebetulan perkembangan itu terjadi hampir bersamaan dengan mulai dibebaskannya sebagian  besar  tahanan politik eks anggota PKI dari  Pulau Buru, dan berbagai penjara di seluruh wilayah tanah-air. Dengan meninggalkan sisa tahanan politik yang baru menerima pembebasannya setelah pemerintahan Presiden Soeharto berakhir pada tahun 1998. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa hingga saat ini sekalipun peristiwa G-30-S masih meninggalkan bekas luka yang mendalam. Bukan hanya pada pihak-pihak yang dulu dituduh sebagai pendukungnya, akan tetapi juga di  kalangan mereka  yang  pernah menentangnya. Bagi bangsa Indonesia tragedi nasional G-30-S sebenarnya masih merupakan sumber kegelisahan batin yang belum sepenuhnya hilang. Rekonsiliasi nasional, yang  sangat didamba-dambakan oleh seluruh bangsa Indonesia, belum akan berhasil sampai seluruh peristiwa berdarah yang terjadi pada tahun 1965 itu dapat diangkat ke permukaan dan dibahas secara terbuka. Bahkan bila perlu dengan merehabilitasi mereka yang tidak terbukti terlibat, khususnya mereka yang telah dirugikan dalam peristiwa  yang  sangat  mengerikan itu (11/12/1999:7/3:03/09/1932).

 

Keyakinan Hidup Seorang Tokoh PKI

Sebagaimana tersirat dalam hati di tengah perjalanan antara Butuh dan Prembun, ... riwayat hidup yang bersangkutan tidak dimuat … ketabahan dan kesabaran hati adalah sumber kekuatan dan kepercayaan diri yang besar. Sedangkan kepercayaan diri yang besar itu adalah awal dari bertumbuhnya keyakinan akan hidup, yaitu hidup yang di dalamnya mengandung berbagai karunia dan rakhmat kehidupan. Maka hidup seperti itu adalah hidup yang memberi jalan, membuka peluang, dan mendatangkan kesempatan. Sebuah perjalanan dengan pandangan hidup yang mampu untuk merubah kejatuhan menjadi kebangkitan dan keterpurukan menjadi keberdayaan. Sehingga dalam penghayatan yang utuh akan makna kehidupan itu sendiri sesungguhnya hidup adalah sebuah karunia yang sangat berharga. Hidup adalah sebuah anugerah yang harus selalu dipelihara, dikembangkan, dan dimenangkan. Supaya hidup yang dijalani dengan baik dapat menjadi berguna dan mempunyai arti, karena tidak akan pernah dibiarkan untuk berlangsung dalam kesia-siaan. Maka di dalam keyakinan diri yang utuh,  kehidupan yang ada akan selalu diterima sebagai berkat, dan dijalani dengan baik agar juga  dapat menjadi berkat. Dengan demikian siapapun ...  itu (sebagai tokoh PKI), dan bendera apapun yang dulu diperjuangkannya selama ia hidup, apabila ia telah hidup dalam rangka menghidupkan sesamanya, maka sesungguhnya kehidupannya tidak akan berakhir dengan kematiannya. Karena apapun yang telah ia perbuat, dengan niat kehidupan yang baik, akan tetap hidup dalam kehidupan setiap orang yang pernah dibelanya. Maka kehidupan yang telah dilayaninya dengan setia, yaitu kehidupan yang menjadi sumber dari segala-sesuatu yang hidup, akan membalas setiap perbuatannya dan mendatangkan kesejahteraan kepada keluarga yang dicintainya (11/12/1999-13/12/1999).

[Back]

 

Sebuah Bentuk Keyakinan Iman

Memang sesungguhnya keyakinan akan hidup adalah sebuah keyakinan iman, yaitu iman kepada segala-sesuatu yang baik, luhur, dan terpuji dalam kehidupan. Sebagai keadaan yang berkembang dari sebuah awal, dengan arah dan tujuan yang menuju kepada kemajuan, kehidupan adalah sebuah proses yang bersifat abadi. Agama mengajarkan bahwa kehidupan berasal dari Tuhan, yang juga telah menciptakan dan menggerakkan proses kelangsungannya. Manusia dapat merasakan melalui batinnya keberadaan Tuhan dalam seluruh gerakan alam semesta. Sedangkan melalui akal-budinya ia bersaksi, dengan penuh ketakjuban, bahwa kehidupan dalam seluruh keajaibannya adalah jalan ketuhanan yang utama. Sehingga di dalam penghayatannya akan hidup, yaitu hidup yang dilandasi semangat kasih dan keadilan, sesungguhnya manusia hidup pula dalam moralitas ketuhanan. Di dalam kemanusiaannya ia hidup berketuhanan, walaupun tanpa mempercakapkan tentang apa yang menjadi keyakinan hatinya. Maka bagi dirinya pengabdian kepada  kehidupan  semesta  itulah yang menjadi agama dan  ibadahnya yang sejati.

 

Kehidupan Yang Evolusioner & Revolusioner

Di dalam kehidupan alam semesta manusia adalah pengejawantahan dari wujud kehidupan yang paling sempurna. Oleh karena ia adalah makhluk yang berakal-budi, dan dapat memahami alam kehidupan di sekitarnya. Sehingga dengan demikian ia juga dapat menentukan arah dan tujuan hidupnya. Baginya kehidupan adalah sebuah proses perkembangan yang bersifat evolusioner, yaitu kehidupan yang berawal dari wujud yang lebih sederhana dan bertumbuh menjadi wujud yang semakin lama menjadi semakin lebih sempurna. Oleh sebab itu segala-sesuatu yang hidup itu bergerak dari tingkat-tingkat kehidupan yang lebih terbelakang menuju kepada tingkat-tingkat kehidupan yang lebih maju. Demikianlah perkembangan kehidupan terus-menerus berlangsung, secara bertahap dan berangsur-angsur melalui kurun waktu yang sangat panjang. Namun demikian di dalam proses kehidupan yang bersifat evolusioner itu terkandung pula potensi perubahan yang bersifat revolusioner, yang memungkinkan terjadinya perubahan keadaan secara dahsyat, dalam tempo yang relatif singkat. Maka demikianlah dalam sejarah kehidupan di muka bumi telah  terjadi perubahan-perubahan yang besar, yaitu proses alam yang telah merubah berbagai organisme dan organisasi kehidupan secara menyeluruh dan utuh.

