Aku bulan
Melekap di langit petang.
Dalam expres secepat ini
Aku tidak tahu
Buat apa dadaku berkembang kempis
Karena tidak bisa kupastikan
Mana yang lari:
Aku, expres, tiang tilpun atau bulan itu.
Yang kita gantung hari ini
Mungkin besok serkah
Dan kita jatuh ke atas cactus yang menjulang.
Batas mimpi dan jaga
Mengabur antara takhyul, kepercayaan dan
Pengetahuan
Di atas ubun-ubunmu
Dan keturunanmu
Terbeku getah buah khuldi
Yang meleleh melawan kehendak-Ku
Ditiup tingkah angin
Kau ‘ kan terberai pecah.
Tapi dalam berai itu
Kepala ‘kan menoleh-noleh:
Rindu! Gelisah!
Kembali ta’kan Kuizinkan
Sebelum kau melompat dari seribu kira
Ke seribu rupa
Dalam mencari yang tampak di langit,
Tapi letaknya di denyut jantung sendiri
[Back]
Tuhan,
Bentangkan langit di atasku
Jernih!
Bangkit badanku ke negaraMu,
Tempat Engkau termenung
Melihat aku dalam baju ini.
Lama sudah lonceng Kau bunyikan,
Gapura ternganga:
Aku boleh naik!
Tapi kenapa denyar dan gema
Masih saja Kau biarkan memperebutkan aku,
Hingga piala yang penuh
Tertumpah, darah meleleh
Dan tangan-tulang mengapai-gapai?
[Back]
Aku sebutir pasir
Di pesisir yang berlari
Dari rimba belukar ke muara yang bersuci.
Kenapa menggelepar
Hendak menghentikan jarum jam
Dan menutup kantor pos
Waktu musuh membom itu?
Kenapa menggigil dan cemas
Dan menyumpah habis-habisan
Sedang laut melebar
Sekitar titik ini?
Aku, bumi dan hidup ini
Cuma tiga butir pasir
Di pesisir yang tidak bertepi.