1985 01 Makna Wiryoprawiro, Satria Utama, Jakarta, 1985 02 Wiryoprawiro, Satria Utama, Jakarta, 1985 03 Perilaku, Satria Utama, Jakarta, 1985 04 Pembawaan Diri, Satria Utama, Jakarta, 1985 05 Kidung Wiryoprawiro, Satria Utama, Jakarta, 1985 06 Abdi Negara, Satria Utama, Jakarta, 1985 07 Sikap Keutamaan, Satria Utama, Jakarta, 1985 08 Sudjud dan Asal Mula Manusia, Kerokhanian Sapta Darma, 1985 09 Sujud dan Dua Belas Saudara, Kerokhanian Sapta Darma, 1985
===============================================================
SATRIA UTAMA
Kami memuja dengan iman, harap, dan kasih Tulus menyembah Ketiga Kebenaran Yang Esa Yaitu Tuhan Pencipta Alam Semesta Yang telah menebus dan membebaskan umatNya Serta menganugerahkan RohNya pada mereka Demikian pula kami meluhurkan dalam batin dan pikiran Kedua orang tua bersama para leluhur semua Karena mereka memberi contoh hidup yang baik Dan dengan kerelaan memberi doa restunya
Semoga pada kami diberikan kekuatan Untuk tekun menjalankan amanat yang tiga: Makarya - Berkarya dalam hidup Makarti - Berbudi dalam laku Mangesti - Bersembah dalam hati Satria Utama, Jakarta, 1985
Wiryoprawiro adalah nama yang keramat Gambaran semangat prajurit dan keberanian diri Di dalamnya terkandung jiwa pengabdian Dan keteguhan untuk berdarma tanpa henti
Sikap hidupnya prasaja, namun seterang baskara Jaya karena pengetahuan dan budi luhur Bahagia dalam pembawaan prajurit Yang perwira, jujur, dan hemat
Menggenggam Pusaka Catur Pakarti Yang menjadi jalan keluhuran budi:
Wicaksana, yaitu kebijaksaan diri Susila, yaitu kesusilaan laku Anuraga, yaitu kerendahan hati Sudira, yaitu keberanian pembawaan
Begitu pula dalam menyandang nama kepahlawanan Tanpa putus meniru catur watak Surapawaka: Kukuh memegang janji bagai Karna Suryaputra Membinakejujuran hati bagai Sang Yudistira Menumbuhkan keberanian bagai Arya Bima Sena Membangun kemuliaan bagai Satriya Dananjaya Saling mengharumkan bagai Nakula dan Sadewa
Demikianlah makna yang terkandung Dalam nama yang telah diwariskan Untuk dipegang sebagai senjata Dan dijunjung menjadi mahkota Satria Utama, Jakarta, 1985
Dalam hidup tiada takut Untuk percaya diri pribadi Selalu ingat dan tetap waspada Agar dapat menilai diri Pada sesama dan kerabat Sikapnya tepa salira dan tenggang rasa Satria Utama, Jakarta, 1985
Dalam berkarya dan mengabdi Tanpa henti kembangkan daya guna diri Dengan harta sebagai penunjang laku Dan ilmu pengetahuan sebagai pelengkap Dicintainya kemanusiaan dan keadilan Dan dihormatinya segala kebenaran Ingin agar sesamanya dipulihkan Dan dibina dalam keselamatan
Karena itu hendaklah berpembawaan Tidak sombong karena memiliki kehandalan Tidak bangga karena turunan darah Atau kekayaan dan kemampuan diri Tidak kejam, tidak pula merendahkan Tetapi senantiasa mengisi dan mengasuh Serta mengangkat pribadi sesamanya
Demikianlah manusia yang wirya dan prawira itu Selalu mencari kebaikan sejati Bukannya kekuasaan dan kemuliaan diri Bukan pula kerajaan maupun bawahan Maka bersikaplah senantiasa Rendah hati sewaktu makin tinggi Hingga tidak tercela darah prajurit Dan terhina jiwa abdi yang mulia Satria Utama, Jakarta, 1985
Sapa hanggegawe, karahayon donya Ya para satriya, kang karsa ngabekti
Kang wirya ing darma, prawiro ing karya Kang pamrih angabdi, mamangun sesami
Mawa sih pepadang, ing madyaning nista Momot, momong, mangkat, sesami kang papa
Kusumaning griya, pasamuwan asih Panyebar who kawruh, pangrawiting sastra
Budi wicaksana, susilaning laku Mawa anuraga, sudira ing upaya
Medangkeun kamulyaan, lan silih wawangi Leber ing wewanen, kukuh kana jangji
Mula diprayitno, hawya kongsi sirna Tuladaning laku, trah tumerah kita Satria Utama, Jakarta, 1985
Ada tertulis dalam karya sastra Nagarakertagama Yang dirangkai semasa kejayaan Majapahit Disebutkan walaupun hanya sekilas Lima belas sifat utama Sang Maha Patih
Mantriwira ia disebut, karena menjadi abdi Dan pembela negara yang perwira Disamakan ia dengan Sumantri, karena seperti Suwanda Guna, Kaya, dan Winasis ia sembahkan bagi negara Satya Bakti Aprabhu sikapnya, yaitu artinya setia Serta penuh ketulusan hati mengabdi pada Sri Mahkota