 

Kehidupan Yang Berjuang

Proses perkembangan dan perubahan kehidupan itu pada dasarnya bersifat material, karena menyangkut aspek-aspek kehidupan yang dapat dilihat, didengar, dicium, dan dirasakan. Akan tetapi oleh karena kesadaran akal-budinya, serta kepekaan rasa batinnya, pemahaman manusia atas proses kehidupan yang dialaminya juga memberinya makna yang bersifat spiritual. Dalam suasana penderitaan, yang berasal dari ketidak-tahuan, ketidak-pastian, dan ketidak-wenangan yang dirasakannya, manusia terpanggil untuk bangkit dan berjuang, dalam rangka memperoleh pengetahuan, kepastian, dan kewenangan atas dirinya. Karena ingin mengatasi penderitaannya, yaitu penderitaan yang mendera hatinya, dan dengan demikian  meraih kebahagiaan dirinya, dengan segala daya manusia akan selalu berusaha untuk mencapai ujung kebenaran. Melalui proses inilah manusia mengembangkan bagi dirinya agama, budaya, dan filsafat, supaya berbagai fenomena kehidupan yang bersifat material itu dapat memperoleh makna spiritualnya. Sehingga dengan demikian segala-sesuatu yang dialaminya dalam kehidupan akan senantiasa meneguhkan keyakinan hidupnya. Sedangkan keyakinan hidupnya itu akan membuatnya mampu untuk menjalani kehidupan, dan bahkan mendorongnya maju untuk melakukan perubahan yang berarti. Sebagaimana dikatakan oleh pencetus gerakan kaum buruh sedunia, walaupun dengan cara yang sedikit berbeda, bahwa para pemikir hanyalah berusaha untuk memahami kehidupan, sedangkan pada hakekatnya persoalan yang utama adalah bagaimana merubah kehidupan itu sendiri. Tentunya dengan maksud untuk membuat sebuah keadaan menjadi lebih baik daripada keadaan sebelumnya.

 

Kehidupan Dalam Dinamika Perubahan

Seperti telah dikatakan di atas, kehidupan alam semesta, dan kehidupan manusia di dalamnya, terus-menerus bergerak melalui perubahan demi perubahan. Suatu keadaan tertentu akan senantiasa mengalami perubahan di dalam keberadaannya sendiri, hingga menimbulkan keadaan yang berlawanan dengan keadaan yang semula. Pertentangan di antara keduanya itu kemudian akan menimbulkan keadaan yang sama-sekali baru, yaitu sebuah keadaan yang pada gilirannya akan mengalami proses perubahan yang sama dan serupa. Demikianlah kehidupan, dan segala-sesuatu di dalamnya, bertumbuh, berkembang, dan berubah melalui proses perkembangan alam. Maka oleh karena alam merupakan sumber pengkajian akal yang utama, setiap usaha untuk memahami proses perubahan itu perlu didasarkan atas pemahaman tentang alam materi. Dalam pemahaman tentang proses kehidupan, yang berlangsung sepanjang masa itu, manusia kemudian menyadari adanya suatu hukum atau ketentuan alam yang bersifat hakiki di dalam setiap  proses  perubahan  yang  terjadi.       

[Back]

 

Dialektika & Historis Materialisme

Bila materi adalah dasar kehidupan manusia, maka materialisme adalah jalan peradabannya. Oleh karena itu sejarah umat manusia pada hakekatnya adalah sejarah perkembangan materialisme, komersialisme, dan utilitarianisme. Dengan arti kata lain, sejarah peradaban adalah sejarah perkembangan masyarakat yang didorong oleh perkembangan pada tatanan ekonominya. Di atas landasan itulah pula agama, budaya, filsafat, dan politik juga mengalami perkembangannya. Melalui perubahan pada tatanan ekonomi, yang dianggap sebagai struktur utama masyarakat, seluruh struktur kemasyarakatan lainnya juga mengalami perubahannya. Pada awal sejarah peradaban umat manusia, ketika masyarakat masih tertata dalam gaya hidup komunal, kehidupan  setiap orang berlangsung secara mandiri dan sederhana. Setiap orang berkarya dan mencipta dengan bebas sesuai dengan keinginan dan kebutuhan dirinya sendiri. Dari apa yang dihasilkannya ia bebas pula untuk mengadakan pertukaran barang maupun jasa dengan pihak lainnya. Setiap orang hidup bagi dirinya, karena ia hidup sesuai dengan kebutuhannya. Tidak ada pihak manapun yang memerintahnya dan mengaturnya serta berkuasa atas dirinya. Semua yang baik bagi dirinya baik pula bagi sesamanya dan begitu pula sebaliknya. Selanjutnya pada tahap perkembangan masyarakat berikutnya, yang disebut masyarakat feodal, proses sejarah telah menciptakan lembaga-lembaga kekuasaan, yang berpusat di sekitar raja dan kaum bangsawannya. Baik dengan karya-jasa maupun dengan tipu-dayanya kelas penguasa telah memperluas penguasaannya atas tanah dan rakyat yang hidup di atasnya. Sebagian besar anggota masyarakat kini hidup dalam keadaan diperhamba, baik dalam kedudukannya sebagai buruh tani, penggarap tanah, dan petani pembayar pajak dan upeti, maupun sebagai abdi dan pelayan para penguasa beserta keluarganya.  Kemudian pada tahap perkembangan sejarah berikutnya, yaitu ketika modal atau kapital dalam kegiatan industri dan wiraswasta menjadi semakin penting, kaum pengusaha menjadi kelas penguasa yang baru. Sebagai pembayar pajak, pemberi pinjaman, dan penggerak pembangunan mereka berhasil menggeser kedudukan para bangsawan dan tuan-tanah, melalui lembaga-lembaga pemerintahan dan perwakilan yang dapat dikuasai dan dipengaruhinya. Pada tahap perkembangan ini sebagian besar anggota masyarakat telah beralih menjadi buruh, pekerja, dan pemberi jasa. Sedangkan mereka yang  masih hidup di wilayah pertanian menjadi bagian yang tertinggal dalam proses kemajuan jaman. Pada waktu itu seseorang yang berasal dari kelas buruh hidup untuk dipekerjakan, diperbandingkan, disederhanakan, dan bila perlu diberhentikan. Tidak lagi hidup di tengah alam pedesaan yang berudara bersih dan bersuasana menyenangkan, sebaliknya kini ia harus hidup di daerah-daerah pemukiman yang kumuh, kotor, dan terbelakang. Proses urbanisasi yang berlangsung terus-menerus dengan tanpa henti membuat keadaan semakin parah, dan mengakibatkan kaum buruh menjadi semakin dan tertindas. Pada saat terjadinya krisis kelebihan produksi, yang diikuti di mana-mana dengan bangkrutnya badan-badan usaha, para buruh miskin itulah yang akan terkena dampaknya terlebih dahulu. Mereka menjadi kaum pengangguran yang tidak mempunyai hak-hak sosial apapun, dan terpaksa hidup dalam keadaan sangat terlecehkan. Sebaliknya dengan mereka yang telah menjadi kaya di atas tetesan keringat para buruhnya, dan selama ini telah menikmati apa yang bukan sepenuhnya merupakan miliknya. Sebagian dari mereka akan tetap dapat hidup dengan hasil tabungan dan simpanannya. Maka melalui krisis kelebihan produksi yang terjadi dari waktu ke waktu jumlah kaum buruh miskin akan menjadi bertambah dengan tergabungnya pengusaha-pengusaha kecil yang telah menjadi bangkrut. Akan tetapi perekonomian akan selalu bangkit kembali, oleh karena kapital yang kini telah memiliki dinamikanya sendiri. Sehingga akan selalu ada anggota kelas pengusaha yang berhasil meliwati krisis, yang jumlahnya telah berkurang, akan tetapi dengan modal usaha yang bertambah besar. Mereka itulah kaum pemilik modal, yang mampu untuk hidup senang di tengah penderitaan panjang kaum buruh, petani, dan pemberi jasa, yang hidup dalam kekurangan. Konsentrasi modal swasta menjadi semakin besar, bersamaan dengan terjadinya proses pemiskinan masyarakat yang semakin menghebat pula. Keadaan yang tak tertahankan ini akhirnya akan menggerakkan kaum buruh, dan rekan-rekannya sesama orang miskin, untuk bergabung dalam solidaritas kaum tertindas, yang akan berjuang untuk menggempur para pemilik modal. Karena sudah tidak punya apa-apa lagi, dan telah kehilangan rasa ikut memiliki, kaum buruh miskin tidak akan merasa takut lagi untuk memulai perlawanannya. Bukan hanya dalam satu negara tertentu, akan tetapi juga bersama kaum buruh tertindas di negara-negara lainnya, oleh karena musuh yang harus mereka hadapi bersama cenderung bekerja-sama dalam sebuah konspirasi internasional. Sebagaimana dianjurkan oleh pemikir utama gerakan kaum radikal, kaum buruh di seluruh dunia harus bersatu, tanpa rasa takut akan kehilangan apapun, karena satu-satunya yang akan hilang dari kehidupan mereka hanyalah rantai yang membelenggu kebebasan mereka. Maka dengan semangat pembebasan, kaum buruh dan semua orang yang selama ini hidup tertindas akan merebut kekuasaan dan mengambil-alih pemerintahan. Di bawah pimpinan sebuah partai pelopor mereka akan menghancurkan tatanan masyarakat  yang tidak-adil dan membentuk sebuah tatanan masyarakat yang baru. Orang-orang yang dahulu hidup dalam keadaan terjajah, dan mereka yang dahulu menjajahnya, akan mengalami proses emansipasi sosial yang bersifat total. Di bawah pengarahan para pemimpin partai pelopor kaum buruh, dan  rekan-rekannya senasib sepenanggungan, yang sekarang telah memerdekakan dirinya, akan membangun sebuah negara yang adil dan makmur. Semua sumber-daya alam kini akan digunakan bagi kesejahteraan seluruh anggota masyarakat. Sekarang tidak ada lagi kekayaan pribadi yang dapat dimanfaatkan hanya oleh segelintir manusia. Semua orang bekerja, belajar, dan bermasyarakat dalam suasana keberdayaan yang sempurna. Maka pada waktu masyarakat telah menjadi semakin mandiri, dan tidak ada lagi ketimpangan sosial di dalamnya, kebutuhan akan negarapun akan menjadi semakin berkurang. Negara berangsur-angsur akan menjadi sirna dengan sendirinya, dan manusiapun mulai menjadi tuan atas nasibnya sendiri. Semua orang akan hidup dalam kebahagiaan kerja, karena setiap orang akan memberi sesuai dengan kemampuannya dan menerima sesuai dengan kebutuhannya. Kehidupan yang akan berlangsung sebagai sorga di bumi inilah yang menjadi impian para tokoh pendukung revolusi sosial. Seperti halnya mimpi-mimpi indah lainnya, sejarah telah membuktikan bahwa mimpi inipun gagal untuk diwujudkan sebagai kenyataan.  Namun demikian nyala api idealisme yang berada  di dalam mimpi tersebut ternyata bersifat abadi, dan senantiasa menjadi sumber inspirasi bagi semua golongan sosialis radikal. Di dalam kobaran api idealisme ini terdapat sebuah semangat yang menegaskan bahwa semua orang dilahirkan dengan hak-hak sosial yang sama, dan oleh karena itu berhak untuk mempertahankan harkat dan martabat dirinya.  

