107 E M Yogiswara ( 1966 )

 

01 Jika Tuhan Berkehendak  02 Di Kerajaan Dunia  03 Sketsa Dialog  04 Aib Sejarah  05 Sisa Waktu  06 Usai Gerimis Malam  07 Solo-Yogya  08 Pejagalan 6566

   

   

   

***************************************************************************************************************************

 

01 Jika Tuhan Berkehendak

Satu-satu kenikmatan

Diambil hak-Nya

Dari piutang tak terselesaikan

Satu-satu kecepatan

Dicabut hak-Nya

Satu-satu

Apa yang jadi milik-Nya

Kembali kepada hadapan-Nya

Tapi kita begitu angkuh

Dari kebutuhan tak pernah usai

Jika Tuhan berkehendak

Penyadaran terkalahkan

Satu-satu diambil hak-Nya

Hingga badan berbantal tanah

                                              [Back]

 

 

02 Di Kerajaan Dunia

Waktu pun kita mainkan

Pulang, waktu terbunuh

Menggelinding dalam darah daging

Tanpa nyeri

Otakku kosong

Bicara bahasa sunyi

Luka tersayat

Gelap. Setingkah tanah perkuburan

Dialiri rindu wajah

Waktu bosan bermain

Pulang, ajal terbunuh

Tanpa ruh dan haus darah

Di kerajaan dunia

Yang tak bertepi tak terbaca

                                          [Back]

 

 

03 Sketsa Segelas Dialog

Sungguh jinak menyanyikan kepingan kegetiran

Ia begitu tipis

Bak tarikan nafas kebisuan

Mendekam di ujung-ujung ilalang

Lalu sempurna hembuskan debas

Seterusnya kepiluan mengental mendekam

Meski pemberontakan tumpah kau ayak di antara ujung miang

Akhiri luka-luka

Meski ia tetap milik sejarah

Sejarah itu milikmu

Suatu hari nanti

Kau akan memerlukannya

Mesti sebuah peristiwa kerap sertakan kebohongan

Akhir dialog kita pun sempurna tergagap di kebisuan

                                                                                         [Back]

 

 

04 Aib Sejarah

Lihatlah! aib sejarah dibongkar

Orang-orang mati atas teriakannya

Di lubang satu suara

Lihatlah! aib sejarah diputar

Orang-orang mati atas pembesarannya

Di ribuan peti

Lihatlah! aib sejarah bernyanyi

Orang-orang mati di atas satu suara ribuan peti mati 

Lihatlah! aib sejarah bak seruan kebebasan

Dari serumpun penderitaan atas keterpakuan sejarah

Yang menanam jutaan kepala manusia

Di bumi kelahirannya

Aib sejarah adalah sebuah sejarah

Penerus kekuasaan nekrofogus

                                                                 [Back]

 

 

 

05 Sisa Waktu

Ketika sinar kehidupan mengeluarkan kita dari kematiannya

Yang terdalam, tanpa sadar kemarau tempat kita berpijak

Menangis, anginpun bergetar menyambut suaramu

Mengapa kau sembunyikan imanmu. Sehabis berkata, tiba-

Tiba pucuk puncak lidah udara membelah mengungkung

Susuri ratusan kilometer kereta kemanusiaan

Yang tlah berlumpur dari kemiskinan ruang

Dan ketakutan yang bersembunyi di tubuh

Seperti mendung tengah berarak mendekati kegelapan

Tinggal satu detik! mari kita jemput desah-desah nafas

Kebebasan yang memanggil rindu. Kataku

Saat itu guguran air-mata mengejar sisa-sisa perjalanan

Yang kita tinggalkan, kemudian gelisah oleh sisa waktu

Mengusik paruh keagungan budaya

                                                         [Back]

 

 

 

06 Usai Gerimis Malam

(Di atas jemari tangannya)

Ada suara angin merintih perih

Ketika kabut hitam merengut cintanya!

Ada suara merintih nyeri;

Ketika pisau-pisau hujan mengiris rasa hampa

Dari kisi-kisi lubang udara yang menakutkan

(Di atas jemari tangannya

Suara-suara itu kering

Menusuk pedih ke rongga malam)

Usai gerimis di ujung kegelapan

Tak lagi ‘ku dengar kebisuan memilu

Sebab pagi pun menepati janjinya

Kenangan adalah sebuah cerita

Dari alam nyata yang mengerikan

                [Back]

 

 

 

07 Solo-Yogya

Di antara patah kepak sayapnya yang putih kemilau

Dijemput tangis anaknya di atas bukit

Apa lagi yang mesti kau tangisi, hai anak!

Tangis tak selamanya menjadi butiran terang

Pecutlah kemarau panjang, ‘kan kau lihat satu

Di antara debu puing Prambanan

Ada kidung perih tak terwujud. Serunya

Di antara tarikan terseok-seoknya andong, ia berdiri

Tangisan anak di atas bukit beterbangan,

Mengitari petak sawah menuju kota,

Melewati Prambanan terselimut hitam. Hitam  

Ia pun tertidur di dalam kabut gelap

Dan tak mengenal diri anaknya yang sebenarnya

Tidak juga tentang tangis itu

                                                      [Back]

 

 

08 Pejagalan 6566

Rintih lirih ribuan kepala di 6566

Dongeng kemenangan kebenaran

Dari tumbal pengorbanan pemaksaan

Rintih lirih ribuan kepala di 6566

Dongeng sejarah pembenaman

Dari simbol kebersalahan sang pemenang

Rintih lirih ribuan kepala di 6566

Dongeng sunyi sesak siksa

Sisakan garis perih

Dari seringai masa depan

Rintih lirih ribuan kepala di 6566

Kian memanjang tak berbatas

Dan tetap bungkam

Di gaung kemenangannya

                        [Back]

 

 

[Soneta Nusantara] - [Nusantara Sonnets]

Pengelola Baktinendra Prawiro, Retno Kintoko

Pengelola Baktinendra Prawiro, Retno Kintoko

  

   

   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 Copyright©soneta.org 2004  
 For problems or questions regarding this web contact
[admin@soneta.org] 
Last updated: 14/08/2015