Anayaken Mungsuh, pembawaannya menakutkan Sebab sedia membinasakan musuh negara dan rakyat Wijaya, yaitu selalu menang, karena waspada Purbawisesa Selalu mengawasi dan membetulkan yang salah Wicaksanengnaya, atau bijaksana dalam tindakannya Dengan ciri Ambeg Paramarta, mampu mendahulukan yang terpenting Dan Sata, yaitu mampu memelihara kesetiaan timbal balik
Mattanggwan, ia orang yang senantiasa dapat dipercaya Dalam menjabat sikapnya Belaka, yaitu rela Dan berani melaksanakan tanggung-jawab Serta Legawa, yaitu rela menyerahkan jabatan Bila waktunya telah tiba
Disebut pula Dhirotsaha, karena bekerja Dengan rajin dan kesungguhan hati Maka orang yang demikian dalam memimpin: Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani
Wagmi Wag, katanya ia, sebab pandai meyakinkan Banyak orang dengan kata-katanya Pembawaannya Sarjjawopasama, artinya rendah hati Bermuka menyenangkan, bersikap tulus serta sabar Diwyacitta sikapnya dilukiskan, sebab baik hati dalam berhubungan Dan bersedia mendengar pendapat orang lain
Dalam mengejar darna sikapnya Ginong Pratidina Yaitu niat melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan Masih I Samastabhuwana, artinya mengasihi seisi dunia Yaitu sebagai perwujudan dari Takwa dan ibadahnya Karena itu ia Tan Lelana, yaitu tidak terbawa Dalam kesedihan secara berlarut-larut
Terakhir sikap Gajah Mada adalah Tan Satresna Atau tidak mencari kesenangan diri pribadi Orang yang demikian ini pembawaannya Prasaja Dan Gemi Nastiti, yaitu mampu membatasi Pengeluaran harta pada hal yang benar perlu Satria Utama, Jakarta, 1985
Seperti apakah sikap-sikap keutamaan itu Dan bagaimanakah uraian penjelasannya?
Dalam menjawab perlulah diingat Bahwa yang ada hanyalah dugaan Karena bukanlah kata-kata yang penting Tetapi perilaku dalam hidupmu
Maka sikap-sikap keutamaan itu demikian: Sebagai pandita sikapnya bijaksana dan waskita Saleh dan taat pada agama, mendalami sastra budaya Sebagai satria benar perwira dan bertata-krama Gagah berani menjaga keselamatan masyarakat Sebagai pedagang semangatnya bekerja keras Mengadakan barang dan memberi pekerjaan Sebagai petani sikapnya jujur, rendah-hati, dan bersahaja Dipuji karena giat memelihara sawah dan ternak
Satukanlah sikap kelimanya itu Dalam hidup dan dalam pekerjaanmu, karena Sebagai pendeta belaka, dapat melalaikan sesamanya Sebagai satria semata, sering lupa sebab-akibat derita manusia Sebagai pedagang saja, kerap mencari untung tanpa memberi Sebagai petani saja, sempit cakrawalanya dan mudah ditipu
Kuasailah dan kendalikan dirimu Serapkan pula segala pengetahuan dan kebijaksanaan Maka engkau akan turut mengatur dunia Satria Utama, Jakarta, 1985
KEROKHANIAN SAPTA DARMA
Bila manusia ingin menjadi satria utama Mulia dalam darma dan agung dalam pekerti Serta mewujudkan dirinya sebagai brahmavihara Baiklah ia berkarya dan berbudi pekerti tinggi Tekun menghayati wewarah dan menjalankan sujud
Sujud Asal Mula Manusia adalah namanya Karena rokhani yang suci kembali kepada Hyang Suci Yaitu dengan duduk menghadap ke arah Timur Yang merupakan lambang purwa kawitan manusia Serta menjadi arah berputarnya bola dunia
Ke arah Timur itu pula dahulu Panuntun Agung menghadap Sewaktu diajar bersujud oleh Hyang Maha Kuwasa Dan ke arah sana pula warga Sapta Darma manembah Sambil duduk di atas kain sanggar berwarna putih Kedua tangan bersidakep, yang kanan di sebelah luarnya
Sesungguhnya dalam sujud yang penuh ketekunan Dalam keadaan hening dan suasana pasrah diri Terjadilah persatuan yang sangat didambakan Antara air Perwita Sari dan Sinar Cahaya Allah Yang menjadi puncak dari upacara manembah
Dari sana pula tercipta suatu daya kekuatan Yang akan menindas nafsu dan angkara manusia Memunahkan penyakit dan mencerdaskan pikiran Menajamkan kewaskitaan, dan yang lebih utama Mendekatkan hamba kepada Tuhannya
Maka dalam sujud janganlah berpamrih Ingin melihat wahyu hingga malah berangan-angan Demikian pula jangan biarkan adanya gangguan Bukalah mata dan mengucap Asma Tiga Sambil mengingat sikap tubuh dan jalan getaran
