[1989 ] ****************************************************************************************** DI DALAM ACARA HENING
Aku pukulkan gong dengan lembut seakan tanpa tenaga Bunyinya lembut menggaung memenuhi alam pribadiku Terus terdengar hingga seakan-akan tidak akan berhenti Tetapi sesungguhnya suara itu bergerak semakin jauh Ketika tiba di titik samara, yaitu antara bunyi dan sunyi Aku berdiam dan dengan sekuat tenaga mempertahankan
Makhluk-makhluk khayali bermunculan untuk menolak Masuknya aku ke alam-alam yang masih terhalang Oleh kabut kedegilan hati, oleh tirai kebutaan akal ‘Jangan … janganlah teruskan perjalananmu,’ Demikian riuh-rendahnya suara mereka terdengar ‘Tinggal sajalah, tinggal di sini bersama kami
Barisan demi barisan berusaha menghalangi perjalanan Mengukuhkan kedegilan hati dan menebalkan kebutaan akal Berusaha mendorong aku kepada bangun yang sepenuhnya Dan ketika tidak berhasil, kepada tidur yang sepenuhnya Tetapi semangat untuk maju tak terkalahkan ataupun mundur ‘Tuhan ketiga dunia, kesepuluh wadah dan keempat alam beserta aku Demikian kata hatiku dengan penuh rasa keyakinan
Selanjutnya kujalani lingkaran ‘syafaat’ bagi seluruh peserta Membuat para penghalang terkecoh dan tertinggal jauh Maka kutinggalkan pergumulan jiwa-jiwa di belakang Dan kumasuki pengalaman 'sukma-mahatma’ selanjutnya
Tibalah aku kini di sebuah taman kecil di tengah belantara raya Di sana ada hamparan rumpun lembut, bunga-bunga aneka warna Pohon-pohon penghias indah, dan mata air bening yang menyegarkan ‘Tuhan adalah gembalaku', demikian aku berkata penuh rasa syukur Di sana aku merasa seperti Adam berhadapan dengan Allahnya Yaitu Adam pada mulanya, sebelum Adam menjadi Adam dan Hawa
Cahaya tanpa wujud turun perlahan memenuhi alam semesta Menyegarkan, menghidupkan dan memnuhi diri dengan arti Aku sembuh, sehat, segar, hidup, kuat, indah, sempurna … Bukan karena kekuatan dan kemampuan diriku sendiri Tetapi karena berhadapan dengan suara sabda: ‘Aku Ada Yang Aku Ada’
Pardes, taman ini untuk manusia, dan memang sesungguhnya ada Kunci, jalan dan cara memasukinya memang sudah ditemukan Diberikan untuk digunakan siapapun yang membutuhkannya Namanya indah dan bunyinya merdu, yaitu: ‘Estuning Galih Andika’ Seperti kidung yang menggema di relung hati suara itu berbunyi Seperti lagu yang menggerakkan tarian, nadanya mengalun indah Di kegelapan menjadi cahaya penerang, penghibur di tengah penderitaan Dalam putarannya menjadi poros alam semesta, … dunia-dunia bersatu Di dalamnya tak ada kiri atau kanan, atas atau bawah, hitam atau putih Yang ada hanyalah wajah Allah yang terlihat mulia dalam cermin hati Pantaslah kedegilan hati dan kebuataan akal menjadi penghalang Karena keduanya itu adalah debu-debu yang mengotorkan cermin hati
‘Estuning Galih Andika’ adalah jalan kepada sumber air kehidupan Di taman kejadian yang ada di bawah pohon kesemestaan alam Kebakaan ada dalam kefanaan seperti kefanaan ada dalam kebakaan Keperwiraan bersemayam dalam keresian dan keresian dalam keperwiraan Ketuhanan mencakup kesemestaan alam dan kemanusiaan yang sejati Seperti kehidupan yang mengcakup kematian dan melahirkan kebangkitan Karena itulah sadar bahwa taman indah itu sesungguhnya memang ada Di bumi ini, di antara kita, menunggu untuk diciptakan di dunia nyata
Agama bukan diberikan untuk membawa manusia ke surga Apalagi hanya sekedar mencegah manusia pergi ke neraka Tetapi untuk membawa Tuhan sendiri kepada alam manusia Dan membawa alam umat manusia naik kepada Tuhan Sehingga Tuhan, Alam dan Manusia bertemu dalam hening Karena itulah hening itu bukanlah hanya sekedar sebuah acara Salah satu acara dari acara-acara yang ada untuk dilakukan Melainkan acara utama yang berada dalam acara-acara lainnya Bahkan dalam seluruh kegiatan-kegiatan yang aku lakukan Sebagaimana Tuhan hadir dalam pekerjaanku yang sekecilnyapun Aku, seperti lainnya, hadir dalam pekerjaan Tuhan yang besar
Tuhan, terima kasih! (H5/05/10/1989)
|
Copyright©soneta.org 2004
|