006 ST Alisjahbana ( 1908 )

 

01 Apakah Maknanya  02 Segala, Segala  03 Air Mata  04 Tak Mengerti  05 Kepada Anakku I 06 Rasa Diri  07 Nikmat Hidup  08 Dalam Gelombang  09 Betalah Tahu 10 Sesudah Dibajak  11 Api Suci  12 Tiada Tertahan  13 Semarak Itu  14 Kembali  15 Kepada Kaum Mistik II

 

********************************************************************************************************************************************************************************************

01 Apakah Maknanya

Ani, Aniku, di mana engkau?

Suaramu masih kudengar,

Rupamu masih kulihat,

Kemana melangkah engkau mengikut.

Ani, Ani, mari kemari!

Kamas hendak meninjau matamu,

Setia dalam melihat padaku,

Mana suaramu, mana gelakmu?

Ya Allah, ya Tuhanku,

‘Langkah lekas ‘Kau ambil,

‘Kau renggutkan dari sisiku.

Apakah dosa maka begini

Apa maknanya, apa gunanya,

Ganas demikian menimpa diri?

                                               [Back]

 

 
02 Segala, Segala

Ani, ya Aniku Ani,

Mengapa kamas engkau tinggalkan?

Lengang sepi rasanya rumah,

Lapang meruang tiada tentu.

Buka lemari pakaian berkata,

Di tempat tidur engkau berbaring,

Di atas kursi engkau duduk,

Pergi ke dapur engkau sibuk.

Segala kulihat segala membayang,

Segala kupegang segala mengenang.

Sekalian barang rasa mengingat,

Sebanyak itu cita melenyap.

Pilu sedih menyayat di kalbu,

Pelbagai rasa datang merasuk.

                                     [Back]

 

03 Air Mata

‘Ngalir, ‘ngalirlah air mata,

Aku tiada akan ‘nahanmu.

Apa gunanya aku halangi,

Engkau ‘ngalirkan penuh kalbuku.

Seperti air jernih memancar

Dari celah gunung rimbun,

Seperti hujan sejuk gugur

Dari mega berat mengandung,

‘Ngalirlah wahai air mata,

Engkaupun mendapat hakmu

Dari Khalik yang satu.

‘Ngalir, ‘ngalirlah air mata,

Aku hendak merasa nikmat

Panasmu ngalir pada pipiku.

                                    [Back]

 

 

04 Tak Mengerti

Semuda itu lagi,

Sebanyak itu cita dikandung,

Sebesar itu harapan di dada,

Segembira itu menyambut hidup.

Mungkinkah kau Ni tiada lagi,

Berjalan pergi tiada kembali,

Merantau jauh tiada tentu

Negeri mana tempat berhenti?

Bunga mawar segar kembang,

Girang sorak dijunjung tangkai

Berderai gugur jatuh ke bumi

Sekonyong-konyong tiada tersangka.

Wahai Tuhanku maha tinggi,

Petunjuk beta tak mengerti.

                                [Back]

 

05 Kepada Anakku I

Tiada tahukah engkau sayang,

Bunda pergi melawat negeri

Belum seorang pulang kembali,

‘Ninggalkan kita sepi berempat?

Mengapa engkau gelak selalu,

Mengapa bergurau tiada ingat?

Pada muka tiada berkesan,

Pada bicara tiada bergetar

Tiada tahukah engkau sayang,

Tiada insyaf tiada ‘ngerti

Bunda pergi tiada kembali?

Mengapa bicara sebijak itu,

Mengapa tertawa gelak selalu?

Air mata pilu kutelan.

                      [Back]

 

 

 

06 Rasa Diri

Alam segala rasa menjauh,

Pikiran melayang tidak bertumpuh.

Segala umat kabur mengasing,

Terkatunglah diri terumbang-ambing.

Seluruh dunia penaka musuh,

Berkabut kacau rupa mengganjil,

Membiar aku berjuang sendiri,

Hilang hanyut tiada bertolong.

Sejauh pandang gelombang semesta,

Tiada pantai tiada daratan

Menghimbau beta tempat berlabuh.

Demikian Ani rasanya diri,

Sejak kamas engkau tinggalkan,

Tidak berkata tidak berpesan.

                                                                               [Back]

 

 

 

07 Nikmat Hidup

Api menyala di dalam kalbu,

Ganas membakar tiada beragak.

Hangus badan rasa seluruh,

Kepala penuh bersabung sinar.

Malam mata tiada terpicing,

Gelisah duduk sepanjang hari.

Rasa dicambuk rasa didera

Jiwa ’ngembara tiada sentosa.

Ya Allah, ya Tuhanku!

Biarlah api nyala di kalbu,

Biarlah badan hangus tertuju.

Api jangan Engkau padamkan,

Mata jangan Engkau picakan,

Jiwa jangan Engkau lelapkan.

                                                     [Back]

 

 

 

08 Dalam Gelombang

Alun bergulung naik meninggi,

Turun melembah jauh ke bawah.