Bila telah duduk dengan hening Bersila bagi pria dan bertimpuh bagi wanita Luruskanlah gaya tubuh secara sempurna Dan masuki alam hening yang indah itu Benar-benar hening dalam kewaspadaan
Bila rasa berat terkumpul di kepala Lalu getarannya turun ke pangkal lidah Dan kemudian terasa di ujung lidah Serta bibir terasa menjadi tebal Telanlah air liur dan ucapkan:
Allah Hyang Maha Agung Allah Hyang Maha Rokhim Allah Hyang Maha Adil
Rasakanlah getaran halus naik perlahan Dari tulang ekor menelusuri tulang punggung Dan awasilah tubuh yang membungkuk ke depan Agar tetap tegak lurus tidak melengkung Dengan mata tertutup tetaplah hening
Kurang sejengkal dari tanah tahanlah kepala Rasakan getaran halus memasuki otak kecil Lalu ke otak besar dan terkumpul di ubun-ubun Bila dilihat dengan rasa seperti kukus putih Yang perlahan mengepul ke atas
Akan ada rasa yang masuk ke puncak kepala Untuk bercampur dengan air Perwita Sari Sebagai getaran turun ke pangkal dan pucuk lidah Semua terasa nikmat sewaktu kening menyentuh tanah Maka telanlah air liur dan ucapkan di batin:
Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuwasa Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuwasa Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuwasa
Bila telah merasakan keagungan Tuhan Dan keindahan penyembahan jiwa-raga Tegakkanlah tubuh serta rasakan Getaran yang turun perlahan Rasanya dingin waktu meliwati dada
Demikianlah dengan tepat diulang dan dirasa Pada bungkukan kedua dan ketiga Hanya ucapannya itu berbeda Pada bungkukan kedua begini:
Kesalahane Hyang Maha Suci Nyuwun Ngapura Hyang Maha Kuwasa Kesalahane Hyang Maha Suci Nyuwun Ngapura Hyang Maha Kuwasa Kesalahane Hyang Maha Suci Nyuwun Ngapura Hyang Maha Kuwasa
Dan demikian pada bungkukan ketiga:
Hyang Maha Suci Mertobat Hyang Maha Kuwasa Hyang Maha Suci Mertobat Hyang Maha Kuwasa Hyang Maha Suci Mertobat Hyang Maha Kuwasa
Pada akhir pasujudan Asal Mula Manusia Dalam keheningan rasakanlah kenikmatan Dan keindahan dari pengalaman manembah Lalu usaplah wajahmu dengan kedua tangan Sebagai tanda usainya sujud Kerokhanian Sapta Darma, Jakarta, 1985
09 Sujud dan Dua Belas Saudara Dalam sujud manembah yang telah diuraikan Turunnya getaran dari kepala benar dirasakan Terutama sewaktu melintasi jalur di dada Tempat adanya bentuk tiga belah ketupat Satu di atas, satu di tengah, dan satu di bawah Yaitu yang disebut dengan istilah radar
Maka pada tiap belah ketupat itu Terdapat getaran-getaran perwujudan Dari sifat khusus kedua-belas saudara Getaran berwarna hitam adalah aluwamah Yang merah amarah, kuning suwiyah, putih mutmainah
Adapun letak dan sifat dua belas saudara itu demikian: Hyang Maha Suci di ubun-ubun, sarana untuk menghadap Hyang Maha Kuwasa dalam sujud dan dalam hening Premana di dahi di antara kedua mata, untuk melihat Segala hal yang tak tampak oleh mata biasa
Jatingarang atau Suksmajati di bahu kiri tempatnya Gandarwaraja di bahu kanan dan bersifat kejam Sering bertengkar serta tamak Brama di tengah, senang marah sifatnya Bayu di dada kanan, cirinya adalah keteguhan
Endra di dada kiri dan berpembawaan malas Mayangkara di pusar, seperti kera suka mencuri Merampas, mengejek, dan menghina Suksmarasa di pinggang kiri dan kanan Memiliki sifat halus perasaan
Suksmakencana di tulang tungging Pengaruhnya pada gairah kebirahian Nagatahun atau Suksmanaga di tulang belakang Seperti ular sifatnya berbelit-belit dan berbisa Baginda Kilir atau Nur Rasa bergerak sifatnya Letaknya di ujung jari dan dapat digunakan Oleh warga untuk menyembuhkan penyakit
Maka dalam sujud Sapta darma Segala sifat saudara yang baik itu Dikembangkan kepada kesempurnaan Dan sifat saudara yang buruk Diruwat agar menjadi tawar
Demikianlah ajaran Sapta Darma Yang datang dari Panuntun Agung Sri Gutomo Baik untuk didengar, dipahami, dan dijalankan Supaya dapat seseorang menjadi satria berbudi Yang berpegang pada Wewarah Tujuh dan Sesanti:
Ing ngendi bae Warga Sapta Darma Kudu sumunar pinda baskara!
Dengan demikian para warga itu Sesungguhnya juga mengikut pada petuah: Sepi ing pamrih rame ing gawe! Kerokhanian Sapta Darma, Jakarta, 1985
|
Copyright©soneta.org 2004
|