01 Air Mata Ibu Pertiwi
Telah kutancapkan rinduku di dadamu
Telah kukantungkan kekuatanku di matamu
Meski semuanya membeku
Karena aku tak mampu menjadikan abu
Menggantikan tabur bunga
Aku tak ingin bulan tenggelam malam ini
Kerna aku tengah melihat api membakar rumahmu
Panasnya seperti membakar ketakutanku
Sewaktu tiba giliran kampungku dihanguskan
Mata air Tuhan yang diwariskan pada sungai-sungai
Danau-danau, laut-laut, sumur-sumur,
Tak lagi bisa memandamkan kobaran kesumat
Apalagi air mata yang kita punya
Sekalipun seluruh negri menangis
[Back]
02 Kelopak Dusta
Aku cemas diburu bimbang
Perhelatan belum selesai
Sedang engkau telah bergegas berkemas
Matahari belum lagi menyapa
Jika waktunya tiba kini
Perkenankanlah aku mohon diri
Sebelum mendung menjadi hujan
Potonglah aku atas sejarahmu
Yang kutulis dengan duri
Begitu banyak bunga-bunga layu
Tempat menyimpan rapat mengeringnya duka
Di ruang itulah kita bangun monumen kesepian
Karena langit tidak lagi menawarkan mimpi
Kuduskanlah tubuhku atas nama-Mu
[Back]
03 Sehabis Baca Koran
Di Timor masjid diruntuhkan
Di Situbondo Wihara dihanguskan
Di Tasikmalaya Gereja diporandakan
Begitu asingkah manusia mencintai
Rumah Tuhan-nya
Tempat saling mengisi batin
Agar penuh pundi-pundi pahala
Ah, aku hanya baca selembar Koran
Yang ditulis oleh manusia juga
Sedang peristiwa demi peristiwa berlalu
Seperti api membakar lembaran sejarah
Lalu kusebut asma-Mu dalam batin saja
Supaya tak satupun manusia mendengar
Kecuali hanya Engkau?!
[Back]
04 Ranjang Bulan
Rembulan hitam di atas rawa-rawa mesiu
Meredam hujan peluru duka membeku
Di tanah asing meleleh salju
Memburu nyanyian anak jaman
Matahari luka
Ketemu risau di ujung ombak
Tempat Bratayudha berperang
Merebut bangku-bangku pualam
Tempat bocah-bocah menyusu tetek ibu
Maut telah lahir dari hati sunyi
Gagal menahan gumpalan awan kejujuran
Kala burung bangau pulang ke sarang
Senja hilang di ujung malam
Menyatu di ranjang Rembulan dan Matahari
[Back]
05 Duka Debu Kemarau
Aku mendengar
Debu merintih ditinggalkan udara tropika
Ketika rerumputan pasrah diguyur keringat
Putaran matahari tinggalan dendam purba
Aku mendengar
Debu mengaduh langkah sekarat
Mencari tobat di pintu akerat
Doa-doa yang gembur di tanah usang
Ziarah tubuh menunggu maut
Aku mendengar
Suara debu ditikam hujan kepagian
Melenguh basah merambas dalam pori-pori
Keinginan untuk bertahan dari musim
Yang tak segan mengadili
[Back]
06 Mementori Natal I
Jangan biarkan Gagak hitam
Terbang membawa maut
Lepaskan Merpati putih
Mengikuti cakrawala Bapanya
Lelaki dengan keiklasan di dadanya
Melukis sendiri gerak hidup
Dari aroma misteri
Seperti Arjuna melepas anak panah
Ke jantung hati
Sudah selesai peluh membasah
Hentikan juga air mata meniti duka
Sisakan saja doa mengejar purnama
Telah tiba waktu menarikan lagu pujian
Meski tubuh luluh lantak dalam tana Melepas Ben Suharto
[Back]
07 Bulan Di Lobang Angin
Telah kusemai hatimu
Dari tubuhku yang rapuh
Seperti aku mengengkrami badan jiwaku
Lewat kalbuku yang ringkih
Dari dingin angin
Dari warna Matahari
Dari aroma harum bunga kamboja
Bulan di lobang angin mengintip perang
Kekalahan melawan nalar sendiri
Menggebu di ujung pertempuran duri
Bimbang dalam kesangsian,
Masihkan engkau perawanku yang dulu
Tusuk sanggul kebaya biru
Meliuk gemulai di balik cekungan kaca?
Di balik kaca akuarium
Laki-laki bermimpi tentang hujan salju
Jatuh di atas tempat tidur busa
Dan seekor kucing bermain piano
Bonzai, Suzeki, berderet basah di televisi
Piranha, Oscar, Arwana, berenang di bak mandi
Mengelembung-gelembungkan sabun penuhi
Kamar
Wanita bugil melompat-lompat sendiri
Dari gelembung sabun ke batok kepala
Laki-laki terkapar di awang-awang
Memeluk Matahari mensetubuhi rembulan
Bumi menyempit sebesar bola golf
Diciumi jidat nafsu paling usang
[Back]
[Soneta Nusantara] - [Nusantara Sonnets]
Air Minum_C O L D A_ Air Minum
Mineral Drinking Water
Hubungi Customer Service :
Jl. Palmarah Barat No. 353 / Blok B2 Jakarta Selatan
Phone: (62-21) 530 4843, 7062 1108
Pengelola Baktinendra Prawiro, Retno Kintoko
Pengelola Baktinendra Prawiro, Retno Kintoko