053 Diah Hadaning ( 1940 )
01 Dista 02 Sajak Lapar ’95 03 Sajak Terang Amaq Sanah 04 Gelenteng Penari Tua ***************************************************************************************************************************
Yang menari dalam api Yang berenang dalam kata Yang mengembang dalam musim Adalah ia dengan seribu arah Memburu sebuah rumah Di dalamnya wajah-wajah Dari mosaik-mosaik getah Siapa di ambang pintu Lidahnya kelu Nunggu angin henti usik pepohonan Tanyanya dalam hati penuh ganggang Tapi ia tak berani memanggil Tapi ia sendiri menggigil Panah siapa menikam lidahnya
Aku lapar tapi tak bisa rakus Karena laparku sopan bagai hutan pinus Aku lapar tapi tak beringas Karena laparku lembut bagai daun adas Aku lapar tapi tak bisa temaha Karena laparku anggun bagai mahkota Aku lapar bagai langit jiwa terang Karena laparku bijak bagai pawang Aku lapar tapi ikhlas tahan lapar Karena laparku harum bagai melati Aku lapar tapi bumi hati wangi Karena laparku lurus bagai pendekar Laparku lapar dunia kembara Laparku lapar embun lembah utara
Amaq Sanah tersenyum dan menangis Menatap warna dunia Matahari pipih benderang bergulir Di dada berhias gambang Amaq Sanah melangkah dan berhenti Mendengar bincang dunia Angin mana telah meniupkan kerinduan Merapat di muara sukma kita Amaq Sanah senyum tangisnya tua dan lelah Tak bertanya siapa aku darimana aku Karena waktu membuatnya bagian dari aku Ketika saat berpisah Amaq Sanah mencoba membuang gelisah Takut matahari akan melelehkan nanah
Gelenteng penari tua Tembangkan kehidupan Dalam syair bahasa ibu Lewat suaranya tegar jernih Dan senyum tak kenal pedih Gelenteng penari tua Dari dusun jauh Saksi sebuah kharisma Bagian utuh zamannya Bibir coklat kehitaman Kunyah sirih kunyah gumam Kunyah cerita masa silam Diam-diam kulum sisa umur Menggelap seliang sumur
[Soneta Nusantara] - [Nusantara Sonnets] |
Copyright©soneta.org 2004
|