[1989 ]
******************************************************************************************
……………………………………………
Sambutan diberikan kepada para peserta
Lalu pimpinan perjalanan berkata:
Dengan semangat / dan ‘wangsit’ Siliwangi
Kami membela / Nusantara Pakusarakan
Berlandaskan Pancasila / dan Catur Watak:
Kukuh kana jangki / Leber wawanen
Silih wawangi / Medangkeun kamulyaan
………………………………………….
…………………………………………..
Setelah semua tiba di kerimbunan pohon
Seseorang membacakan urutan silsilah:
…………………………………………….……..
Semoga selamat. Ini adalah sarasilah para leluhur
Yaitu mereka yang dihormati dan dijunjung tinggi
Rahiyang Prabu Siliwangi, yang mulia di Prahajyan Sunda,
dan menurunkan
Arya Munding Mundinglaya Di Kusumah, di Pakuan,
yang disebut Prabu Guru Gantangan, dan menurunkan
Prabu Pucuk Umun, di talaga, yang setia berbakti,
dan menurunkan
Sunan Parunggangsa, yang berada pada urutan keempat,
dan menurunkan
Sunan Wanapri, yang berada pada urutan kelima,
dan menurunkan
Sunan Ciburang, yang berada pada urutan keenam,
dan menurunkan
Arya Dipati Wangsa Goparana, di Sagala Herang, yang memulai sejarah kembali, dan menurunkan
Arya Wiratanu Datar, yang disebut Dalem Cikundul,
dan menurunkan
Raden Suryakancana, di Gunung Agung, yang juga disebut
Pangeran Arya Jaya,
Pangeran Arya Nata,
Pangeran Arya Mangkunagara,
Raden Surya Anom,
Raden Sulaiman,
Raden Haji Bagus Anom,
Raden Rangga Keling
Raden Rangga Gading …
Adiknya adalah Nu Geulis Endang Kancana di Gunung Ciremay,
istri Sunan Utara …
Dan Raden Karang Kancana di Gunung Sanggabuwana …
Sedang pamannya adalah Pangeran Jaya Salaka, leluhur desa Giri Jaya,
di lereng Gunung Salaka
Demikian pula dikenang pula dengan hormat …
Ibu Retna Larangtapa di Singapura …
Ibu Dewi Ambetkasih di Sindangkasih …
Ibu Dewi Subanglarang di Singapura …
Ibu Ratu Rajamantri di Pakuan …
Ibu Ratna Kentring Manik Mayangsunda …
Yaitu kelima istri Prabu Ratu Pakuan yang cantik jelita
Gambaran luhur Sunan Ambu di marcapada …
Dan dikenang pula dengan rasa penuh penghargaan ibunda dan leluhur kami
Nyi Rara Santang
Semoga jasa, bakti, tapa, karya dan darma mereka
Abadi sepanjang masa bagi segenap anak keturunan
………………………………………………………..
Karena ‘hulun,’ yaitu kita semua, rukun dalam ikatan
Oleh ‘buhun,’ yang mengandung arti bahan asali
Oleh ‘karuhun,’ yang telah memberikan jasa-baktinya
Oleh ‘rumuhun,’ yang menjadi jalan keluhuran
Dan semuanya berasal dari sumber yang utama
Disebut ‘puhun,’ yaitu asal-mula kehidupan dunia
Karena ‘raga’ yang membungkuspun digerakkan
Oleh ‘cipta,’ yang memikirkan segala sesuatu
Oleh ‘rasa,’ yang merasakan segala sesuatu
Oleh ‘karsa,’ yang menginginkan segala sesuatu
Dan semuanya itu memiliki ‘pengarah’ yang sejati
Disebut ‘sukma,’ yaitu ‘hidup’ yang sesungguhnya
Semua dan segala sesuatu di muka bumi ini
Ada, hidup dan bergerak dengan sempurna
Dalam cahaya ketuhanan yang maha esa
Dalam lingkungan keesaan alam semesta
Dalam gerakan kemanusiaan yang sejati
Semoga selamat, semoga bahagia, semoga sejahtera!