 

Idealisme Menentang Penindasan Manusia

Rasa idealisme inilah yang tanpa ragu bersikap menolak kepada setiap bentuk penguasaan (dominasi), penghisapan (eksploitasi), dan pengerdilan (marjinalisasi) atas seorang manusia oleh manusia lainnya. Karena sistem penjajahan sosial seperti  ini akan membuat seorang manusia menjadi terasing dari kemampuan, proses, hasil, dan buah usaha yang dilakukannya. Iapun menjadi orang yang pada akhirnya akan merasa terasing pula dari lingkungan kehidupannya sendiri (alienasi). Terpuruk dalam seluruh keberadaan hidupnya, ia adalah orang yang miskin, bodoh, terbelakang, dan tidak berdaya. Maka di tengah berlangsungnya orde kehidupan yang tidak manusiawi ini, idealisme sosial yang bersifat sangat humanis itu berpijar menerangi berbagai bentuk perlawanan rakyat yang pernah ada. Di dalamnya buruh, tani, dan kaum miskin digerakkan untuk menjadi berdaya, agar persatuan dapat digalang, dalam rangka merubah semua bentuk dan keadaan masyarakat yang tidak adil. Supaya mereka yang tertindas itu mampu untuk berjuang bagi dirinya, dengan dirinya, dan oleh dirinya sendiri. Dengan penuh keteguhan-hati bertindak dalam visi pembebasan yang pasti, misi perlawanan yang tangguh, dan aksi perlawanan yang keras. Sehingga keadilan akan dapat diwujudkan di muka bumi, baik melalui gerakan revolusi yang bersifat membongkar tatanan maupun melalui upaya reformasi yang bersifat memperbaiki keadaan. Dengan harapan akan dapat dilaksanakan suatu usaha rekonstruksi sosial, yang akan memulihkan setiap orang  kepada kehormatan dirinya sebagai manusia yang  bermartabat luhur.

[Back]

 