Lidah ombak menyerak buih,

Surut kembali di air gemuruh.

Kami mengalun di samud’raMu,

Bersorak gembira tinggi membukit.

Sedih mengaduh jatuh ke bawah,

Silih berganti tiada berhenti.

Di dalam suka di dalam duka,

Waktu bahagia waktu merana,

Masa tertawa masa kecewa,

Kami berbuai dalam nafasMu,

Tiada kuasa tiada berdaya,

Turun naik dalam ’namaMu.

                                [Back]

 

09 Betalah Tahu

Aku melihat mereka berjalan,

Rapat dekat sesak menyesak.

Mata bersinar kasih mesra,

Muka berkembang cinta berahi.

Suara merayu berbisik-bisik,

Cumbu pujuk kata semata.

Berlimpah bahagia kalbu remaja,

Seluruh dunia rasa terlupa.

Dalam gua batu jiwaku

Tersenyum beta laksana arca:

Kecaplah hidup muda belia,

Lezat nikmat sebanyak dapat,

Betalah tahu, betalah tahu:

Turun tabir sesal menjelma.

   [Back]

 

 

 

10 Sesudah Dibajak

Aku merasa bajakMu menyayat,

Sedih seni mengiris kalbu.

Pedih pilu jiwa mengaduh,

Gemetar menggigil tulang seluruh.

Dalam duka semesra ini,

Beta papa, apalah daya?

Keluh hilang disawang lapang,

Aduh tenggelam dibisik angin.

Ya Allah, ya Rabbi,

Hancurkan, remukkan sesuka hati,

Sayat iris jangan sepala.

Umat daif sekedar bermohon:

Semai benih mulia raya

Dalam tanah sudah dibajak.

               [Back]

 

11 Api Suci

Selama nafas masih mengalun,

Selama jantung masih memukul,

Wahai api, bakarlah jiwaku,

Biar mengaduh biar mengeluh.

Seperti baja merah membara

Dalam bakaran Nyala Raya,

Biar jiwa habis terlebur,

Dalam kobaran Nyala Raya.

Sesak mendesak rasa di kalbu,

Gelisah liar mata memandang,

Di mana duduk rasa dikejar.

Demikian rahmat tumpahkan selalu,

Nikmat rasa api menghangus,

Nyanyian semata bunyi jeritku.

    [Back]

 

 

12 Tiada Tertahan

Tanah dipijak serasa air,

Dahan dipegang menjadi awang,

Pandangan ke depan mengabut tebal,

Menoleh belakang gulita semata.

Terbang diri ditiup angin,

Tiada berarah tiada bertuju,

Terhempas ke bumi tertepuk ke batu,

Kejam didera ganas disiksa.

Ya Allah, ya Tuhanku,

Benamkan beta ke laut dalam,

Bakar beta di api nyala.

Sangsi begini tiada tertanggung:

Di laut tidak di darat tidak,

Segala penjuru kabut mengepung.

                               [Back]

 

 

013 Semarak Itu

Laksana unggun tinggi menyala

Engkau melintang di jalan kamas

Menyerbu menyerah jiwa remaja,

Tiada bertangguh tiada bersangsi.

Dalam panasmu aku bertangas,

Dalam sinarmu aku bercahaya.

Hari lalu tiada berasa,

Habis ria berganti bahagia.

Selama itu sudah dipuja,

Sekian waktu sudah dimanja

Tinggallah beta sebatang badan.

Alangkah hamba rasa sedunia:

Pujaan cinta semarak itu

Tiadakan lagi mungkin tersua

                                    [Back]
 

 

014 Kembali

Ketika beta terjaga di dini hari

Melihat alam sepermai ini,

Terasalah beta darah baru

Gembira berdebur di dalam kalbu.

Girang unggas bersuka ria,

Gemilang sekar bermegah warna.

Mega muda bermain di awang,

Kemilau embun menyambut terang.

Hidup, hiduplah jiwa,

Turut gembira turut mencipta

Dalam alam indah jelita.

Jalan waktu terhambat tiada,

Siang terkembang malamlah tiba:

Percuma dahlia tiada berbunga.

                                       [Back]

 

15 Kepada Kaum Mistik II

Berderis decis jelas tangkas

Tangan ringan tukang pangkas

Menggunting ujung rambutku

Jatuh gugur bercampur debu

Aku melihat Tuhanku Akbar

Ujung rambut di tanah terbabar

Teman, aku gila katamu?

Wahai, kasihan aku melihatmu

Mempunyai mata, tiada bermata

Dapat melihat, tak pandai melihat

Sebab beta melihat Tuhan di mana-mana

Di ujung kuku yang gugur digunting

Pada selapa kering yang gugur ke tanah

Pada matahari yang panas membakar

                                                     [Back]

 

 

  

   

   

   

 

 

 

[Soneta Nusantara] - [Nusantara Sonnets]

 Copyright©soneta.org 2004  
 For problems or questions regarding this web contact
[admin@soneta.org] 
Last updated: 14/06/2015