046 Ajip Rosidi ( 1938 )
01 Terkenang Topeng Cirebon 02 Engkeli, Suatu Pagi 03 Soneta dari Manhattan 04 Kepada Kawan 12 05 Perumpamaan 06 Hamlet ***************************************************************************************************************************
Di atas gunung batu manusia membangun tugu Kota yang gelisah mencari, Seoul yang baru, perkasa Dengan etalase kaca, lampu-lampu berwarna, jiwanya ragu Tak acuh tahu, menggapai-gapai dalam udara hampa Kulihat bangsa yang terombang-ambing antara dua dunia Bagaikan tercermin diriku sendiri di sana! Mengejar-ngejar gairah bayangan hari esok Memimpikan masa-silam yang terasa kian lama kian elok! Waktu menonton tari topeng di Istana Musim Panas Aku terkenang betapa indah topeng Cirebon dari Kalianyar! Dan waktu kusimakkan musik Tang-ak, tubuhku tersandar lemas Betapa indah gamelan Bali dan Degung Sunda. Bagaikan terdengar! Kian jauh aku pergi, kian banyak kulihat Kian tinggi kuhargai milik sendiri yang tersia-sia tak dirawat
Empat lelaki menyusur pinggir kali Nasibnya mengalir bersama air menghilir Di mana mereka bertemu ? Ke mana mereka kan pergi ? Dalam hati yang mengerti Menuju ufuk kelabu Di kuala terbuka Pabila mereka berangkat Dan kapan akan kembali? Telah tetap setiap saat Menempuh arus waktu Tidak terhingga Empat lelaki berdiri di pinggir kali Nasib bagaikan air: Selalu luput dari genggaman
Di bawah bayang-bayang Manhattan yang gelap Kulihat kau menyelinap, mengendap-ngendap Mengais-ngais mencari dalam dirimu: Sesuatu telah terjadi dan itu engkau tak tahu Begitu banyak peristiwa dan begitu banyak rahasia Yang dalam hidupmu hanya nampak satu segi saja Tidaklah hidup ini bagimu akan tetap gulita Bagaikan teka-teki yang hilang soalnya Adakah dengan dinding-dinding kukuh perkasa Bersarang perasaan aman dalam sanubari manusia? Yang kutemui hanya kewas-wasan, sumber kegelisahan Adakah dengan perkembangan teknologi Manusia telah menemukan dirinya sendiri? Kau hanya tahu: komputer ternyata menghasilkan banyak persoalan
Apa sih yang mau kau capai Maka kau terjang segala penghalang Dan kau abaikan segala nilai Asal kau sendiri menang? Apa sih yang mau kau dapat Maka kau tinggalkan semua sahabat Dan di sekelilingmu Kau anyam rapat pagar curiga Kau kira di mana kau akan tiba Kalau hari sudah senja? Ternyata tidak ada tarian gemulai Atau suara gamelan mengalun permai Kemenangan-kemenanganmu selama ini Melontarkanmu ke langit hampa
Di antara belalang Kaulah burung brenjang Yang mengisi tembolok Tak kunjung kenyang Di antara ayam Kaulah musang kelaparan Dengan rahang tajam Menerkam dan menerkam Kalau di sungai Kaulah buaya Tak pernah menolak bangkai Kalau di darat Kaulah srigala Mengancam segala hayat
Yang was-was selalu, itulah aku Yang gamang selalu, akulah itu Ya Hamlet kusuka : Dialah gambaran jiwaku Yang selalu was-was dalam ragu. Membiarkan kau Mengembara dalam mimpi yang risau Kutemukan pada Oliver, kegamangan falsafi Dunia yang muram dan masa depan yang suram Tapi kulihat kecerahan intelegensi Seorang muda yang terlalu dekat kepada alam Hamlet. Hamletku, ia datang kepadamu Menatap fana atas segala yang kujamah: Tahu Bahwa hidup melangkah atas ketidak pastian Yang terkadang menentukan Kepastian Aku pasrah
[Soneta Nusantara] - [Nusantara Sonnets]
|
Copyright©soneta.org 2004
|