Nasionalisme Menentang Penjajahan

Dalam sejarahnya semangat dan idealisme ini juga telah tiba di kepulauan Hindia Belanda, sebuah wilayah luas di kawasan Asia Tenggara dengan berbagai suku-suku bangsa, yang telah lama hidup sebagai rakyat jajahan. Melalui rekayasa  bisnis-sosial-politik yang konsisten, dan telah berlangsung ratusan tahun, para pemilik kapital telah menikmati keuntungan yang besar dari negeri yang dijajahnya. Mereka telah berhasil menciptakan sebuah sistem kolonial yang efektif dan efisien, dengan dukungan para penguasa tradisional yang feodal di negeri ini. Sebagai penjajah, dengan semangat imperial yang tangguh, bangsa Belanda telah mengambil dari negeri ini jauh lebih banyak daripada apa yang telah diberikannya. Penderitaan dan kemiskinan berlangsung luas di antara masyarakat, yang juga diperkuat oleh berkembangnya rasa ketidak-berdayaan dan ketidak-mampuan rakyatnya. Pada  awal abad 20 keadaan yang telah berkembang menjadi semakin buruk ini akhirnya menggugah rasa keadilan di hati para elite pribumi, yaitu mereka yang telah terdidik dan dapat membaca situasi jamannya. Karena sudah cukup lama hidup dalam keadaan batin yang tertekan akhirnya mereka merasa tidak tahan lagi. Perlakuan sebagai warga masyarakat kelas dua, dan keprihatinan atas penderitaan yang dialami rakyatnya, akhirnya mendorong mereka untuk bersikap melawan. Di kepulauan ini, yang telah disatukan oleh sebuah sistem administrasi kolonial, dengan bahasa    Belanda dan Melayu sebagai sarana komunikasinya, berangsur-angsur tumbuh keinginan untuk menyatu sebagai bangsa. Proses yang sama dan serupa juga berlangsung di kalangan para pemimpin agama, terutama  para pemimpin agama Islam, tetapi  kemudian juga para pemimpin agama-agama lainnya. Berangkat dari kerangka perjuangan  yang  pada mulanya bersifat primordial-religius, perkembangan selanjutnya mengembangkan kerangka pemikiran yang juga berwawasan nasional. Perlahan-lahan tetapi pasti jati-diri rakyat terjajah di kepulauan Hindia, yang memiliki nama geografis Indonesia, semakin mewujud dalam sebuah identitas kebangsaan yang baru. Nama Indonesia yang berasal dari seorang akhli ilmu bumi bangsa Jerman, dan telah digunakan untuk menyebut seluruh wilayah tanah-air ini, kemudian dipilih untuk menegaskan identitas kebangsaan rakyatnya. Seluruh rasa kebangsaan, dan kebanggaan, dicurahkan oleh para pemimpin pergerakan nasional kepada nama yang kini digunakan untuk menyebut negeri mereka. Sehingga apa yang semula merupakan sebuah gagasan akhirnya menjadi bentuk kenyataan yang pasti. Demikianlah telah lahir, sesuai dengan panggilan jamannya, sebuah nasionalisme yang baru, yaitu nasionalisme Indonesia.

 

Sosialisme Indonesia

Namun demikian tentunya tidak cukup bila para pembela tanah-air yang baru itu hanya berjuang untuk berdirinya sebuah negara yang merdeka saja. Suatu negara merdeka yang secara konseptual merupakan lawan bentuk dari negeri jajahan. Karena tentunya arah perjuangan nasional Indonesia bukanlah semata-mata untuk mempersatukan potensi pergerakan, di  berbagai wilayah tanah-air, dalam rangka menghadapi kekuatan penjajah Belanda. Demikian pula perjuangan nasional, baik  oleh kelompok sekular maupun oleh kelompok agama, tidaklah semata-mata untuk memenangkan konsesi-konsesi bagi kepentingan golongan tertentu saja. Pada dasarnya ada suatu sasaran akhir perjuangan nasional Indonesia, yang bersifat lebih besar dan lebih luhur. Sasaran akhir itulah yang menjadi sumber inspirasi pergerakan kebangsaan Indonesia, yaitu bahwa di dalam memperjuangkan kemerdekaan negara Indonesia terkandung cita-cita untuk memperoleh kebebasan bagi rakyat Indonesia. Kebebasan yang bersifat multi-dimensional, dan oleh sebab itu akan mempunyai dampak sosial yang nyata. Sesungguhnya perjuangan nasional suatu bangsa tidak akan mempunyai arti bila tidak dilengkapi dengan tujuan sosialnya. Oleh sebab itu sosialisme, yang bertumbuh dari keperdulian atas penderitaan rakyat banyak, adalah ciri yang kedua dalam dinamika perjuangan nasional bangsa Indonesia. Maka adalah kaum sosialis bangsa Indonesia, baik yang bercorak tradisional maupun moderen, serta bergaya moderat maupun radikal, yang telah berjasa mengukuhkan visi sosial dalam perjuangan bangsa. Termasuk di antaranya golongan-golongan sosial demokrat, marxis, komunis, dan marhaenis. Dengan pisau analisa yang tepat mereka telah membuka tabir yang menyelubungi mata rakyat, sehingga semua orang dapat melihat dengan jelas tindakan kaum penjajah yang telah menyengsarakan rakyat. Melalui ceramah, kampanye, aksi-aksi, penyuluhan, dan  pendidikan politik, mereka telah memperkuat keinginan rakyat untuk tidak lagi mau menerima kehidupan sebagai hamba di alam penjajahan. Semua kegiatan ini telah mengarahkan gerak dan langkah para pejuang bangsa dalam menata gerakan nasionalnya. Melalui perkembangan ini menjadi semakin jelas terlihat bahwa penjajahan itu bukanlah semata-mata kiprah sekelompok manusia, melainkan bagian dari sebuah sistem sosial-ekonomi-politik, yang bergaya eksploitasi, dan umum dikenal dengan nama kapitalisme. Dalam hal ini, kapitalisme yang belum mengalami proses reformasi sosialnya, yaitu kapitalisme sebagaimana dipraktekkan sebelum pecahnya perang dunia kedua. Inilah sistem kapitalisme yang berakar pada proses industrialisasi dalam abad 19, yang dalam perkembangannya telah diperkuat oleh sistem demokrasi borjuis atau demokrasi yang didominasi oleh kaum pemilik modal. Maka terhadap sistem inilah perjuangan nasional berwawasan sosial telah diarahkan, dalam gelora perlawanan rakyat. Sesungguhnya dari perpaduan antara semangat nasionalisme dan pandangan sosialisme inilah kemudian tumbuh sebuah patriotisme khas Indonesia, yaitu patriotisme kerakyatan atau patriotisme yang berorientasi kepada rakyat. Maka dengan  bekal semangat kerakyatan itu tradisi ketentaraan atau kewiraan, yang lahir dari panggilan untuk membela negara, dan telah  berkembang selama tahun-tahun pendudukan Jepang, kemudian juga ikut memastikan  tercapainya  kedaulatan  negara Republik Indonesia.

[Back]

 

Semangat Patriotisme Kerakyatan

Patriotisme kerakyatan, yang telah tumbuh dari benih-benih nasionalisme, sosialisme, dan etika keagamaan, terbukti telah mampu untuk mempersatukan dan memerdekakan rakyat Indonesia. Sebuah negara baru telah lahir, melalui proses sejarah sosial yang panjang, di kepulauan Hindia. Kemerdekaan Indonesia, yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, adalah kemerdekaan seluruh bangsa Indonesia, yang sebelumnya bukan menjadi miliknya. Maka kemerdekaan itu bukanlah kemerdekaan yang merupakan lanjutan dari kedaulatan politik yang pernah dimiliki oleh berbagai kerajaan dan daerah di Kepulauan Nusantara, sebelum berlangsungnya penjajahan Belanda. Karena sejarah pembentukannya tidak langsung berhubungan dengan sejarah masa lalu yang proses perjalanannya telah terputus. Karena itu Indonesia bukan merupakan reinkarnasi dari kerajaan-kerajaan lama yang pernah ada, seperti misalnya Sriwijaya, Pajajaran, Majapahit atau Mataram. Maka budaya politiknya sendiri harus bersifat kerakyatan yang progresif, bukannya keningratan yang feodal. Demikianlah pada tanggal 18 Agustus 1945 negara Republik Indonesia dibentuk, dengan Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 sebagai akte pendiriannya. Kini rakyat Indonesia telah memiliki negara yang telah dicita-citakannya selama ini. Sebuah negara kerakyatan yang telah terwujud oleh semangat patriotisme rakyat, yaitu semangat perjuangan yang  bersifat nasionalis, sosialis, dan etis.