………………………………………………………
Pembacaan Di Bumi Kawastu
……………………………………………………………
Sakakala Bumi Kawastu dibaca bersama dan bergantian
(H4/09/08/1989)
……………………………………………………………………………………..
Purnamasidi di Legok Antrem
Ketika masuki kawasan, terasa hembusan angina laut berbau garam
Berada di pegunungan, tapi suasana laut terasa datang menghampiri
Maharani dari selatan bergagah di atas kereta yang ditarik kuda
Lambangnya digantungkan di Saung Girang, di dinding sisi selatan
(H4/16/08/1989)
Ngeduk gunung, ngrubah gunung
Teleng segara, pusering bumi
Teteg mantep, teguh puguh
Heh … sing prawiro!
(H5/17/08/1989)
……………………………………………………………….
Dapatkah yang ada ditiadakan, dan yang diberikan disangkal
Itu mungkin terjadi, akan tetapi dengan akibat resahnya hati
Karena bila kuda hitam dan putih berlari berlawanan arah
Akan kacaulah arah cerita dan terganggu perjalanan kita semua
Hanya seorang putri jelita dari selatan dapat membantu kendali
(H5/17/08/1989)
Alunan Tembang di Bumi Kawastu
Pesona memancar ketika tembang mengalun
Diiring kecapi suling merdu melaraskan
Tatapan matanya berkilat tegar menyongsong
Sinar kekaguman yang datang dari penonton
Gadis kecil dari desa yang mulanya malu
Tiba-tiba berubah menjadi wujud Sang Madusari
Bukankah dahulu dia telah bermimpi
Dari gedong agung keluar Sang Maharani
Yang sinarnya datang dan meliput tubuh
Dan bahkan kemudian menunjukkan
Lelaki yang kelak akan memperistrinya
……………………………………..……….
Pantas suaranya merdu begitu membuai hati
Membolak-balik ‘cipta’ yang terlanda hentakan
Beribu gambaran yang semuanya membingungkan
Runtuhkan wibawa para satriya yang serba tanggung
Karena dirinya terjerat oleh gulung genulungnya
Ombak kasih-sayang, birahi dan keinginan
Terjebak dalam ketidak-luhuran getaran rasa
Yang panas bagai api membara tanpa henti
Merangsang kenikmatan alami yang melanda
Tanpa ada akhirnya di sekujur tubuh insani
………………………………………..
Apakah ini dan siapa gerangan dia itu?
…………………………………………………….
Wujud dan bentuknya gadis yang masih muda usia
Tetapi dalam alunan tembang laras terus berubah
Seakan maharani dari selatan meminjam bibirnya
Menyampaikan pesannya dalam inti suara
Seperti raja-raja lama di tanah Jawadwipa
Dulu telah menyaksikan kedahsyatannya
Demikianlah melalui alunan suara tembang
Kebesaran kewanitaannya kini hadir kembali
………………………………………………..
Janganlah jatuh ketika berhadapan dengannya
Akan tetapi peluklah daya dan gaya keadaannya
Demikianlah Mahayudana berkata bijaksana …
…………………………………………….
Di kelak kemudian hari ketika telah berdiri
Padepokan Kalihdasa di tepi pantai selatan
Berikanlah kepadanya mas kawin tanda pinangan
Untuk memperistri suaranya, walau bukan tubuhnya
Duduklah dengan tenang dalam keadaan bersila
Lalu terimalah alunan suaranya dalam ‘samadi’
Biarlah Mahayudana menyertai untuk menjaga
Agar segala sesuatunya berjalan dengan lancer
Tertib sesuai ajaran agama dan budaya
Supaya apa yang masih terselubung terus dibukakan
(H6/18/08/1989)
Copyright©soneta.org
2004
For problems or questions regarding this web contact [admin@soneta.org]
Last updated: 04/06/2015