01 Sungai Kemungkinan
Seandainya kita ketemu malam ini
Aku tahu, kamu bukan sungai yang dulu.
Di pegunungan kamu jernih, gemericik.
Tapi di kota, bebanmu berat,
Keruh dan – aku tak mengenalimu –
Mungkin sudah digariskan
Aku sendiri menuju muara
Meskipun mungkin, hanya mungkin
Kita akan berkumpul di samudera.
Seandainya kita ketemu malam ini
Aku tahu, kamu tak akan mengenaliku.
Begitu banyak rahasia, begitu sukar
Menerima segala yang telah berubah
Dan hanya bagus dalam impian.
[Back]
02 Hanya Untuk Sungai
Tiba-tiba sungai itu teringat laut
Sungai mana tak boleh pergi ke laut
Sungai mana dilarang mengalir ke sana?
Ia marah, berteriak, meluap,
Membanjiri rumah-rumah mewah
Alam pun pucat menatapnya
Langit menangis sederas-derasnya
Hanya untuk sungai kamu menagis,
Aku tahu, aku merasa di pagi kelabu
Ketika hujan membasahi kota,
Ketika lampu-lampu masih terjaga
Dan penyair menyiapkan hati
Untuk segala yang akan terjadi,
Bila sungai tak mencapai lautnya
[Back]
03 Senja Kasih Sayang
Akhirnya semua paham
Pagi yang cerah dan embun berkilauan
Telah menjadi masa lalu
Kupu-kupu yang terbang
Ditolak bunga demi bunga
Telah kehilangan sayap-sayapnya
Tinggal sore kering menunggu
Aku panggili nama-nama kecil
Tak ada lagi yang menyahut
Tak ada lagi mutiara di kuncup
Bunga-bunga telah lama layu
Tinggal pohon-pohon tua
Setelah menyeberangi hari
Mengaca pada sunyi
[Back]
04 Pemakaman Joglo
Misalnya ayah seorang komponis
Tentu satu lagu pemakaman telah bergema
Di pekuburan sunyi-akhir juli yang sesak itu
Tapi ayahmu gagu-di bawah pohon akasia-
Tak ada teman bicara selain kamu
Sedang dunia mengatupkan bibirnya
Menyambut jasadmu untuk selamanya
Mestinya bunga-bunga tumbuh
Mendengar laguku, mendengar nyanyianku
Tapi ayahmu bungkam semilyar kata
Mendengarkan engkau pulang ke sunyi
Mendengarkan engkau kembali
Menyelinap ke bukit-bukit Illahi
Balik ke langit selamanya
[Back]
05 Ketika Indonesia Bertanya
Hari ini kudengar tanah air bertanya
Apa tandanya kamu cinta padaku?
Pada laut , pada pulau, gunung dan kota kujawab,
Ibu Pertiwi tak sia-sia lahirkan anaknya
Indonesia, tumpah darah bangsa yang setia,
Tak akan kubiarkan kamu diam dalam kegelapan
Mataharimu adalah semangat hidupku
Telah kuputuskan melewati jaman demi jaman,
Dengan cinta di tangan dan langkah bersama
Republik ini dibangun bukan untuk satu dua generasi
Bukan untuk 50, 100, atau 200 tahun
Di pantai masa lalu dan cakrawala masa depan
Telah kususun mimpi dan kerja kerasku
Sinar matamu, adalah hari depanku, Indonesia
[Back]
06 Negeri Budianta
Tiba-tiba aku begitu yakin
Kamu tentu ingat padaku
Pada waktu berdiri melihat gunung
Menatap hutan dan jurang
Berkah dan kutukan Indonesia
Tiba-tiba aku begitu yakin
Di seberang lautan kamu memanggil
Namaku, hanya namaku
Betapapun sibuknya dunia
Air mata mengering tapi aku percaya
Cintamu setua angin
Berhembus mengitari bumi
Setia menyaksikan sejarah
Mati dan lahirnya negeri Budianta
[Back]
[Soneta Nusantara] - [Nusantara Sonnets]
Pengelola Baktinendra Prawiro, Retno Kintoko
Pengelola Baktinendra Prawiro, Retno Kintoko