 

Negara Kerakyatan Yang Berdaulat

Sesuai dengan pengalaman rakyat Indonesia, yang telah bangkit untuk menentang penjajahan atas dirinya, negara kerakyatan sebagaimana disebut di atas adalah negara yang menentang penjajahan, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Karena penjajahan telah mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan atas rakyat yang terjajah, maka ditegaskan pula bahwa penjajahan itu tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Selanjutnya dalam penghayatan batin rakyat Indonesia, yang umumnya memeluk agama, kepercayaan, dan keyakinan yang bersifat religius, kemerdekaan bangsa Indonesia diakui sebagai berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan demikian merupakan suatu amanat suci yang telah dipercayakan kepada seluruh bangsa. Di samping itu pada dimensi kehidupan manusia kemerdekaan juga diakui sebagai hasil dorongan luhur untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, sebagaimana halnya bangsa-bangsa lainnya di dunia. Maka dengan telah dicapainya kemerdekaan bangsa kemudian dibentuk pula pemerintah Republik Indonesia, dalam rangka mewujudkan cita-cita luhur seluruh rakyatnya. Sehingga rakyat dapat hidup di sebuah negara yang merdeka … yang tidak lagi dijajah, bersatu … yang tidak terpecah-belah, berdaulat … yang tidak berada di bawah pengaturan negara atau kekuatan lain, adil … yang memperjuangkan kesejahteraan semua kelompok di dalamnya, dan makmur … yang terwujud melalui pembangunan bagi seluruh rakyat. Selain itu pemerintah negara  tersebut berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa … bukan hanya kelompok-kelompok tertentu di dalamnya, mempertahankan tanah tumpah-darah … dari ancaman pihak-pihak yang akan mengganggu kelangsungannya, memajukan kesejahteraan umum … sesuai dengan tujuan perjuangan nasional yang berwawasan sosial, dan mencerdaskan kehidupan bangsa … supaya dapat menjadi bangsa yang berpikiran dan berwawasan maju. Selanjutnya, pemerintah negara Indonesia juga akan ikut melaksanakan ketertiban dunia, bersama dengan bangsa-bangsa lain dalam hubungan kerja-sama yang bersahabat, yaitu  berdasarkan kemerdekaan … sehingga tidak harus berada pada kubu kepentingan manapun, perdamaian abadi … dalam rangka memelihara kesejahteraan umat manusia, dan keadilan sosial ... yang akan memperkecil kesenjangan di antara bangsa-bangsa. Kemudian Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 itu diakhiri dengan sebuah penegasan bahwa negara  yang bersendikan kedaulatan rakyat ini didasarkan atas sila-sila ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan, yaitu nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, yang telah disepakati bersama agar bangsa Indonesia dapat  mempunyai  kesamaan dalam pandangan hidupnya.

 

Pancasila & Perjuangan Kaum Kiri

Mengenai ke lima sila yang menjadi dasar negara Indonesia, selain dianggap sebagai   nilai-nilai budaya bangsa yang luhur, sebenarnya juga merupakan warisan ketiga unsur perjuangan bangsa. Unsur keagamaan dan kepercayaan telah mewariskan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan keadilan. Unsur nasionalis telah mewariskan nilai-nilai kesatuan (persatuan), kebangsaan (Indonesia), dan  kepemerintahan (permusyawaratan/perwakilan). Sedangkan unsur sosialis telah mewariskan nilai - nilai kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan. Dengan demikian jelas terlihat pula bahwa baik negara, maupun sila-sila yang menjadi dasarnya, adalah warisan dan milik seluruh unsur perjuangan nasional Indonesia. Tidak dapat yang satu mengaku lebih penting dari yang lain, oleh karena semua kelompok perjuangan yang ada telah memainkan peranan yang sama nilainya dalam sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Maka di antara unsur-unsur pergerakan politik bangsa Indonesia, golongan sosialis, yang sering-kali disebut golongan kiri, adalah bagian yang sah dan tak terpisahkan dari kehidupan bangsa pada umumnya. Termasuk di antara golongan ini adalah kelompok Marhaenis (Partai Nasional Indonesia), Sosial Demokrat (Partai Sosialis  Indonesia), Marxis Nasionalis (Partai Murba), dan Sosialis Radikal (Partai Komunis Indonesia). Mereka semua adalah juga pejuang-pejuang bangsa yang telah berjasa bagi bangsa, negara, dan rakyat Indonesia. Maka di antara golongan-golongan sosialis ini Partai Komunis Indonesia, dan organisasi-organisasi pendukungnya, adalah kelompok yang terhitung besar jumlahnya. Akan tetapi dalam salah-satu periode sejarah bangsa Indonesia yang paling tragis, sebuah mala-petaka yang amat mengerikan  pernah menimpa mereka.

[Back]

 

