Muhyidin Wiranatakusumah
01 Dibelai Hangat Kekasih 02 Megahnya Hamparan 03 Via Solitaria! 04 Daya Nalar 05 Yang Dipilih 06 Mengapa Tiang-tiang Penyangga Kini Goyah? 07 Gunung Kembar 08 Centra Gravitasi 09 Sujud 10 Jemplang Sawala 11 Kelebat Bandung Utara 12 Words & Love 13 Natal Di Linggamurti 14 Surya Kancana 15 Fenomena 16 Pulang ****************************************************************************************************
Meniti titian bambu Ruas demi ruas, makin atas Makin berisi … akhirnya Tunduk menatap tanah Di mana hamparan rebung Tumbuh satu-satu Menyatu dengan mereka yang terdahulu Rebung tumbuh merdeka Dibiarkan mandiri Serumpun … tapi tidak Dalam pelukan pengayoman Begitulah ilmu bambu Rebung lagi, rebung lagi Mengalah sambil berpadu Suwung lagi, suwung lagi Akhirnya di puncak di mana Semilir angin pagi mengusik Daun-daun yang pasrah Semua menyanyikan Lagu penyatuan … ! Jakarta, (M)/H7/24/10/1992
Megahnya hamparan bintang di langit Gemuruh ombak laut selatan … Indahnya matahari di tengah malam Kutub utara Membuat manusia terpesona, Manusia berfikir … Akhirnya manusia diam dalam Keheningan mutlak Dijawab dalam keyakinan bahwa … Tuhan berfirman bagai api, Alam bergetar, manusia gentar mencari Ratu Adil dalam dirinya! Jakarta, (M)/H7/31/10/1992
Jalan lama … jalan wiwitan Jalannya … Matahari! Perjalanan adalah perjuangan! Menegakkan kebenaran dalam kesabaran! Jalan baru, tidak ada yang baru di dunia ini! Jalan akhir adalah … kerinduan! Rindu, berjalan dalam sendiri, hening dalam via solitaria! ( … jalannya MATAHARI! ) Jakarta, H2/09/11/1992
Daya nalar perencana Pakujajar prinsip-prinsip Jangkauan perspektif masa datang Menyatu dalam persepsi Membentuk kekuatan inti Selaras dalam maksud Rencana yang bernaluri The Borobudur InterlinkTanpa Tanggal, Tanpa Tempat
Persaudaraan mensyaratkan kesetiaan Lebih dari itu adalah kebenaran Untuk memancarkan kebijaksanaan Sebagai syarat … kepemimpinan Kepemimpinan bukan warisan Tetapi … keputusan yang Maha Melihat Bagi umat dan insan … yang dipilihnya! Jakarta, Medio Nopember 1992
06 Mengapa Tiang-tiang Penyangga Kini Goyah? Pertama, Tiang yang menyangga Pemimpin yang ADIL! Kedua, Landasan Ulama yang berilmu! Ketiga, Hartawan yang lupa darma dan dirinya! Keempat, Rakyat sudah lupa pada Tuhan sudah meredup! Kelima, Pancaran kepasrahan pada Tuhan sudah meredup! Keenam, apakah masih ada Alam IBU yang penuh KASIH? Ketujuh, Mandala-mandala ini kembali JATI NISKALA … Untuk menurunkan Babak BARU, … HATI-HATI! Jakarta, H7/21/11/1992
Gunung kembar Gunung Pusaka, Yang satu kebesaran, yang lain makna wiwitan Ibarat dua Macan Bertarung Yang satu wibawa yang lain perkasa Gerakan wiwitan lama, kenyataan sekarang-bukti! Jangan hanya meraih di Timur dibuang ke Barat! Tetapi Selatan dilupakan! ( Aum-A-Hung! … di Salaka-Gede ); Akhir November 1992
Tuhan Maha Pencipta! Alam dan manusia pengisi dalam rasa dan ciptaannya Anugerah Tuhan, bencana alam, Dan kesadaran manusia adalah lingkaran Lingkaran perjalanan hidup dan kehidupan Manusia penguasa dunia Antara alam dunia dan alam rasa Berada pada konsentrasi manusia Seperti nalar dan naluri, bagaikan Kidung Silih-Wawangi! Melihat 'Centre of Gravity', H7/12/12/1992
Ketika Maumere dilanda gempa! Manusia menjerit mencari Tuhan! Dan ketika Somalia mencari hidup! Manusia meratapi nilai kehidupan! Pada saat rasa meninggalkan raga Manusia sujud dalam kemandiriannya Betapa Agung Tuhan dalam kedahsyatanNya! Tanpa Tempat, H/15/12/1992
Duh, Gusti nu murbeng alam Hyang jagat nata nu mahakuasa Sampurasun bade kumawantun Hayang nyaho bari bodo
Seja rek teuteuleuman Asup kana guha garba Meungpeung peureum nya baheula Waktu kuring kokojayan, di talaga sukawayana
Obah rasa, ciri asih, asihna ambu nu nungtun Ditiup ti tungtung buuk, tuturkeuneun indung suku Geuning loba gogodana
Disinglar ku jemplang sawala Jemplang-jempling dadudulur Hariring bathin nu suci Geuning kieu karasana, panggih dina pangapungan! Tanpa Tempat, Tanpa Tanggal
Bukit tunggul pancaran wibawa Burangrang membawa cahaya Mengalir sungai Cipunagara Melahirkan curug Agung! Menata gunung tugas satria Membawa bekal percaya Melahirkan ilmu luhung, Sakti diri! Tanpa Tempat, H6/18/12/1992
It is with words that we governed! Beware, when you speak of God, Since, we feel the Highest Expression of Love! Then you speak of wisdom Your ultimate deed with a string attached! Attached with a Ribbon of Love! Love, Words and Wisdom, the river flow of Life! When we governed we use the remedy of Love! When we love, we love totally, since love is not a medicine! Jakarta, X-Mas, H6/25/12/ 1992
Arak merah dituangkan pada sembilan cawan. Roti hidup dibagikan dengan syahdu! Alunan hati dan lilin-lilin kecil, menyertai lagu-lagu Natal! Yang tertua mengatakan: Total surrender, there's no other way! Ikat-kepalaku ikat bali, Bajuku kuning-emas kainku parang rusak! Dari Kediri aku kembali bersimpuh di Kediri! Mari kita minum selagi roh-Kudus kurasakan getaranNya! Jakarta, X-Mas, H6/25/12/ 1992
Ketika tahun berganti baru! Haru dan sukacita berbaur! Menyatu dalam perenungan! Mendalam … melahirkan harapan! Membenamkan putus-asa! Melahirkan fenomena awal! Karena matahari terbit dan Terbenam … sama indahnya! Tanpa Tempat, Awal Tahun 1993
Kabut hati, kelabu rasa Pancaran hati getaran rindu Rindu pada Sang Pencipta Kabut kelam menebal Getaran rasa memuncak Benturan terjadi tak terhindarkan Manusia terhenyak, alampun memberi tanda! Tanpa Tanggal, Medio Januari 1993
Menyisir diri pribadi Periksa badan sekujur Pada waktu kita pulang Menyingkap tabir kematian Mau pulang arah kemana Membalik asal ke akhirat Tak kenal tempatku di mana Tanpa Tempat, Tanpa Tanggal
[Soneta Indonesia] – [Puisi Parakanca]
|
Copyright ©soneta.org 2004For problems or questions regarding this web contact [admin@soneta.org] Last updated: 11/28/2007
|