018 Bahrum Rangkuti ( 1919 )

 

01 Mercon Malam Takbiran  02 Sembahyang di Taman HI  03 Ayahanda  04 Bunda  05  Anak-anakku 06 Tuhan di Tengah Insan  07 Dunia Baru

 

***************************************************************************************************************************

 

01 Mercon Malam Takbiran

Akhir ramadhan membakar sepanjang

Thamrin. Panas tak tertahan sejak siang

Mercon, meriam bambu dan bunga api

Menggelegar dari gedung dan jembatan tinggi

Menggulingkan menakutkan jatuh ke bawah sedan

Dan beca.  Polisi bagaikan tonggak menunggu-nunggu

Siapa yang luka, melontar dan putus tangan

Dalam arus oto, speda dan scooter.  Setan memburu

Inilah agaknya kejang penghabisan jalan rohani

Berminggu-minggu di taman Ilahi. Nafsu dikekang

Rajin mengaji, doa dan sembahyang malam hari

Apakah semua ini bukan pelambang?

Bertahun-tahun berjuang menumbuh cita sejauh bintang

Lalu timpa menimpa jua.  Ledakan di sana sini!

                                                                [Back]


 

 

02 Sembahyang di Taman HI 

Wanita, kau berkudung putih dalam taman

Idul fitri, sujud, duduk dan berdiri

Tegak berkali-kali, di bawah tiang beratapkan

Nipah. Di sampingmu ratuku ikut mengabdi

Apakah kau bidadari lembah gunung

Tak tersentuh jin, mambang dan manusia

Kini fana tenggelam memuja Tuhan alam semesta?

Mutiara tumbuh dalam kesucian termenung

Amboi, namun ratuku meski tak secerlang

Engkau, juita oleh rangsang wahyu Ilahi

Sekiranya terasa Nur Samawi membayang

Pabila ia melangkah atas namaNya menjelma

Di bawah tapaknya mata air, mushalla dan ladang

Suaranya membujuk yatim, fakir dan tuna karya

                                                             [Back]

 

 

03 Ayahanda

Pada hari-hari ini terasa ayah hadir lagi

Kulihat engkau seperempat abad lalu

Dalam engah terakhir memetik janji

Dari Apul, agar Kabul idamanmu

Ia dan aku bertaut tangan

Dunia dan akhirat tetap sejalan

Kini apa yang engkau kehendaki

Mulai membuah. Gunung ini betapa pun tinggi

Kami daki.  Kami garap tanah di pedusunan

Dan ajak mereka yang membuntu ke jalan Ilahi

Kami belajar mengabdi dan menumbuh iman

Tuhan, terimalah apa yang kami buat ini

Bersama kelemahan dan kekurangan kami

Dan naungilah ayahanda di bawah sayapMu

                                                                            [Back]
 

 

04 Bunda

Kemarin aku datang padamu. Di tanganku kain bersulam

Dan ketupat santan, masakan mantumu

Sehari yang lalu. Tak datang ia bersamaku

Antara kelian ‘lah lama pisah mendalam

Ingin ia mengabdi pada Tuhan, mengangkat mereka

Dari kolong jembatan.  Engkau bunda, asyik pada

Daki tangan dunia: pemberian kakek Badja Linggai

Pedagang rempah-rempah di kaki gunung pinggir sungai

Aduhai, bunda, meski kau kini ditenung

Tamasya gemilang dan dalam kamarmu mendengung

Qur’an dan dzikir; mengapatah menjauh dari cucu-cucumu?

Tidakkah senang, bunda, dari engkau jua

Asal bibit ini: membina tempat pada sisi Ilahi?

Dan mantumu, amanat ayahanda ketika pindah ke alam baqa

                                                                                                                     [Back]
 

 

05 Anak-anakku

Hari menanjak siang, malam

Berangsur hilang dari permukaan bumi

Kalian tumbuh dan besar dalam

Sentuhan suci dan cinta. Mawar membelai pipi

Di Ciputat, Pondok Cabe dan Kebon Kacang

Hingga menjadi saksi hidup cita-cita ibumu

Siang malam memeras tulang

Tuhan membina kalian jadi tiang-tiang padu

RumahNya kita dirikan

Bersama di Chatulistiwa

Wilayah pantai, pulau dan lautan

Resapilah ayat-ayat Qur’an

Dalam cita-cita dan amal berilmu

Agar Jibril datang membantu

                                           [Back]

 

06 Tuhan di Tengah Insan

Mahmudah membaca Qur’an

Di bawah kudungnya sutera hijau

Membayang kehidupan remaja. Mengumandang Ali Imran

Cahaya atas cahaya dengan suara mengimbau

Turun dan naik atas irama pendek dan panjang

Kadang berhenti pada tanda wagaf sejenak

Lalu mendengung sampai pada ‘Ilahi Maha Penyayang’

Aku diam hening tak mampu bergerak

Tahukah engkau, anakku

Alun suara ini kata Tuhan terakhir. Pada

Insan seluruh dunia. Turun berabad - abad

Namun terasa Ia berbicara kini jua

Di tengah - tengah kita di ujung lidahmu

Ia menjelma di bumi Indonesia

                                                                     [Back]

 

07 Dunia Baru

Dalam kamar Basyir kulihat penuh gambar 

Warna-warni. Merah, kuning dan hijau bersihantam.

Muda-mudi menari, mereka tertawa lebar

Tergantung megah fotoku sendiri dengan pakaian

Navy Blue. Aku berdiri di Point Loma, San Diego

Memantul di sebelah kiri tanda korps Chaplain Amerika

Injil dan Salib berlekuk-lekuk. Lalu melintang bendera

Dwi - warna dari ujung ke ujung. Di bawahnya Diponegoro

Aku bertanya: - Apa yang kaubuat ini, ‘nak?

Mau keserasian bentuk rupanya. Dalam porak

Poranda pikiran. Mana tulisan-tulisan Qur’an?

Ia menjawab mengangkat dagu: - Aku Merombak dunia

Menampil padaku firmanNya, - Ia memisah-misah

Dan memadatkan lagi. Dan terciptalah alam semesta

         [Back]

 

 

[Soneta Nusantara] - [Nusantara Sonnets]

COLDA Air Minum  Sehat                     COLDA Mineral Spring  Water                    Sumber Air Pegunungan diproses secara  Higienis      *** COLDA ***

 

Air Minum_C O L D A_ Air Minum 

Mineral Drinking Water

Hubungi Customer Service :

Jl. Palmarah Barat No. 353 / Blok B2 Jakarta Selatan

Phone: (62-21) 530 4843, 7062 1108

Pengelola Baktinendra Prawiro, Retno Kintoko

Pengelola Baktinendra Prawiro, Retno Kintoko

                                                                             

   

   

   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 Copyright©soneta.org 2004  
 For problems or questions regarding this web contact
[admin@soneta.org] 
Last updated: 14/06/2012