Hancurnya PKI & Harapan Untuk Sosialisme

Golongan sosialis radikal, dalam Partai Komunis Indonesia dan organisasi-organisasi front massa di bawahnya, pada hakekatnya merupakan sebuah gerakan politik dengan cita-cita kerakyatan yang luhur. Banyak program-program politik golongan ini yang pada hakekatnya bersifat sejalan dengan Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Atas permintaan Presiden Soekarno partai ini telah bersedia pula untuk menerima Pancasila, sebagai dasar negara dan pijakan kegotong-royongan nasional, dan sekaligus berusaha secara ideologis untuk menyesuaikan pandangan  politiknya. Walaupun secara resmi PKI masih menganut beberapa doktrin Marxisme, yang bahkan pada waktu itupun telah dianggap usang, seperti misalnya perjuangan kelas dan keniscayaan revolusi sosial, pada umumnya PKI tidak melaksanakan perjuangan bersenjata dalam berusaha mewujudkan cita-citanya. Kegiatan politiknya sendiri lebih diarahkan kepada usaha-usaha untuk menduduki posisi-posisi penting pada lembaga-lembaga kenegaraan dan kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah-daerah. Semua usaha ini sering-kali berhasil dengan baik, bukan hanya karena pola keterwakilan golongan nasionalis (nas), agama (a), dan komunis (kom) yang dianjurkan pemerintah, akan tetapi juga karena kehebatannya dalam menggalang massa, yang ikut memperkuat ketangguhan wakil-wakilnya dalam berdebat dan beradu - pendapat. Melihat keberhasilan yang telah dicapainya pada tahun 1965, masih menjadi tanda-tanya bagaimana sebuah partai dengan kekuatan massa yang begitu besar dapat dihancurkan secara total oleh lawan-lawannya. Penumpasan dan pembantaian yang dialami para anggotanya, serta pembubarannya sebagai partai dan pelarangan ideologinya, telah berhasil menghilangkan pengaruhnya secara tuntas. Dengan akibat yang pada mulanya dirasa menguntungkan, akan tetapi untuk jangka panjang merugikan. Kalau saja Indonesia tidak terpuruk dalam keadaan ekonomi yang begitu buruk, atau berhasil menyalurkan semangat revolusionernya ke arah yang konstruktif, maka perjalanan sejarah akan sangat berbeda. Bila saja Indonesia tidak terseret dalam pertarungan negara-negara adi-kuasa, atau beberapa unsur pimpinan PKI di pusat tidak terpancing untuk menjadi terlibat dalam sebuah permainan politik yang amat riskan, maka golongan sosialis-komunis tidak akan tersapu habis dari dalam percaturan politik di Indonesia. Jika saja pemerintah tidak mencanangkan rencana pembentukan angkatan kelima, yaitu buruh-tani yang dipersenjatai, atau pada tahun 1965 PKI dan para pendukungnya tidak bersikap terlalu percaya diri sehingga mengundang reaksi yang keras dari lawan-lawannya, peristiwa pertumpahan darah yang mengerikan itu belum tentu akan  terjadi. Andai saja peristiwa G-30-S dapat diselesaikan secara adil berdasarkan hukum, atau para lawan politiknya tidak hanyut dalam suasana balas-dendam yang tidak terkendali, maka para anggota Partai Komunis Indonesia masih akan dapat berkiprah dalam pembangunan bangsa. Akan tetapi amat disayangkan bahwa apa yang telah terjadi adalah justru hal-hal yang sangat merugikan, mengerikan, dan memalukan seluruh bangsa. Bukan hanya karena begitu banyak jiwa yang telah terbunuh dan teraniaya, serta terlecehkan, terkucilkan, dan tersisihkan, akan tetapi juga karena semangat kerakyatan bergaya sosialis menjadi tersingkir jauh. Sehingga untuk waktu yang cukup lama tradisi pemikiran sosialis menjadi sesuatu yang sangat dicurigai dan dianggap tabu. Bukan hanya tradisi pemikiran yang berasal dari kalangan sosialis-komunis, akan tetapi juga berbagai tradisi pemikiran kiri dari kelompok-kelompok sosialis lainnya. Sebagai akibatnya untuk waktu yang cukup lama bangsa Indonesia telah bersikap mengabaikan akar sejarah sosialnya. Sehingga melupakan sebagian dari jiwa kerakyatannya, dan menghilangkan sebagian dari jati-diri kebangsaannya. Maka negara kesatuan republik Indonesia tidak lagi dapat sepenuhnya dianggap sebagai sebuah negara kerakyatan. Gerakan rekonstruksi nasional, sebagai proses pembangunan bangsa, yang telah kehilangan semangat revolusinya, akhirnya juga gagal untuk menumbuhkan potensi reformasi di dalamnya. Pembangunan memang membuahkan hasil, akan tetapi dengan ketimpangan sosial yang berkembang semakin memprihatinkan. Kemakmuran memang masih dapat dicapai, akan tetapi tanpa adanya keadilan. Kegiatan politik bukan lagi merupakan usaha pemberdayaan rakyat, karena akhirnya lebih diarahkan kepada pemanfaatan suara rakyat demi legitimasi ordo penguasa. Bertahun-tahun lamanya suara kerakyatan dari golongan sosialis kiri tidak terdengar gemanya. Mereka semua terdiam membisu di pengasingan dan pembuangannya, yaitu baik yang berada pada sebuah tempat di kejauhan maupun yang tersembunyi di alam pikirannya sendiri. Demikianlah seterusnya hingga akhirnya pemerintah yang telah berdiri begitu lama mulai menua, dan akhirnya kehilangan kemampuan untuk membaharui dirinya sendiri. Rangkaian perubahan besar di dunia internasional akhirnya ikut merubah keadaan di dalam negeri. Hak-hak azasi manusia, demokrasi akar-rumput, dan ekonomi kerakyatan  kini telah menjadi sasaran perjuangan yang baru. Walaupun dalam bentuk yang sama-sekali lain, api idealisme yang dikira telah padam kini kembali membara. Dengan jelas terdengar suara yang menuntut ditegakkannya nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan, supaya nilai-nilai ketuhanan dan kebangsaan tidak kehilangan maknanya. Menjamurnya berbagai lembaga swadaya masyarakat telah ikut pula menumbuhkan wawasan sosial yang bersifat kritis terhadap keadaan. Bergantinya kepala pemerintahan, yang diikuti dengan berbagai perubahan politik lainnya, sekarang memungkinkan golongan sosialis dan tradisi pemikiran kirinya untuk  tampil  kembali. Dengan api idealisme yang sama, akan tetapi dalam konteks jaman yang berbeda (17/12/1999:6/4:09/09/1932).

 

Mengenang Yang Gugur Terbunuh

Oleh sebab itulah mereka yang kini telah tiada, tidak akan sepenuhnya terlupakan. Karena mereka yang telah gugur demi  tanah-air yang tercinta ini, kini menjadi meterai atas cita-cita perjuangan nasional yang belum sepenuhnya terwujud. Maka dalam pengertian itulah para pahlawan yang dahulu telah berjasa, dalam memperjuangkan cita-cita kerakyatan  bangsanya, akhirnya akan menerima penghargaan yang selayaknya. Setidak-tidaknya dari rakyat yang telah dibelanya, bila negara yang telah ikut ditegakkannya masih belum merasa  terpanggil untuk mengembalikan kehormatannya. Pada waktu patriotisme kerakyatan kembali menyala, dengan api idealisme kemanusiaan yang sejati, pada waktu itulah pula suara  perjuangan mereka akan kembali didengar. Ternyata mereka yang dianggap salah, tidak sepenuhnya bersalah, dan bila memang ada kesalahannya, semua itu tidak akan meniadakan jasa-jasanya. Maka mereka yang semula kawan-kawan seperjuangan, dan kemudian telah berhadapan sebagai lawan, kelak akan berjalan seiring dalam perjuangan para keturunannya. Berdiri sejajar dalam suasana kemitraan, untuk memberikan sebuah kesaksian yang abadi tentang jatuh-bangunnya kehidupan manusia. Sesungguhnya hidup adalah penderitaan, akan tetapi hidup adalah juga perjuangan untuk mengatasi penderitaan itu sendiri. Maka hidup yang  mempunyai arti, bukanlah hidup yang telah dijalani bagi diri sendiri, melainkan hidup  yang  telah dipersembahkan bagi suatu  tujuan  yang  luhur.  Maka  setiap orang yang telah menjalani hidupnya, dengan tujuan hidup yang luhur itu, adalah pahlawan  kehidupan  yang  sejati. Dengan kehidupannya mereka telah menciptakan sejarah, dan melalui sejarah itu sendiri mereka telah mengukuhkan nilai-nilai kehidupannya(18/12/1999:7/5:10/19/1932).       

