MASYARAKAT KOLEGAL YANG RASIONAL
***************************************************************************************************************************
(Hari Peringatan/Perjuangan Nusa, 28 Oktober 1999, Kamis Legi, 18 Rejeb 1932)
Pemimpin yang didukung oleh rakyat banyak kini telah membentuk kabinet yang terdiri dari para pembantu yang ahli. Setelah mendapat kepercayaan untuk bertugas mereka kini harus memenangkan kepercayaan yang lebih mendasar dengan kinerja-kerjanya. Di antara beberapa krisis yang harus segera mulai ditangani adalah krisis kepercayaan itu sendiri, krisis perpecahan kebangsaan, dan krisis pembangunan ekonomi, termasuk krisis permodalan yang sangat buruk keadaannya.
Sehubungan dengan krisis kepercayaan yang telah disebut di atas, pertanyaan yang pertama adalah apakah semua unsur dalam kabinet itu dapat dipercaya. Apakah mereka memiliki keikhlasan, kejujuran, dan kesederhanaan dalam mengemban tugas mereka? Sehingga kemampuan yang timbul dari kemauan yang teguh, pengalaman yang memadai, dan kerja-sama yang efektif pada gilirannya akan membangkitkan rasa percaya diri pada bangsa dan masyarakat untuk bersama-sama mengatasi rangkaian krisis yang masih berlangsung hingga saat ini.
Mengenai krisis perpecahan, yang merebak di antara unsur-unsur dalam masyarakat dan di antara daerah wilayah dan pemerintah pusat, seluruh kompleksitas permasalahannya dapat dipilah menjadi beberapa aspek. Di antaranya: 1) Permasalahan kesenjangan dalam pembangunan antara daerah penghasil dan pemerintah pusat, yang diperparah oleh pembagian kewenangan antara pusat dan daerah yang tidak seimbang. Sehingga dengan demikian diharapkan apabila pemberian otonomi daerah dapat dilaksanakan secara benar dan tepat, sesuai dengan aspirasi masyarakat dan perundang-undangan yang berlaku, aspek permasalahan ini akan semakin berkurang pula 2) Permasalahan kesenjangan akibat adanya ketidak-seimbangan antara pemerintah dan masyarakat, oleh karena sistem demokrasi yang belum berlangsung baik dan partisipasi rakyat yang belum berfungsi penuh. Sangat diharapkan dengan program reformasi, atau pembaruan, yang telah dimulai, amendemen UUD 1945 yang membatasi kekuasaan eksekutif, dan pola perwakilan yang representatif, aspiratif, dan komunikatif, kesenjangan ini kelak akan semakin terjembatani. Dalam rangka itulah pendidikan politik rakyat menjadi sebuah kemutlakan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Bahkan menjadi kewajiban bagi semua pihak, termasuk seluruh lapisan pemerintahan yang resmi dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang ada 3) Permasalahan kesenjangan yang timbul di antara masyarakat dan pasar oleh karena tidak adanya transparansi dan berkembangnya distorsi-distorsi yang bersifat struktural. Kiranya dalam hal inilah pembangunan ekonomi harus pula secara efektif memuat program pembaruan sistem perekonomian nasional yang akan semakin membuka akses dan kesempatannya bagi seluruh peserta pasar. Termasuk di antaranya produsen-entrepreneur, produsen-konsumen, pekerja- konsumen, dan pemberi jasa-konsumen. Dengan semakin rasional berfungsinya pasar dan semakin meningkatnya rasa keadilan, dalam proses tawar-menawar yang berimbang, aspek permasalahan kesenjangan ini diharapkan akan semakin menjadi berkurang. Maka di dalam memahami proses pembangunan masyarakat, yang akan semakin mempersempit kesenjangan yang ada, federalisme di bidang sosial dan ekonomi bukan hanya sebuah alternatif kebijakan, akan tetapi juga sesuatu yang bersifat alamiah dan sudah seharusnya dikembangkan bersama.