[Back]

 

Sikap Menghargai Masa Silam

Pada hakekatnya sejarah adalah kenangan yang hidup di dalam batin setiap orang yang terpanggil untuk memahami tentang makna kehidupan. Karena baginya masa sekarang adalah kelanjutan dari masa lalu, yang sedang bergerak ke masa depan. Maka seseorang yang hidup di masa kini akan menyadari betapa pentingnya mereka yang dulu pernah hidup. Karena pada dasarnya pengalaman dan pandangan hidup mereka itulah pula yang telah ikut membentuk dirinya. Sehingga dengan demikian iapun menyadari bahwa dalam memandang ke masa depan, dan berbagai kemungkinan yang akan terjadi di dalamnya, setiap pilihan yang diambilnya sekarang akan ikut menentukan jalan hidup mereka, yang akan berjuang di hari-hari mendatang. Karena itulah kenangan akan masa silam, termasuk semua orang yang pernah ada dan seluruh peristiwa yang pernah terjadi, diterima dengan penuh penghargaan. Supaya semuanya itu dapat dipelihara untuk menumbuhkan  kebijakan diri. Sehingga kehidupan yang merangkai berjalannya waktu, dan menghubungkan semua angkatan dalam sebuah perjalanan, akan dapat berlangsung untuk kebaikan ...

 

Tetap Berjasa Kalaupun Salah

Sedangkan mengenai kehidupan para tokoh pergerakan sosialis radikal, sejarah perjuangannya adalah catatan tentang masa lalu dan pegangan untuk masa depan. Banyak peristiwa sudah terjadi, walaupun hanya sedikit yang masih dapat dikenang. Maka dari yang sedikit itu kiranya dapat dipelihara segala-sesuatu yang benar, baik, dan berguna. Karena apapun yang telah terjadi kepadanya, akan selalu ada perbedaan dalam menilai tentang perjuangannya. Apakah karena salah ia lalu menjadi kalah, ataukah karena kalah ia lalu dianggap salah?  Akhirnya memang hanya sejarah di masa depan yang akan dapat menilainya dengan jujur dan adil. Akan tetapi apapun penilaian yang akan dibuat, selalu ada kemungkinan bahwa sesuatu yang telah berakhir belum tentu akan sirna  selamanya. Karena bukankah di dalam kesalahan sekalipun terdapat butir-butir kebenaran, yang tertabur di dalam kekalahan sebagai benih-benih kemenangan. Bukan kemenangan yang diperjuangkan hanya untuk meraih kekuasaan, akan tetapi kemenangan dari nilai-nilai luhur yang selama ini telah mendasari perjuangannya. Nilai-nilai yang telah dijunjung-tinggi dengan seluruh kemauan dan segenap kemampuan, bahkan dengan pengorbanan pribadi yang begitu besar. Maka itulah nilai-nilai yang berakar pada kemanusiaan, bertumbuh dari kemanusiaan, dan berbuah untuk kemanusiaan. Nilai-nilai yang telah mengalami pemurniannya, melalui kesalahan, kekalahan, dan kegagalan para pendukungnya, sehingga mampu untuk menjadi nilai-nilai yang akan hidup untuk selamanya. Oleh sebab itu, mereka yang terbaring di makam-makam tanpa pusara dan tak dikenal, diseluruh penjuru tanah-air, sesungguhnya tidaklah mati sia-sia. Mereka adalah benih-benih kemanusiaan, yang telah ditabur pada tanah kerakyatan, agar pohon keadilan kelak tumbuh di negeri ini(23/12/1999:5/5:15/09/1932).

[Back]

 

Nilai-nilai Perjuangan Dalam Konteks Natal

Sesungguhnya memang nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan itulah pula yang harus dikembangkan setiap saat. Terutama pada hari ini, ketika sedang berlangsung sebuah peringatan yang bermakna mendalam. Peringatan yang sering-kali berjalan begitu megah dan meriah, sehingga sering-kali cenderung mengaburkan berita yang terkandung di dalamnya. Sebagai akibatnya peristiwa yang melatar-belakangi peringatan ini akhirnya tidak sepenuhnya dapat dihayati dengan baik. Bahkan cenderung diberi pengertian yang berbeda dari keadaan, maksud, dan tujuan yang sesungguhnya. Adapun penghayatan yang utuh, tentang peristiwa yang diberitakan dalam peringatan ini, sesungguhnya adalah tentang solidaritas kemanusiaan yang tulus. Karena Anak Manusia telah datang untuk memulihkan citra umat manusia sebagai gambar dan rupa khaliknya. Dalam suasana yang penuh kemiskinan Ia telah dilahirkan di lingkungan keluarga yang  sangat bersahaja. Keluarga yang menjadi bagian dari masyarakat yang hidup dalam kemiskinan, di bawah belenggu penindasan golongan yang berada dan kaum yang menjajah. Oleh sebab itu Ia telah menjadi bagian dari masyarakat yang hidup dalam keadaan berkekurangan dan sama-sekali tidak berkewenangan, sehingga menjadi kaum yang hidup tersisih dan diperdaya. Bahkan oleh karena penolakan yang telah dialami oleh ibu dan bapaknya, Ia terpaksa dilahirkan di tempat yang hina dalam keadaan yang papa. Seluruh peristiwa kelahirannya itu seakan-akan merupakan sebuah pernyataan tentang keberpihakan dari Yang Maha Tinggi kepada umat yang dihina, ditindas, dan diabaikan. Bahkan sebuah pernyataan bahwa hanya di tengah penderitaan dan kepapaan saja Anak Manusia layak untuk dilahirkan, karena Ia sendiri telah menolak untuk menjadi bagian dari kemewahan yang nista. Bukan karena kekayaan itu sendiri merupakan suatu kutuk, akan tetapi karena kemewahan hidup di tengah kemiskinan adalah suatu kekejian di mata Tuhan. Apalagi bila kemewahan tersebut berasal dari penghisapan atas mereka yang tertindas dan teraniaya, dan dalam keadaan tidak berdaya terus-menerus dibiarkan menjadi semakin miskin. Maka dalam solidaritas dan keberpihakannya, kepada kalangan yang tidak diperhitungkan, yaitu kaum yang keberadaannya tidak dihargai itu, Anak Manusia kemudian tampil untuk menyuarakan amanat kenabiannya. Dari antara kaum yang papa, Ia telah maju dengan tanpa ragu untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Bahkan menegaskan tujuan pelayanannya, yaitu agar yang miskin diperkaya dan yang lemah dikuatkan, supaya mereka yang kemudian disadarkan oleh kedatangannya dapat mengalami pembaharuan hidup. Maka melalui pembaharuan hidup yang sungguh-sungguh itulah setiap orang yang telah menerima Sabda Anak Manusia, dengan segenap hati, jiwa, akal-budi, dan kekuatannya, kemudian akan mampu untuk hidup dalam ibadah yang sejati. Ibadah yang akan berlangsung dalam gerakan keadilan dan kebenaran, serta dalam semangat kemanusiaan dan kerakyatan yang hidup(25/12/1932:7/2:17/09/1932).

[Back]

 

Patriotisme Kerakyatan Indonesia

Bila demikian halnya, dapatkah semangat kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan dibinasakan? Adakah kemungkinannya untuk kembali hidup dalam gerakan perjuangan di Indonesia ? Partai Komunis Indonesia (PKI) telah mengalami   kehancurannya dalam tahun 1965. Bahkan kemudian dinyatakan bubar dan menjadi partai terlarang sejak tahun 1966. Pelarangan kegiatan golongan sosialis-komunis ini kemudian dikukuhkan pada tahun 1967 melalui ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Republik Indonesia, yang dengan tegas melarang diebarkannya ajaran Marxisme, Leninisme, dan Komunisme di seluruh wilayah Indonesia. Maka berakhir sudah sejarah Partai Komunis Indonesia (PKI), setelah berjuang dengan tanpa henti selama empat-puluh lima tahun. Akan tetapi barangkali kematiannya itu memang harus terjadi, supaya di kelak kemudian hari dapat bertumbuh Patriotisme Kerakyatan Indonesia (PKI) sebagai gantinya. Karena di kala salah-satu bentuk perjuangan kerakyatan berakhir, kemudian akan lahir bentuk-bentuk perjuangan kerakyatan lainnya. Adapun yang dimaksud dengan Patriotisme Kerakyatan Indonesia itu adalah sebuah ungkapan cinta tanah-air, walaupun harus dicermati agar pemahamannya bukan dalam pengertian rasa nasionalime yang dangkal. Sebab yang dimaksud dengan patrotisme di sini adalah rasa patriotisme yang tumbuh dari rakyat dan dikembangkan untuk rakyat. Maka cita-cita yang terkandung di dalamnya adalah tujuan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pengertian yang sesungguhnya. Berdasarkan cita-cita inilah keadilan dan kemakmuran, sebagai ukuran kesejahteraan rakyat, bukan semata-mata diperjuangkan untuk rakyat, akan tetapi juga oleh rakyat. Sehingga  tanah-air rakyat, dan negara kerakyatan yang yang mengelolanya, benar-benar dapat menjadi terwujud sebagai lingkungan kehidupan di mana rakyat sungguh-sungguh berdaulat. Di tanah-air rakyat itu semua proses pengambilan keputusan bukan hanya dilakukan untuk dan atas nama rakyat, akan tetapi juga melibatkan rakyat. Oleh sebab itulah demokrasi sosial kerakyatan, yang berbeda dengan demokrasi sosial tradisional, hanya akan dapat berkembang melalui proses pemberdayaan rakyat pada tingkat akar-rumput. Dalam rangka itulah pula sebuah gerakan yang berazaskan demokrasi sosial kerakyatan akan selalu mengutamakan pendidikan politik untuk rakyat. Sebagai sebuah program pendidikan melalui kursus, ceramah, seminar, dan, loka-karya, yang menjelaskan tentang hak dan tanggung-jawab rakyat. Program pendidikan itu bersifat mencerahkan pikiran, akan tetapi juga bersifat tepat-guna, karena dilengkapi dengan dasar-dasar pengetahuan tentang hukum, ekonomi, dan manajemen. Melalui berbagai biro pendidikan politik, dan biro penyuluhan masyarakat, semangat pemberdayaan rakyat ditanamkan dan disebar-luaskan kepada seluruh rakyat. Dengan tujuan untuk mengurangi tindakan yang membodohi rakyat, karena tentunya rakyat yang mempunyai kesadaran sosial-politik yang tinggi tidak akan mau hidup diperbodoh lagi. Maka dengan semakin meningkatnya keberdayaan rakyat, baik secara mental maupun spiritual, dan secara kultural maupun intelektual, peran berbagai organisasi dan lembaga kerakyatan juga akan semakin meningkat. Sehingga pada akhirnya penyelenggaraan negara dan masyarakat, melalui prosedur pemilihan, perwakilan, dan pemerintahan, akan dapat diimbangi secara konstruktif dan kreatif oleh partisipasi rakyat yang nyata. Selain itu disamping pemberdayaan sosial-politik, gerakan demokrasi sosial kerakyatan juga menganggap perlu dilaksanakannya pemberdayaan  sosial-ekonomi. Bukan hanya melalui penyaluran kredit murah serta penyediaan sarana dan prasarana sosial, akan tetapi juga melalui program-program Land & Asset Reform yang bersifat distributif. Pada tahap pertama program semacam ini dapat dilakukan atas lahan dan aktiva produktif yang berada di bawah kekuasaan negara, dengan memprioritaskan masyarakat yang termiskin. Bila program-program ini dapat dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen, keberdayaan rakyat pada dimensi sosial-ekonomi akan memperkuat keberdayaan rakyat pada dimensi sosial-politik. Sehingga sesuai dengan cita-cita gerakan demokrasi sosial kerakyatan, dan Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, kelak akan terwujud negara kerakyatan yang sesungguhnya. Sebuah negara yang berlangsung untuk mewujudkan keadilan sosial berdasarkan kedaulatan rakyat. Dengan kata lain, sebuah negara yang bersifat kerakyatan, karena menganut pola demokrasi konstitusional dan sistem ekonomi pasar, yang bersendikan dan sekaligus dibatasi oleh wawasan keadilan sosial. Dalam wawasan kerakyatan inilah rakyat sebagai pelaku sosial, ekonomi, dan politik, akan dapat ikut mengambil keputusan sesuai dengan kepentingannya sebagai warga-negara dan sekaligus pemegang saham. Setiap orang akan dapat berperan, bukan hanya secara kolektif, akan tetapi juga secara individual. Tanah-air di mana ia hidup akan menjadi tanah-air yang ia cintai, karena itulah tanah-air yang kekayaannya ikut ia miliki dan pembangunannya ikut ia tentukan. Itulah visi Patriotisme Kerakyatan Indonesia di mana patriotisme bukanlah sebuah perasaan semu yang hanya tertuju kepada tanah-air itu sendiri, akan tetapi kepada tanah-air yang dimiliki dan diselenggarakan oleh seluruh rakyatnya. Bahkan patriotisme yang tumbuh dari rakyat dan berkembang di antara rakyat, yaitu seluruh rakyat yang hidup dalam kedaulatan  yang  penuh di tanah-air yang menjadi kediamannya (28/12/1999:3/5:20/09/1932, ditulis 29/12/1999).    

 

Harapan Di Penghujung Tahun

Akhirnya, semoga nusa, bangsa, rakyat, dan negara Indonesia senantiasa memperoleh berkat yang penuh berkelimpahan rakhmat!  Semoga damai sejahtera turun ke atas negeri ini, sehingga seluruh masyarakatnya dapat hidup dalam keadaan aman dan tenteram! Semoga negara kerakyatan Republik Indonesia akan dapat ditegakkan di bumi Nusantara, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial berdasarkan kedaulatan rakyat! Semoga tahun ini menjadi tahun yubileum yang penuh dengan berkat dan rakhmat, sehingga semangat pembebasan, pembangunan, dan pembaruan akan terus hidup di hati seluruh rakyat Indonesia! Semoga tahun ini menjadi tahun persiapan yang penuh dengan kerja-keras, dalam rangka mempersiapkan kedatangan millenium ketiga pada tahun yang akan datang! Semoga pada tahun ini cita-cita kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan akan semakin berkembang di antara rakyat Indonesia dan di antara umat manusia di seluruh dunia! Semoga rakyat bangkit dan berjaya dalam segala usahanya untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran di tanah-air tercinta Indonesia! Semoga gerakan demokrasi-sosial kerakyatan berjaya dalam abad dan era baru yang akan segera datang! (31/12/1999, 00.00, 01/01/2000). 

[Back]

 

 

 

[Ben Poetica] - [Karya Carita]