Bagaimanakah kesenjangan itu diukur, apabila memang hal tersebut dapat diukur? Kesenjangan terjadi apabila ada sebagian dari masyarakat yang mengalami proses marjinalisasi, atau pengecilan peran, atau bahkan pemiskinan diri. Pada unsur-unsur masyarakat yang mengalami proses tersebut secara berangsur-angsur akan timbul rasa ketidak-berdayaan, diikuti dengan rasa ketidak-puasan, yang akhirnya akan bermuara pada rasa ketidak-percayaan. Apabila proses ini berlanjut tanpa ada usaha yang serius untuk memperbaikinya, yang kemudian akan muncul adalah gejala-gejala permusuhan, perpecahan, dan kekerasan. Pada saat itulah persatuan dan kesatuan di dalam masyarakat dan bangsa akan menjadi lemah, hingga akhirnya sirna bersamaan dengan mulai berlangsungnya proses fragmentasi sosial dan disintegrasi nasional. Maka dengan menghadapi kenyataan yang sangat serius ini, menjadi jelas pula bahwa semua bentuk anakronisme yang berasal dari tatanan masyarakat feodal, masyarakat kolonial, dan masyarakat patriarkal yang pernah ada harus dihapuskan secara sistematis. Sehingga secara bertahap pada akhirnya akan dapat terbentuk suatu masyarakat baru, yang dapat disebut sebagai masyarakat kolegial. Inilah masyarakat yang merdeka, modern, dan mandiri, yaitu sebuah masyarakat yang demokratis, aspiratif, federatif, dan partisipatif. Suatu masyarakat yang dapat dengan sungguh-sungguh memenuhi visi pembukaan UUD 1945 secara utuh. Sebuah masyarakat kebangsaan yang menjadi idaman rakyat, dan yang kesatuannya diperkuat oleh keterikatannya dan persatuannya dikokohkan dalam perserikatannya. Dalam cita-cita inilah semangat persatuan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 di-reaktualisasi untuk menjawab tantangan jaman. Bila dahulu unsur-unsur kebangsaan yang berserikat menjadi satu sesuai dengan panggilan jaman, kini masyarakat bangsa yang telah menjadi satu seyogyanya mengusahakan pengembangan otonomi unsur-unsur keserikatannya. Sebab itulah ketentuan jaman yang tak terelakkan dan tak terbantahkan (28/10/1999).
Adapun arah perkembangan sebagaimana digambarkan di atas tentunya akan berlangsung dalam konteks dan proses globalisasi kehidupan dunia. Bukan hanya globalisasi pada aspek perekonomian saja, akan tetapi globalisasi yang akhirnya akan cenderung menerapkan nilai-nilai yang sama dan serupa pada sebagian besar umat manusia. Artinya, mau tidak mau dan suka tidak suka pada akhirnya akan terjadi konvergensi dalam nilai-nilai pandangan hidup kebanyakan orang. Timur akan semakin mendekat kepada Barat, dan dalam banyak hal akan semakin menyerupainya. Pertama, karena globalisasi sebagai proses akan berlangsung secara jauh lebih dahsyat daripada proses modernisasi sebagaimana dipahami selama ini, sehingga cepat atau lambat proses westernisasi juga akan berlangsung atau terjadi dengan sendirinya. Apalagi karena pemain-pemain terbesar dalam proses globalisasi ini merupakan pihak-pihak yang cenderung mewakili kebudayaan barat yang sudah jauh lebih maju, atau setidak-tidaknya telah nilai-nilai pemandu daripadanya. Kedua, dalam banyak hal di dalam menerapkan politik luar negeri, dan mengembangkan hubungan ekonomi internasionalnya, hampir semua kekuatan-kekuatan negara barat (dan utara) yang kaya, kuat, dan maju itu cenderung menyisipkan nilai-nilai kultural masyarakatnya. Dari seluruh nilai-nilai yang tidak terhitung banyaknya itu, dan memiliki banyak kelebihan di samping kekurangannya, telah muncul empat landasan kehidupan global yang bersifat universal. Keempat landasan tersebut dianggap sebagai prasyarat, dan sekaligus bukti, untuk menentukan maju atau tidaknya sebuah negara, bangsa, dan masyarakat. Landasan yang pertama adalah demokrasi, sebagai sistem dan proses intraksi politik yang memungkinkan partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam pengambilan keputusan dan penyelenggaraan kehidupan negara pada umumnya. Landasan yang kedua adalah ekonomi pasar (bebas), sebagai sistem dan proses dalam penyelenggaraan kegiatan ekonomi pada umumnya, yang memungkinkan partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam mengejar keuntungan dan kepuasannya dirinya masing-masing, baik melalui kompetisi maupun ko-operasi yang bersifat suka-rela. Landasan yang ketiga adalah hak azasi manusia, sebagai wujud kepedulian bagi kelompok-kelompok marjinal, atau yang telah termarjinalisasi sedemikian rupa hingga tidak mempunyai posisi tawar yang cukup, untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi politik maupun berkompetisi dalam kegiatan ekonomi pasar (bebas). Maka dibutuhkan upaya-upaya pemberdayaan yang tepat oleh masyarakat pada umumnya, bagi unsur-unsur masyarakat yang tertinggal khususnya. Landasan yang keempat adalah lingkungan hidup, sebagai penyangga kehidupan yang harus dilindungi dan dilestarikan kelangsungannya, dengan seluruh keperdulian yang nyata dari seluruh masyarakat. Maka di atas keempat landasan inilah ditegakkan ketiga pilar negara moderen yang bersifat multi-dimensional, yaitu pemerintah (negara), perniagaan (pasar), dan masyarakat (madani). Pemerintah atau pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, adalah pemerintahan yang terbentuk melalui proses pemilihan yang demokratis serta mengandung di dalam kelangsungannya prinsip trias-politica atau pemisahan kewenangan antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Selanjutnya, perniagaan atau perdagangan, sebagai kegiatan tawar-menawar dan tukar-menukar, pada umumnya adalah tempat bertemunya berbagai produsen, pekerja, dan konsumen, dengan segala kepentingannya masing-masing, dan dengan segala hak dan kewajibannya pula. Sedangkan masyarakat, atau himpunan rakyat yang hidup bersama, adalah kumpulan dari berbagai unit, perkumpulan, perhimpunan, dan kelompok yang semuanya mempunyai kepentingan yang bersifat khusus dan sekaligus kepentingan yang bersifat umum, serta berusaha mencapai perimbangan posisi, dalam hubungannya dengan pemerintah dan dalam kegiatan ekonomi pasar. Maka dalam suatu masyarakat kebangsaan yang maju dan mandiri, pemerintah yang konstitusional, pasar yang rasional, dan masyarakat yang kolegial adalah tiga unsur utama yang bersifat saling melengkapi.
Sebagai suatu kesimpulan sementara ternyata sistem sosial-ekonomi politik yang disebut kapitalisme telah berhasil untuk bertahan dan mengembangkan diri. Kapitalisme yang dimaksud di sini adalah kapitalisme yang telah meneruskan kelangsungannya melalui berbagai krisis dan reformasi institusional dalam evolusinya yang panjang. Bahkan kapitalisme yang telah mengadaptasikan dirinya, dan sekaligus mengadopsi berbagai kritik sosial atas berbagai kelemahan dan kekurangannya yang inherent. Sehingga dalam prosesnya telah berkembang menjadi sebuah kapitalisme dengan keperdulian sosial, yang tidak hanya berfungsi oleh karena motivasi keuntungan semata, akan tetapi juga cenderung menempatkan keadilan sosial dalam pola kelembagaannya. Oleh sebab itu mengapa kapitalisme (sosial) mampu untuk bertahan, dan mampu untuk mengatasi berbagai kelemahan dan kekurangannya, adalah pertanyaan yang sangat mendasar dan perlu untuk direnungkan bersama (29/10/1999). Terutama karena nampaknya sistem sosial ekonomi inilah yang dalam waktu tidak terlalu lama lagi akan diterapkan oleh sebagian besar negara di dunia (24/11/1999:4/1:15/08/1932).
Air Minum_C O L D A_ Air Minum Mineral Drinking Water Hubungi Customer Service : Jl. Palmarah Barat No. 353 / Blok B2 Jakarta Selatan Phone: (62-21) 530 4843, 7062 1108 |
Copyright ©soneta.org 2004For problems or questions regarding this web contact [admin@soneta.org] Last updated: 11/28/2007
|